Sebelas.

9 2 0
                                    

Hari Selasa malam, Andrew masih tidak memberi kabar. Zoya sudah bertanya pada tiga anggota kelompoknya mengenai bagaimana keputusan kelanjutan anggota timnya itu. Dan anggota sekelompoknya sepakat untuk menghapus namanya dari kelompok.

Seharusnya Andrew sudah tahu, pikir Zoya. Karena saat tadi pagi melihat informasi chat-nya di group chat kelompok, Zoya melihat Andrew sudah membaca seluruh pesan dan diskusi mereka. Namun rasanya seperti ada yang janggal untuk Zoya, Andrew sama sekali tidak menghubunginya. Sama sekali.

.

.

Hari Rabu, saat presentasi.

Dan benar saja, ada yang tidak beres.

"Ini. Lo nawarin diri buat nge-print biar begini? Biar bisa masukin nama anggota kelompok yang gak kerja ini lagi?!" Zoya membanting makalah mereka di depan meja Dita.

Andrew menghampiri dan berdiri di samping Zoya.

"Siapa bilang gue gak kerja? Ini gue yang nge-print. Masih mending kalian dapet salinannya gratis." Andrew berbicara dengan nada congkak menekankan kata terakhirnya. Zoya mendecih.

"Gue gak butuh gratisan dari lo." Ucap Zoya.

"Udahlah, Zoya. Gak usah dramatis begini. Nanti biar dia yang presentasi di depan." Dita berbicara sambil memegang bahu Zoya, namun ditepis oleh Sang Empu bahu.

"Enak aja gak diskusi, gak ngerjain sama sekali tapi ditulis namanya, dapet materi, dapet poin presentasi lagi. No way!" Dodo protes. Wisnu mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.

"Kenapa gak lo aja yang jadi ketua kelompok?" Zoya mendorong bahu Dita pelan. Setelah itu Zoya dituntun oleh Dodo dan Yerina untuk kembali duduk di tempat duduknya karena kelas sudah mulai ramai.

"Cih. Baru liat gue orang yang ambis sebegitunya." Andrew berbicara dengan suara yang keras.

"Cih! Baru liat gue orang gak tau diri sebegitunya." Yerina membalas dengan nada yang sama.

Panggil Zoya Si Drama Queen yang ambis nilai. Zoya terima. Karena itulah dia. Dia harus mempertahankan beasiswanya untuk semester depan. Terlebih lagi, dia tidak suka dengan orang yang mengaku-akui hasil yang dikerjakan orang lain.

Zoya ingin semester ini berlalu dengan cepat. Dia sudah muak dengan orang-orang itu.

.

.

Karena keinginan kuatnya untuk mengakhiri lebih banyak urusan dengan orang-orang dari manajemen bisnis itu, Zoya benar-benar menyelesaikan laporan program kerja gabungan pada dengan cepat. Hari itu Zoya bergadang untuk menyelesaikan laporan tersebut. Meski selesai pagi pun Zoya tidak masalah. Meski harus melewatkan makan siang untuk merevisi koreksian dari Gavin dan Dita, pun Zoya juga tidak masalah.

Dia berhasil mengirimkan revisi laporannya kembali setelah kelas sore, dan malamnya baik Gavin maupun Dita meng-approve laporannya tersebut. Tidak ada revisi lagi.

Dapat Zoya bilang, satu minggu setelahnya adalah satu minggu tanpa drama dan sangat menenangkan untuknya sejak semester ini dimulai. Segala masalah mengenai konsumsi juga sudah tidak naik lagi karena sudah terselesaikan. Bisa dibilang bahu Zoya sedikit terasa ringan saat ini.

"Zoya, nanti tolong bikin desain untuk pengumuman kelas organisasi minggu depan, ya." Daniel menghampirinya setelah selesai kelas.

"Okay, Daniel."

"Oh ya, by the way selamat ya atas prokernya. Dan makasih atas kerja kerasnya. Atur waktu sama divisi media informasi minggu depan, gue traktir." Ucap Daniel.

"Itu kan udah tugas kita, santai aja." Balas Zoya dengan senyumnya. Agaknya Zoya merasa Daniel malakukan ini karena kejadian snack waktu itu. Daniel ada di sana, pasti cowok itu menangkap gelagat kekesalan dan kekecewaan Zoya saat itu.

"Yaudah kalo gitu gue aja yang tentuin tanggalnya." Setelah mengatakan itu, Daniel mengangkat telapak tangannya ke hadapan Zoya. Dan Zoya menyahutinya untuk high five. Setelahnya, ketua organisasinya itu pamit dan berjalan menjauh bahkan sebelum Zoya membuka suaranya.

Di pojok kelas Dodo, Jennie, dan Yerina melihat Zoya dan Daniel yang mengobrol singkat. Setelah melihat Daniel pergi, mereka bertiga pun menghampiri sahabatnya itu.

"Abis ditembak?" Tanya Yerina meledek Zoya, membuat yang ditanya memutarkan bola matanya malas.

"Ngaco."

"Daniel keliatannya perhatian banget sama lo." Komentar Jennie.

"Dia perhatian sama temen-temennya. Bahkan sama anggota-anggotanya." Ujar Zoya.

"Dia yang bantuin lo nyari beasiswa sampe nemenin lo langsung ke yayasannya, kan?" Tanya Jennie. Zoya mengangguk sebagai jawaban.

"Bahkan nawarin untuk pinjemin tabungan pribadinya ke lo?" Lagi, Jennie bertanya. Zoya menganggukkan kepalanya lagi. "Padahal lo berdua gak deket-deket banget. Tapi perhatiannya ekstra."

Kali ini Zoya diam. Tidak menganggukkan kepalanya. Yerina memegang kedua bahu Zoya.

"Perhatian banget, ya." Kata Yerina dengan penekanan di awal katanya, sambil tersenyum aneh. Zoya menurunkan tangan Yerina dari bahunya.

"Mungkin biar divisi gue tetep bisa kepegang. Kalo gue cuti kan dia juga yang bingung." Zoya berucap dengan nada yakin. Meskipun sebenarnya dia tidak tahu alasan Daniel yang sebenarnya, Zoya tidak pernah bertanya. Takutnya malah jadi aneh jika dia bertanya pada ketua organisasinya itu.

"Sebagai cowok, menurut lo gimana, Do?" Kali ini Jennie bertanya pada Dodo yang sejak tadi hanya memperhatikan ketiga sahabat perempuannya itu.

"Gak relate gue. Bukan orang kaya, jadi gak bakalan bisa nawarin orang yang gak deket sama gue segampang itu. Meskipun gue butuh itu orang." Jawab Dodo sambil mengangkat kedua tangannya.

"Udah ah lo semua gak usah lebay." Zoya berkata lalu melangkahkan kakinya keluar kelas, diikuti ketiga temannya. 

Mereka berpisah ketiga sudah sampai di tempat parkir. Kali ini Zoya pulang diantar Yerina. Jam 4 sore parkiran sedang ramai-ramainya, antrean menuju pintu keluar juga sangat panjang. Yerina dan Zoya berada di antrean terakhir.

Saat mengedarkan pandangannya, Zoya mengernyit melihat sosok yang ada di sudut parkiran.

Gavin sedang memberi makan pada anak kucing dan mengelus-elus kepala hewan itu. Meski hanya sekilas Zoya dapat melihat senyuman cowok itu. Jelas ini pertama kalinya Zoya melihat sikap Gavin yang seperti itu.

Karena sikap Gavin yang biasa Zoya tahu adalah; menyebalkan, sombong, angkuh, menyebalkan, dan menyebalkan.

Cewek itu tersentak saat tiba-tiba Yerina melajukan motornya.

"Eh, maap-maap. Kekencengan nge-gasnya." Ucap Yerina yang merasa dirinyalah yang membuat Zoya terkaget. Padahal Zoya kaget karena sedang memperhatikan orang.

Menyebalkan, tapi kok diperhatikan?

.

.

.

To be Continued.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang