Beach

3.1K 143 1
                                    

"Aku pulang, ya. Salam buat papa sama mama. Maaf gak bisa mampir," kata Arvin ketika mengantar Aya pulang hanya sampai pintu gerbang.

"Iya." Aya mengangguk. "Nanti kusampein. Hati-hati ya, Bee."

"Iya, Sayang." Arvin mengecup  puncak kepala Aya agak lama. Kemudian masuk ke dalam mobil dan pergi tak lama kemudian.

Melihat mobil Arvin makin menjauh, Aya kemudian melangkah masuk menuju rumah. Mengetuk pintu dan kaget saat menemukan Sarah yang membukanya.

"Lho? Lu kok  di sini?" tanyanya heran.

Sarah memanyunkan bibirnya. Kemudian menjawab, "lu kalo pulang bilang-bilang, dong! Kan gue gak usah kelimpungan nyariin lu. Dan lagi, punya hape tuh dipake. Kalo ada telepon, lu angkat. Ada sms, lu bales."

Aya menepuk keningnya pelan. Lupa sama sekali untuk mengabari Sarah. Sementara itu, handphone-nya disilent. Jadi ia tak tahu kalau Sarah berusaha menghubunginya.

"Sorry," sesal Aya. Dan seperti biasa, Sarah memutar bola matanya. Tapi tetap menyilakan Aya masuk.

"Jadi udah baikan?" tanya Sarah saat mereka sudah berjalan beriringan menuju kamar Aya.

"He'em." Suara Aya terdengar ceria. Wajahnya juga berseri. Amat sangat berbeda dengan beberapa hari ke belakang. Ia menggandeng lengan Sarah dengan gembira, meneruskan langkah-langkah sambil bercerita, "dia tiba-tiba dateng, ngajak gue ke parkiran terus ngobrol di mobilnya. Ya, awalnya emang dia sih yang minta maaf. Tapi akhirnya gue juga minta maaf sama dia."

Sarah hanya mampu mendengarkan. Ia senang sepupunya kembali ceria. Juga ikut senang karena hubungan Aya dan Arvin baik-baik saja sekarang. Meski kenyataan itu bagai pil pahit yang harus ditelannya. Apa pun asal ia bisa melihat orang-orang yang disayanginya bahagia.

"Sar, " panggil Aya. Sarah menoleh dan bergumam pelan. Aya kembali tersenyum dan berkata, "gue harap, lu bisa ketemu cowok sebaik Arvin gue."

Sarah tak menjawab. Ia hanya melangkah mengikuti Aya dan menikmati rasa tak wajar yang belakangan ini akrab dengannya. Rasa sakit  yang makin dalam ketika Aya menegaskan jika Arvin adalah miliknya.

*****

“Ay, banguuuuuun!"

Suara Sarah di telinganya urung membuat Aya membuka mata. Ia malah menutup telinganya dengan bantal. Kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terusik.

Sarah berdecak kesal. Sepupunya itu memang agak susah untuk bangun pagi. Apalagi kalau libur begini. Ia akan bangun lebih siang dari biasanya.

"Aya! Banguuuuuuun!" serunya lagi seraya menarik selimut yang menutupi sebagian tubuh Aya. Tapi tak ada tanda-tanda kalau sepupunya akan bangun. Gadis berambut panjang itu tetap asyik dengan tidurnya.

Sarah berdiri. Merasa percuma untuk kembali berusaha membuat Aya meninggalkan tempat tidur. Hingga sebuah ide jahil terlintas di kepalanya. Tersenyum, ia kembali duduk di samping Aya dan mengguncang tubuh sepupunya pelan.

"Ay, ada Arvin dateng."

Seketika Aya membuka mata dan bangun dari tidurnya. Padahal suara Sarah tak setinggi sebelumnya. Tawa Sarah pun pecah karena kejahilannya membuahkan hasil. Sementara Aya mendelik kesal dan mengembungkan pipinya.

"Puas deh, ngerjain gue," ujar Aya kesal. Alih-alih menjawab, tawa Sarah malah makin keras.

"Abisnya lu gak bangun-bangun," jawab Sarah di tengah tawanya.

"Tau ah! Gue mau tidur lagi."

Baru saja Aya hendak menarik selimut dan berbaring kembali, ponselnya berdering. Membuat rasa kesalnya hilang seketika dan tersenyum melihat nama yang tertera di LCD-nya.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang