Sella melangkah masuk kedalam rumahnya dengan wajah datar, kalau diluar dia selalu ceria, berbanding terbalik kalau dirumah. Dia akan menampakkan siapa jati dirinya.
Saat masuk kedalam rumahnya Sella menghela nafas kasar. Kembali, dia harus menginjakkan kakinya ke rumah yang seperti neraka baginya.
Pranggggg
Bunyi pecahan kaca terdengar ditelinga Sella, namun bukannya kaget, gadis itu hanya diam menatap gelas kaca yang melayang ke dinding sebelahnya.
Sella menatap pecahan kaca dibawah kakinya dan setelah itu beralih menatap seseorang dihadapannya. Sella tersenyum miring melihat kemarahan dari wajah orang itu.
"Sekarang apa lagi? Sialan itu ngadu apa lagi?"ucap Sella.
Plakk
"Siapa yang kamu sebut sialan ha?!"satu tamparan mendarat di pipi Sella, gadis itu tidak menangis, dia hanya diam menatap nyalang pria tua yang sayangnya ayahnya sendiri.
Sella mengalihkan pandangannya, terlihat dua orang yang berbeda umur menatap nya remeh. Sella tau kalau mereka pasti menertawakan nya.
"Dasar anak tidak tau diri! Kamu itu benalu! Saya menyesal punya anak seperti kamu!"
Lagi, Sella hanya diam mendengar dan melihat kemarahan ayahnya. Dia memilih melangkahkan kakinya menjauhi ayahnya. Sella menaiki anak tangga satu persatu sembari memejamkan mata dan menulikan pendengaran nya agar tidak mendengar hina demi hinaan yang ayahnya lontarkan.
Selalu seperti itu. Sella tidak pernah melawan ayahnya baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sella ingin sekali melawan ayahnya, menanyakan kenapa ayahnya sangat membencinya. Tapi itu hanya rencana demi rencana yang entah kapan bisa Sella keluarkan. Hidup dalam lingkaran api neraka membuatnya hancur menjadi abu. Hanya serpihan-serpihan kecil dihati nya yang masih tersisa. Itu sebabnya Sella selalu berpura-pura bahagia, agar mereka tidak meremehkannya dan tidak mengatakan kalau hidup Sella sangat menyedihkan.
Tapi nyatanya semua itu fakta yang tidak bisa ditepis. Hidup seorang gadis yang biasa dipanggil Sella memang sangat menyedihkan. Dia sendiri juga menyadarinya.
Sella tersenyum kecil saat memasuki sebuah kamar kecil, disana terdapat beberapa foto dirinya dan ibunya. Juga satu meja dan kursi kerja. Dulu ruangan itu milik ibunya, ruang kerja yang selalu ibunya gunakan untuk bekerja. Ayah Sella sempat ingin menghancurkan ruangan itu tapi Sella menolak mentah-mentah dan mengancam akan meninggalkan rumah agar ayahnya mengurungkan niatnya. Akhirnya ruangan itu bisa Sella gunakan apabila dia merindukan ibunya. Sella pasti akan ke ruangan itu.
Sella duduk di kursi kerja sembari menatap foto dirinya dan ibunya yang terpajang di atas meja. Sella tersenyum kecil sambil mengelus wajah ibunya.
"Bu, Sella gak papa kok. Sella akan selalu bahagia buat ibu."ujarnya dengan mata yang memerah menahan tangis.
"Sella gak cenggeng, Sella gak pernah nangis seperti yang ibu mau."lagi, Sella mengelus bingkai foto itu.
Sella menengadahkan wajahnya, matanya memerah namun sebisa mungkin dia tidak mengeluarkan air matanya.
"Sella kangen bu, ibu bilang dulu kalau Sella gak cenggeng ibu gak akan ninggalin Sella. Sekarang Sella gak cenggeng Bu, Sella kuat." Sella meletakkan kembali foto itu. Dia menghela nafas kasar dan bangkit dari duduknya. Benar saja air mata Sella tidak ada yang jatuh setetes pun. Dengan senyum kecil Sella memilih keluar ruangan itu lalu menuju kamarnya.
Lagi pula, percuma Sella menangisi ibunya yang sudah tiada, walaupun menangis darah sekalipun tidak akan membuat ibunya kembali kedalam pelukannya.
~~~
![](https://img.wattpad.com/cover/316896248-288-k820579.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDEBARAN
Fantasy"Cukup! Lo itu murahan Sella!" Ucap Aldebaran dingin. "Ini gue Sella, Al! Kenapa lo lupain gue? Gue kangen Aldebaran yang dulu." Sella berkata lirih. Cerita gabut kebelet ending. pasti END!