Terjebak Bad Boy (2)

578 36 0
                                    

'Tanpa aku sadari cinta itu tumbuh dalam hatiku.'

***

"Bang Arga, tunggu!" Aku menahan lengan Arga yang hendak pergi dariku.

Arga menghentikan langkahnya.
"Lo mau apa lagi? Gue udah muak sama lo, lo gak dengar apa yang gue bilang,"

Mataku memanas namun tidak menumpahkan isinya. "Bang Arga, dengarin penjelasan Michi dulu."

"Gak ada yang perlu lo jelasin. Hubungan kita berakhir. Lepasin gue," ucap Arga kasar.

Arga menepis tanganku di lengannya dengan kasar membuatku merasakan rasa sakit di hatiku.

"Bang Arga dengarin Michi dulu," mohon ku.

Aku ingin meraih tangannya kembali namun Arga mengelaknya.
"Hentikan sebelum gue berbuat kasar sama lo."

Aku terhenyak mendengar suara dan tatapan dingin dari Arga. Kali ini aku tidak mengejar dan menahannya lagi. Aku terdiam menatap kepergiannya dengan perasaan yang tidak aku pahami sama sekali.

'Seharusnya aku senang bisa lepas darinya tetapi kenapa aku merasa seperti ini,'

Ini terjadi dua minggu yang lalu dan entah kenapa aku tidak menyangka akan begini akibatnya.

***

Dua minggu sebelumnya...

Aku duduk di sebelah Arga yang tengah sibuk dengan buku-bukunya. Dia memasukkan beberapa buku yang tidak di perlukan ke kardus. Minggu depan, Arga akan mengikuti ujian nasional dan aku membantunya merapikan kamarnya yang berantakan. Meskipun Arga nakal namun dia tetaplah seorang siswa tingkat akhir yang peduli akan nilai dan kelulusannya. Arga tampak serius dan mengeluarkan beberapa lembar soal di ranselnya. Aku memperhatikan lembar soal yang begitu banyak.

'Oh, jadi seperti ini ya, menjadi siswa tingkat akhir.' batinku.

Arga yang sibuk mencari lembar soal yang akan dia kerjakan melirikku.

"Kau ada PR kan? Kerjakan sana daripada melihat-lihat yang gak jelas," ucap Arga.

Aku mengangguk mendengar perintah Arga. Arga sudah berubah dan dia semakin baik padaku. Kabar bagusnya, Arga tinggal di rumahnya. Arga juga sering mengajakku ke rumahnya setelah pulang sekolah, bukan untuk hal aneh-aneh melainkan mengajariku terkait pekerjaan rumahku. Arga tidak terlalu pintar namun lebih kearah jenius. Dia bahkan mudah mengingat apa yang baru saja dia bawa baca. Faktanya aku baru mengetahui IQ 200 di atas orang normal, hanya saja karena sifat nakalnya itu menutupi segala keunggulannya.

'Tok, tok,'

'Cklek!'

Aku mendengar suara ketukan di pintu kamar Arga dan tidak lama terbuka. Aku terkejut melihat Arya muncul dari balik pintu sambil tersenyum ke arahku dengan membawa cemilan dan minuman.

Aku merona seketika karena Arya ada di sekitar ku. Kamar Arya tepat di sebelah kamar Arga. Arya meletakkan makanan yang dia bawa di dekatku.

"Makanlah," ucap Arya ramah.

Aku tersenyum malu-malu.

Arya menghampiri Arga yang masih sibuk dengan kertasnya.

"Sudah ketemu?" Tanya Arya.

"Belum, gak tahu lah gue. Lupa gue taroknya dimana," Arga mengacak-acak rambutnya karena pusing akibat kehilangan lembar soal penting itu.

"Mending lo pakai punya gue, lo fotocopy sana," saran Arya.

Aku tersenyum melihat keakraban mereka. Arga dan Arya sudah mulai akur. Aku senang melihat itu. Aku mengambil cemilan yang di bawa Arya dan memakannya. Aku mengeluarkan buku tugasku dan bersiap mengerjakannya.

Short Story' 3 - Proses Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang