'Tak perlu kau ucap janji, bila akhirnya dusta yang kau beri."
Happy reading!
____
Bel pulang sekolah berbunyi beberapa menit yang lalu. Banyak murid yang sudah pulang ke rumahnya. Namun, berbeda dengan Vio dan Arshaka yang masih duduk manis di kantin sekolah. Sambil menunggu parkiran sedikit lenggang, juga sekedar bercerita dan menikmati jajanan. Di sana juga terdapat beberapa murid yang sama dengan mereka.
"Nanti malam ada jadwal?" tanya Arshaka.
Vio tampak berpikir sebentar. "Enggak ada kayaknya," jawabannya kemudian.
"Mau jalan-jalan gak?" tawar Arshaka.
"Boleh, kemana?" jawab Vio antusias.
"Bazar makanan, gimana?" tanya Arshaka meminta persetujuan.
"Mau! Aku pengin bakso bakar sama gurita bakar, udah lama enggak makan," jawab Vio mengingat-ingat kapan terakhir kali dia memakan makanan itu.
"Inget, jangan makan yang pedas-pedas." Ingat Arshaka, pasalnya sahabatnya itu punya riwayat maag.
"Iya, aku tau kok," balas vio.
"Ayok pulang, udah sepi kayaknya," ajak Arshaka melihat sekeliling yang sudah sangat sepi.
"He'em, ayok."
Hari ini Vio pulang bersama Arshaka. Semua itu karena Xavier sibuk dengan kuliahnya. Untung saja Arshaka selalu siap sedia menjadi ojek tanpa dibayar, jadi dia tidak perlu khawatir.
Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, mereka sampai di rumah Vio. Vio turun dari motor dan memberikan helmnya pada Arshaka.
"Mau mampir dulu?" tawar Vio pada Arshaka.
"Enggak dulu, mau langsung pulang aja," tolak Arshaka. Vio hanya mengangguk paham.
"Oke, hati-hati ya, jangan ngebut. Pelan-pelan aja bawanya," pesan Vio.
"Iya, jangan lupa nanti malam dandan yang cantik. Aku jemput sekitar jam setengah delapan. Aku pulang dulu," pamit Arshaka menstarter motornya dan melaju meninggalkan kediaman keluarga Dirgantara. Setelah Arshaka tak terlihat lagi, Vio memasuki rumahnya.
"Assalamualaikum, Vio pulang!" seru Vio mengucapkan salam.
"Wa'alaikumussalam, kesayangan Bunda udah pulang," balas Farah mengulurkan tangannya yang diterima Vio dengan senang hati untuk dicium. "Pulang sama siapa?"
"Pulang sama Arshaka."
"Owh gitu, ke kamar sana. Mandi terus shalat," perintah Farah.
Vio bersikap layaknya seorang prajurit memberi hormat, "Siap! Laksanakan!" serunya dan melenggang ke kamarnya.
Hari telah berganti malam, mentari telah terbenam. Tergantikan rembulan yang bersinar terang. Pula bintang yang menggantung menemaninya sepanjang malam.
"Abang!" seru Vio menuruni tangga dan langsung duduk bersandar di sebelah Xavier.
"Mau kemana Lo malem-malem gini udah rapi?" tanya Xavier menelisik pakaian Vio dari atas sampai bawah.
"Mau jalan dong. Emang Abang, jomblo makanya di rumah terus," ejek Vio.
"Sialan Lo. Awas minggir, jangan deket-deket gue!" ucap Xavier menarik tangannya yang sedari tadi dirangkul Vio.
"Cie ngambek, Abang itu gak pantes ngambek. Udah tua," cibir Vio menekankan kata terakhir.
"Bodo amat! Ayah aja yang udah sepuh sering ngambek tuh sama Bunda," sanggah Xavier beralasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala Senja
Dla nastolatkówJangan terlalu terpaku menatap senja, hingga kau tenggelam dalam gelapnya malam. Mengapa tak coba kau menunggu sang fajar, menyambut dia yang datang. _NabastalaSenja WARNING!! Menolak plagiat dalam bentuk apapun!