02°

49 9 0
                                    

"Ia membenci dari segala sisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ia membenci dari segala sisi."


••

Alasan Hemi bergabung dengan klub boxing tanpa berpikir panjang, adalah dirinya sempat diragukan. Seluruh anggota klub berisikan laki-laki, tak ada satu pun gadis sebelum dirinya masuk. Tatkala menerima pandangan meremehkan dari Pelatih Choi, harga dirinya terluka. Ia ingat, dirinya sendiri yang mengusulkan pertandingan melawan Pelatih Choi meskipun tahu keahliannya masih dibawah rata-rata. Seisi ruangan menatapnya penuh keraguan, kendati tak menggoyahkan keberanian Hemi naik ke atas ring.

Memasang head guard, pelindung gigi, melapisi telapak tangan dengan balutan kain sebelum langkah terakhir memakai sarung tinju. Tatkala sebuah peluit ditiupkan, pertandingan dimulai. Hemi menggunakan ketangkasan serta kecepatan untuk menghindari berbagai pukulan yang dilontarkan. Sepanjang pertandingan ia lebih banyak menghindar alih-alih memukul sang lawan sebab sedari awal ia sudah tahu akan kalah. Pukulan Pelatih Choi begitu kuat meski masih termasuk pukulan ringan. Tenaga pria paruh baya itu tidak main-main dengan bobot tubuhnya yang penuh dengan otot.

Hampir tiga puluh menit Hemi masih bisa bertahan kala pukulan berkali-kali menghantam kepala, rahang bawah dan tubuhnya terpental pada batas ring terbuat dari karet. Yang bisa ia ingat terakhir kali sebelum pandangan matanya berkunang-kunang, adalah satu pukulan mengenai tulang hidung hingga darah menetes dari sana. Dalam hitungan ketiga, dirinya tak mampu bangkit lagi bertanda pertandingan berakhir dengan Pelatih Choi yang memenangkannya.

"Sakit tidak?" Saat dirinya tengah menyelusupkan kain kasa ke dalam lubang hidung, seseorang mendekat seraya memberikan botol air mineral padanya.

Hemi mendesah tak percaya. Belum apa-apa ia sudah merasa tersinggung. "Jangan pikir karena aku seorang wanita, bukan berarti aku lemah. Pukulan semacam itu tak ada artinya."

"Tapi kau sampai mimisan seperti itu." Pemuda tersebut seolah tak bisa menampik kenyataan didepan mata.

"Ya, lalu apa masalahnya?!"

"Wah, rileks." Kedua tangan terangkat ke udara seolah sang lawan bicara tengah menodong moncong pistol tepat di pelipis, padahal nyatanya hanya kalimat biasa dengan nada memekik tak suka. "Aku hanya bertanya, sakit atau tidak? Aku juga pernah merasakan hal yang sama. Mendapatkan serangan pukulan dari Pelatih Choi hingga mimisan parah. Dan, aku salut padamu masih bisa tetap sadar padahal kau seorang wanita."

"Jadi kau bermaksud membandingkan?"

"Sepertinya kau salah paham. Aku hanya ingin memberitahu bahwa untuk ukuran seorang wanita yang berani mengajak mantan piala dunia bertanding, merupakan kejadian langka. Terlebih kemampuan yang kau miliki bukan pemula yang iseng mendaftar hanya memenuhi waktu luang. Kau memiliki teknik dasar dan yang pasti, Pelatih Choi tertarik denganmu."

"Uhm ya, terima kasih."

"Jadi bila kau berhasil bergabung dengan klub ini, kau bisa datang padaku atau Kak Jimin untuk melatih kemampuan lebih baik lagi. Atau bila terluka dan butuh diobati aku pun siap membantu."

Fallin' All InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang