Kancing kemeja sekolahnya yang terakhir berhasil dikancingkan. Tak lama setelah itu, pintu diketuk sebanyak tiga kali.
Matanya mengerjap memproses apa yang terjadi diawal lembaran paginya ini. Rasanya tak percaya jika apa yang dibenaknya benar-benar terjadi.
Meskipun bahasa tubuhnya membuktikan bahwa langkah kakinya mendekati pintu. Berharap bahwa hari ini adalah hari yang indah dan diimpikannya selama ini.
"Selamat pagi anak papih! Mau sarapan bareng?"
Tuhan, ternyata pikiran yang ada dibenaknya benar-benar terjadi. Ayahnya berdiri tepat didepannya seraya tersenyum memakai jas kantor kebanggaannya.
Junghwan tersenyum dan mengangguk. Perasaannya sangat senang, menggandeng tangan ayahnya yang terkejut. Sebab, Haruto jarang sekali mendatangi kamarnya terlebih dahulu.
Lebih-lebih lagi mengajaknya sarapan bersama. Junghwan harap ini bukan mimpi. Jikalau pun itu bunga tidurnya, ia tak mau bangun.
Semuanya terlalu indah walaupun disisi lain terasa tiba-tiba.
"Junghwan makan nasi goreng yang ini ya. Soalnya yang itu ada udangnya"
Harusnya, Junghwan tersenyum senang melihat Haruto semangat menyiapkan sarapan untuknya. Ayahnya ternyata masih mengingat kecil apa yang tidak disukainya.
Bahkan Haruto ikut turun tangan untuk repot-repot membuatkan susu coklat untuknya.
Tapi entah kenapa, dibalik mata ayahnya yang terlihat sembab dan menghitam itu membuat Junghwan merasa paling jahat disini.
"P-papih..."
Haruto yang hikmat menikmati makanannya itu menoleh. Menatap penuh tanya tanpa bersuara.
Disaat itu pula, keberaniannya untuk berbicara entah hilang kemana. Junghwan menunduk, tersenyum dan menggeleng membuat Haruto tidak mempermasalahkan.
"Enak?" Haruto menumpukan kedua tangannya didagu. Tersenyum hangat melihat anaknya nampak lahap dengan sajian sarapan buatannya.
Junghwan mengangguk antusias. Rambut halusnya bergerak naik turun. Haruto gemas, maka rasa gemasnya itu ia lampiaskan untuk mengusap rambut dan mencubit pipi anaknya.
"Enak banget papih! Masakannya kaya kelas chef bintang lima nih hehehe" Junghwan menyengir lucu.
Haruto terdiam. Menatap mata Junghwan yang seperti bulan sabit jika tersenyum. Disaat seperti ini, entah kenapa wajahnya persis dengan sosok yang sampai sekarang belum bisa ia lupakan.
Ia merindukan Junkyu. Sangat.
"Papih" Haruto menoleh ketika Junghwan memanggil. Acara sarapan mereka sudah selesai lima menit yang lalu, meskipun keduanya masih betah diruang makan.
"Kenapa nak? Kamu mau minta apa?" tanya Haruto bertubi-tubi.
Jari-jari dibawah mejanya dipilin-pilin. Dari bahasa tubuhnya, Junghwan saat ini tengah ragu untuk membicarakan sesuatu. Dan Haruto tahu hal tersebut.
"Junghwan, kamu—
"Junghwan minta maaf"
Dua ucapan berbeda makna namun terjadi di detik yang sama. Keduanya terdiam. Suasana yang mulanya terasa hangat kembali terasa dingin.
Haruto lah yang pertama kali memecahkan suasana dingin tersebut. "Kenapa Junghwan minta maaf hm? Kamu gak salah kok" tuturnya lembut.
Tidak, Junghwan tidak suka ayahnya berkata seperti itu. Tubuhnya beringsut memeluk tubuh ayahnya. Menumpahkan air mata yang sedari hanya bisa tertahan dipelupuk matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
O.O [END] ✓
Fiksi PenggemarHarusnya Haruto dari dulu harus rajin-rajin mengantar dan menjemput anaknya pulang sekolah jika melihat ada pemandangan yang tak bisa dilewatkan disana. ❝Sering main-main kerumah ya, Junkyu ❞ 🥇#familyissue [160722] 🥇#Iksanboys [220722] 🥇#Jaesah...