9. Si Paling Protektif

42 1 0
                                    

"Jangan sakit, aku turut berduka melihat kau terluka. Tangismu bagai derita yang menghujam dada. Memberi sesak yang enggan terhempas."

Happy reading!

__

Tatkala Arshaka kembali dari kantin, dia melihat Gerry yang termangu di samping brankar UKS tempat Vio berbaring. Tanpa banyak berpikir, dis berjalan masuk menenteng kresek berisi makanan untuk Vio, beberapa roti juga minuman.

"Gak masuk kelas Lo?" tanya Arshaka pada Gerry membuatnya terlonjak kaget.

"Kelas gue kosong, cuma dikasih tugas. Bosen aja gue, makanya ke sini. Gue kira ada yang lain juga," jelas Gerry.

"Mereka ada kelas kali," balas Arshaka menarik kursi yang lainnya untuk dia duduk.

"Kok dia sampe pingsan?" tanya Gerry kembali menatap Vio.

"Maaghnya kambuh." Arshaka mengikuti arah pandang Gerry.

"Dia punya maagh?" Gerry masih tetap setia memandang wajah teduh Vio.

"Punya, bahkan hampir akut." Arshaka tersenyum pahit tatkala mengingat betapa keras kepalanya Vio ketika disuruh makan, hingga maaghnya terkadang kambuh. Mereka terdiam beberapa saat, terhanyut dalam pikiran masing-masing. Tak lama kemudian, mata Vio sedikit bergerak menandakan dia mulai tersadar.

"Euhng." Terdengar lenguhan Vio membuat Arshaka dan Gerry bangkit dari duduknya untuk melihat Vio lebih dekat. Tak lama setelahnya,mata Vio terbuka sempurna. Berkedip beberapa saat untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.

"Hey, udah bangun hemm?" tanya Arshaka lembut mengusap pucuk kepala Vio.

"Gimana keadaan Lo?" tanya Gerry berusaha senetral mungkin menyembunyikan rasa khawatirnya.

"Sshh, perut aku sakit," lirih Vio meremas pelan perutnya.

"Jangan diteken perutnya. Bangun dulu, makan roti habis itu minum obat, ya," bujuk Arshaka. Vio hanya mengangguk menurut.

Vio memakan rotinya meski hanya sedikit dilanjut meminum obatnya dibantu Arshaka. Tentu saja semua itu tak lepas dari pengamatan Gerry. Jangan lupakan muka masamnya.

"Berasa nyamuk gue di sini," sindirnya mengalihkan atensi Arshaka dan Vio.

"Maaf Gerry." Vio merasa tidak enak hati, dia sesaat lupa akan kehadiran Gerry di sana

"Sans elah, gue cuma bercanda kok." Gerry kembali duduk di tempatnya semula.

"Kenapa enggak sarapan?" Arshaka bertanya setelah mendudukkan dirinya pada brankar sebelah Vio.

"Kesiangan," lirih Vio menyandarkan kepalanya pada tumpukan bantal yang disusunnya.

"Kenapa gak bawa bekel aja," usul Gerry yang sedari tadi menyimak.

"Ribet, enggak suka," balas Vio yang memang malas ribet. "Kok kalian di sini, enggak masuk kelas?"

"Gak ada guru,cuma dikasih tugas." Setelah mendengar jawaban Gerry,Vio beralih menatap Arshaka.

"Izin," ucap Arshaka seolah tahu arti tatapan Vio.

"Kalian ke kelas aja, aku sendirian gak masalah kok."

"Lo yakin? Katanya UKS ini angker loh," ujar Gerry menakut-nakuti.

"Ke kelas Ger, kita udah diusir," canda Arshaka bangkit dari duduknya. Dia ingin melihat respon Vio.

"Eh, kalian mau kemana?" Cegah Vio, dipikir-pikir horor juga jika dia sendirian di sini.

"Ke kelas dong Vio, kan tadi katanya disuruh ke kelas," jawab Gerry menahan tawanya.

Nabastala Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang