In the End (2)

5.5K 219 23
                                    

Arvin menatap Aya tak percaya. Entah dari mana gadisnya bisa dapat pikiran seperti itu. Takkan mudah untuk Arvin mewujudkan keinginan Aya jika pemintaannya seperti itu.

"Bee! Aku ngomong didengerin gak, sih?!" tanya Aya saat melihat Arvin terbengong-bengong.

"Denger, kok, Bee. Aku dengerin dari tadi," jawab Arvin. Ia berdehem lalu menatap kekasihnya. "Tapi masalahnya, gak segampang itu nyari pacar buat Sarah."

Arvin menghela napas berat. Entah mengapa akhir-akhir ini ia terbebani oleh hal-hal yang menyangkut Sarah. Pertama, tahu kenyataan bahwa Sarah menyukainya. Lalu gadisnya meminta pisah karena tak enak pada Sarah. Dan sekarang, Aya memintanya sama-sama mencari kekasih untuk gadis itu.

"Temen kamu kan banyak, Bee. Pasti ada satu yang bisa bikin Sarah tertarik." Aya tetap bersikukuh dengan keinginannya.

"Sarah kan tertariknya sama aku, Bee," goda Arvin. Dan berhasil membuat Aya mendaratkan cubitan di pinggang pemuda tampan itu.

"Ya udah sana!" Aya merajuk. Sementara Arvin masih meringis.

"Galak banget, deh. Kan becanda, Sayang."

"Becandanya gak lucu!" timpal Aya.

Arvin tertawa kecil. Membuat Aya mendelik tak suka.

"Gak apa-apa kalo bikin pacarku ini cemburunya keluar," ujar Arvin, makin jahil.

"Bee!" seru Aya, enggan digoda terus.

Kekasihnya tertawa lagi. Apa boleh buat kalau Arvin sudah sangat jahil seperti ini. Aya hanya bisa membiarkannya tertawa sampai puas.

"Jadi gimana?" tanya Aya lagi. Kembali pada topik pembicaraan mengenai Sarah dan melupakan candaan Arvin.

"Sarah suka cowok yang kayak gimana emang?" tanya Arvin mulai serius.

Aya mulai mengingat-ingat. Seingatnya, Sarah suka lelaki yang humoris. Bahkan sebenarnya Arvin sangat jauh dari yang Sarah inginkan. Ia menjadi sedikit heran mengapa Sarah jadi menyukai Arvin.

"Seinget aku sih Sarah suka cowok yang humoris, selalu bikin dia ketawa. Easy going, gak neko-neko. Yang pasti, dia gak suka cowok yang populer banget. Buat dia, cowok kayak gitu gak bisa dipercaya," ujar Aya akhirnya.

Pemuda di hadapannya hanya mengangguk-angguk. Akan sangat sulit mencari tipe lelaki seperti yang Aya sebutkan tadi di antara teman-temannya. Mungkin akan lebih baik jika Sarah yang menemukannya sendiri.

"Gimana kalo kita hang out bareng aja, Bee? Bareng temen-temen aku. Jadi nanti Sarah bisa nemuin sendiri cowok yang dia mau," usul Arvin.

"Boleh, Bee. Kapan?" tanya Aya antusias.

"Siang ini juga boleh." Senyum di wajah Arvin membuat Aya nyaris melompat-lompat. Misinya harus berhasil. Demi sepupu tersayangnya.

*****

"Sarah ... lu di mana, sih?" tanya Aya di telepon. Sudah setengah jam berlalu sejak ia tiba di sebuah kafe bersama Arvin. Teman-teman Arvin juga sudah menunggu. Hanya tinggal Sarah dan seorang teman Arvin lagi yang belum datang.

"Bentar. Gue udah deket, kok. Sabar dikit kenapa, sih, Aya?" timpal Sarah. Matanya tetap tertuju pada jalanan.

"Ya udah, gue tunggu pokoknya," ujar Aya kemudia menutup telepon. Ia menoleh pada Arvin yang juga tengah menelepon.

"Di mana, lu?" tanya Arvin. "Buruan lah, Van. Gue sama anak-anak udah setengah jam nunggu, nih."

Arvin menutup teleponnya dan kembali duduk di samping Aya.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang