"Menjagamu adalah pilihanku. Resikonya biarlah jadi tanggunganku. Tugasku untuk tidak menurunkan hujan di pipimu, tetapi menerbitkan sabit di bibirmu."
Happy reading!!
_
Sekolah selesai beberapa menit yang lalu. Arshaka dan Vio berjalan beriringan menuju parkiran. Dan sepertinya mereka kembali pulang bersama, sebab Xavier akan mengerjakan tugas kuliahnya bersama para temannya.
"Gimana perutnya, masih sakit?" tanya Arshaka mengisi percakapan.
"Sedikit, tapi udah gak banget." Vio mengelus perutnya.
"Jangan keseringan telat makan, enggak baik." Nasehat Arshaka yang diangguki Vio.
"Iya," balas Vio.
'Kalau tidak lupa," sambungnya dalam hati.
Setelah berjalan melewati koridor kelas, mereka sampai di ujung koridor. Arshaka menyuruh Vio untuk menunggunya di depan gerbang,selagi dia mengambil motornya di parkiran.
"Hai, Vio," sapa Amanda pada Vio yang sedang bermain ponsel mengusir bosan menunggu Arshaka yang tak kunjung datang. Mungkin motornya terhimpit kendaraan lain, sehingga sulit untuk keluar.
"Hai, Amanda." Vio tersenyum ramah membalas sapaan Amanda.
"Katanya, tadi Lo pinsan, ya? Gimana keadaan Lo?" tanya Amanda basa-basi.
"Alhamdulillah, baik." Vio menyimpan ponselnya kembali.
"Lo nungguin siapa?" Amanda bertanya kembali dan mengedarkan matanya melihat ke sekeliling.
"Nungguin Arshaka, dia lagi ngambil motor di parkiran. Udah lumayan lama si." Amanda hanya membulatkan mulutnya sebagai jawaban, lalu tersenyum penuh arti.
Tak lama kemudian, Arshaka datang dengan motornya berhenti tepat di depan Vio dan Amanda. Dia menyodorkan helmnya ke arah Vio, tetapi malah disambar Amanda. Vio hanya melihatnya dengan tatapan bingung, sedangkan Arshaka tanpa ekspresi.
"Amanda, helmnya?"
"Maaf, ya Vio. Tapi, kayaknya Arshaka harus nganterin gue dulu deh. Lo gak papa kan nunggu di sini bentar?" Amanda berucap seakan tidak ada beban. Vio yang semakin bingung menatap Arshaka untuk meminta penjelasan, tetapi hanya keterdiaman yang dia dapati.
"Ayok, Arshaka." Amanda sudah bersiap naik ke atas motor Arshaka.
"Maaf, aku ada urusan mendadak. Aku pesenin taksi, ya?" Tanpa mendengar persetujuan Vio, Arshaka sudah membuka ponselnya untuk memesan taksi online.
Vio masih termangu tanpa sepatah kata. Bukankah tadi Arshaka yang menawarinya tumpangan, mengapa sekarang dia berubah pikiran tanpa sebab. Jika memang sejak awal tidak niat, bilang saja. Dia bisa naik kendaraan umum tanpa harus menunggunya. Namun, lagi-lagi dia harus menepis segala pikiran buruk itu, mencoba mengerti segala alasan Arshaka.
"Aku tungguin sampai taksinya datang." Arshaka kembali menyimpan ponselnya. Jujur, ini semua di luar prediksinya. Dia tidak ingin melakukan ini, tapi dia harus. Sekitar sepuluh menit mereka menunggu, terlihat sebuah mobil berhenti tepat di depan gerbang.
"Aku duluan, ya." Vio berusaha untuk tetap tersenyum, sebelum melangkahkan kakinya menuju taksi yang menunggunya. Mobil itu melaju, menghilang dari pandangan Arshaka yang terus menatapnya.
"Maksud Lo apa?" Arshaka bertanya dengan sorot mata tajam menatap Amanda yang memberikan senyum terbaiknya, seakan tidak terjadi sesuatu.
"Bukan apa-apa. Gue cuma mau ingetin, kalo ancaman gue gak main-main. Kalo Lo mau rahasia Lo aman cukup turutin semua perkataan gue. Termasuk jauhin Vio. Simple kan?" Amanda berucap dengan bangganya. "Ayok, Arshaka. Panas nih," sambungnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/314350604-288-k969324.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala Senja
Teen FictionJangan terlalu terpaku menatap senja, hingga kau tenggelam dalam gelapnya malam. Mengapa tak coba kau menunggu sang fajar, menyambut dia yang datang. _NabastalaSenja WARNING!! Menolak plagiat dalam bentuk apapun!