12°

39 8 5
                                    

“Terungkit kembali memori lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Terungkit kembali memori lama.”

•••






Memperhatikan deretan angka pada layar ponsel, hela napas terdengar melalui mulut. Nyaris semua nilai pada mata kuliahnya sesuai dengan apa sudah diprediksi. Kendati ada dua mata kuliah yang mengalami penurunan, Hemi hanya bisa berharap hal tersebut tidak mempengaruhi program beasiswanya—atau lebih buruk lagi dicabut.

Meletakkan ponselnya diatas meja taman sebelum beralih mengambil satu macaron dalam toples yang selalu dibawanya, hari ini ia tidak punya selera untuk pergi ke kafe membeli kue beras. Sudah menduga juga pasti di jam seperti ini Sacha ada di sana mengantri bersama mahasiswa lain. Tak apa untuk sehari ini saja ia mengalah kepada rivalnya itu. Sementara ia berterimakasih kepada si pengagum rahasia karena masih mengirimkan dua toples macaron meskipun tempo lalu dirinya absen.

Keberadaannya yang duduk di sisi lapangan utama membuat sepasang irisnya tak luput memperhatikan beberapa mahasiswa lain yang tengah bertanding sepakbola, ataupun sekedar duduk-duduk di bangku menyantap makan siang, berdiskusi hal tak penting atau berkumpul bersama teman sepermainan sembari saling menjahili bagaikan bocah SMA.

Sebenarnya Hemi tak pernah tertarik untuk memperhatikan keadaan sekitar, hanya saja suara tawa dari seberang lapangan menarik perhatian. Saat mengetahui siapa mereka, ia kontan mendengus malas. Segerombolan teman Jungkook, termasuk presiden mahasiswa tengah tertawa alih-alih sang paling senior nampak kesal dengan apa yang dilakukan Jeon Jungkook. Tak terima, pada akhirnya saling melempar cipratan air satu sama lain melalui botol minuman.

Tanpa diduga si Jeon mengambil jalan licik dengan menghindar dan berlari menjauh, hal itu membuat Seokjin langsung mengejarnya tak luput botol dalam genggaman. Untuk sekon yang lama, Jung Hemi seharusnya bertindak tak peduli dan pergi dari tempat menemui Profesor Lee sesuai janji temu. Tapi selayaknya adegan dalam sebuah drama di musim panas, Jung Hemi terhipnotis entah bagaimana bisa ia tetap bertahan di sana menyaksikan si Jeon itu tertawa lepas.

Sejauh mata memandang presensi itu nampak mengeluarkan aura yang berbeda. Deretan gigi rapihnya bak kelinci terlihat sempurna bersama mata yang melengkung seperti bulan sabit. Pemuda itu tertawa lepas seakan menjadi manusia paling bahagia di muka bumi. Surai hitam legam yang telah dipangkas tersapu angin kala berlari. Hemi tanpa sadar terbahak tak percaya menyadari bahwa tawa serta senyum lebar itu tak pernah hadir setiap kali ada dihadapannya.

Lantas menutup toples secara asal lalu bangkit berdiri, ia tak tahan lama-lama berada di sana dan menyaksikan semua itu bagaikan manusia menyedihkan. Memangnya, Jeon saja yang bisa merasa bahagia seperti itu? Ia juga pernah tertawa lepas bersama dua sahabatnya. Dulu sebelumnya kekacauan itu datang dan menghancurkan semuanya.

"Kau mengkhianati aku, Ann."

Langkah terhenti seketika, ia segera menoleh ke sekeliling, nyatanya tak ada siapapun. Beberapa orang masih sibuk dengan apa yang dilakukannya. Mengerjap cepat seraya kembali mengambil langkah lebar, barangkali perasaannya saja yang tiba-tiba mendengar suara Anne begitu jelas. Kendati begitu seiring tungkainya memandu ke tempat tujuan, sekelibat memori hadir tanpa diinginkan. Seraut wajah penuh kekecewaan membayanginya hingga keluar ruangan Profesor Lee.

Fallin' All InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang