7. Diam

49 2 2
                                    

"Kata seseorang, jika bicaramu diabaikan. Maka, biarlah diammu yang berbicara."

Happy reading!!

___

"Vio, buruan! Nanti Lo telat!" teriak Xavier dari lantai bawah memanngil Vio yang tak kunjung keluar padahal matahari sudah semakin naik.

"Bang Xavier brisik tau," tegur Vio menuruni tangga dengan santainya.

"Bodo amat! Lo gak liat jam hah? Jam berapa noh. Ngapain aja sih Lo?" cerca Xavier tak habis pikir.

"Nyanyi sama burung! Ya siap-siap dong Abangku sayang, yuk berangkat," ajak Vio. Namun, ketika melewati Xavier, tanpa aba-aba dia menarik baju belakang Vio yang membuatnya hampir terjengkang.

"Sarapan dulu pinter," perintah Xavier.

"Di sekolah aja, udah siang, Bang," tolak Vio, lalu pergi meninggalkan Xavier.

"Andai Lo bukan anak Ayah Arya, udah gue jual Lo," lirih Xavier. Seram juga jika Arya atau Farah mendengarnya, bisa-bisa dia ditendang dari kediamannya karena ingin menjual anak semata wayangnya.

Di dalam mobil Vio nampak bungkam, menikmati jalanan yang ramai lancar. Tak seperti biasanya yang seperti burung berkicau. Xavier yang merasa aneh memutuskan memulai percakapan terlebih dahulu.

"Tumben Lo diem," ucap Xavier membuat perhatian Vio teralihkan padanya yang semula menatap ke luar jendela.

"Emang kenapa?" tanya Vio.

"Ya aneh aja, takut-takut Lo kesurupan," jawab Xavier tanpa mengalihkan fokusnya dari jalan di depannya.

"Apaan, emang diem salah?"

"Ya enggak, tapi kaya bukan Lo aja. Lo itu dari kecil hiperaktif, aneh aja tiba-tiba jadi kalem," ucap Xavier mengingat kembali masa kecil Vio yang tidak bisa diam.

"Semua orang juga akan diam ketika bicaranya tak lagi mampu menjelaskan."

Mendengar penuturan Vio, Xavier mengerutkan keningnya. "Ada masalah lo?" tanyanya kemudian.

"Enggak ada," jawab Vio tepat setelah mobil Xavier berhenti di depan gerbang sekolahnya.

"Kalo ada masalah Lo bisa cerita, jangan pendem sendiri. Gue gak mau punya adek gila nantinya," ucap Xavier sebelum Vio keluar mobilnya.

"Tadinya mau baper, tapi denger kalimat terakhirnya kok gitu. Tau ah, aku mau masuk, bye Abang lucknut." Vio turun dari mobil Xavier dan menutup pintunya dengan penuh dendam yang membuat suara dentuman.

"Sabar Vier, jangan marah. Rusak mobil gue lama-lama sama cewek," gerutu Xavier, pasalnya teman perempuannya juga sering membanting pintu mobilnya.

_____

Sekolah sudah sangat ramai, ini pertama kalinya Vio berangkat cukup siang. Ketika dia sampai di deretan kelas sepuluh, dia melihat Arshaka tengah bersandar pada dinding depan kelasnya. Mungkinkah dia menunggunya? Salahkah dia berharap? Jarak mereka semakin dekat, dan sepertinya Arshaka menyadari kedatangan Vio. Dia menegakkan tubuhnya dan menatap Vio.

"Tumben berangkat siang?" tanyanya melihat jam tangannya yang hampir menunjukkan pukul tujuh.

Vio hanya mengedikkan bahu acuh, "Pengen aja," jawabnya lalu melenggang masuk meninggalkan Arshaka dengan keheranannya.

Di kelasnya sudah hadir sahabatnya yang menunggunya. Tak seperti biasanya yang menyapa mereka terlebih dahulu, Vio berjalan ke arah bangkunya tanpa memperdulikan tatapan teman-temannya. Mendudukkan dirinya dan menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya. Semua menatap heran, tak biasanya seorang Vio tak mengucapkan sepatah kata. Pandangan mereka beralih pada  Arshaka yang berjalan memasuki kelas dengan muka masam. Mereka hanya bisa saling pandang tanpa ingin bertanya atau ikut campur, mungkin saja sedang ada masalah di antara Vio dan Arshaka.

Nabastala Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang