Bertemu Denganmu

704 28 11
                                    

Setiap orang pasti punya penyesalan terdalam dan penyesalan itu tidak bisa lagi di kembalikan. Andai penyesalan ini tidak datang terlambat dan waktu bisa di putar kembali, apakah akan ada akhir bahagia untukku? Apakah semuanya akan berbeda? Mungkin saja iya, tapi kenyataan itulah yang berani mengatakan itu mustahil. Semua sudah terjadi, oleh karena itu aku harus coba lalui dan menjadikannya pelajaran untuk diri sendiri. Aku tidak ingin mengulanginya lagi. Inilah penyesalanku dan penyesalan itu datang menemui ku lagi.

Dilara Feliha, 27 tahun, itulah aku. Aku seorang karyawan di perusahaan S. Aku masih sendiri meskipun hampir semua teman-temanku sudah menikah bahkan ada yang sudah punya anak. Aku tidak memiliki pacar dan aku tidak punya kesempatan untuk melakukannya karena pekerjaan ku yang sangat sibuk. Aku terlalu nyaman sendiri dan mencintai pekerjaan ini. Bagiku menikah itu bukanlah hal wajib, meskipun berulangkali orang tuaku menjodohkanku dan menyuruhku untuk mengikuti kencan buta tapi tidak berhasil. Kencan buta yang ku jalani selalu saja berakhir dengan kesialan, contohnya entah pasangan yang akan ku kencani sudah memiliki kekasih, ada pula yang mesum (playboy), bahkan beberapa memiliki syarat yang tidak ku terima jika kami menikah yaitu aku harus berhenti bekerja. Aku hanya ingin mendapatkan pasangan yang satu frekuensi denganku, yang utama dari segalanya adalah baik.

'Drrt...'

Getaran ponselku berbunyi dan aku tahu betul siapa pelakunya yang selalu menelponku dan menyuruhku untuk segera menikah. Mamaku.

Saat ini adalah waktu jam istirahat, jadi tidak masalah untukku mengangkat telepon. Aku melangkah menuju balkon yang terdapat banyak tanaman hias serta bangku kayu di setiap sudut. Aku duduk di salah satu bangku tersebut dan menggeser tombol bewarna hijau di layar.

"Ya, ma," jawabku malas.

Aku tahu betul apa yang akan mamaku katakan setelah ini dan itu kata-kata biasa yang setiap hari dia katakan setiap menelponku.

"Dila, jangan lupa nanti malam jam 8, kamu datang ke Restoran biasa ya," ucap mama di seberang sana.

"Ma, lagi? Aku udah capek, ma. Aku gak mau," tolakku.

Apa lagi itu, ini sudah kesekian kalinya aku harus menghadiri kencan buta setiap malam dan tidak ada satupun yang berhasil. Pernyataan bukan karena aku tidak cantik adalah salah besar. Sewaktu SMA, aku adalah primadona di sekolah dan berbondong-bondong laki-laki menyatakan cinta padaku dan selalu ku tolak. Mengingat itu, membuatku sadar akan karma ku dulu. Cantik tidak menjamin seseorang untuk di jadikan pendamping hidup, kebanyakan laki-laki mau menerimaku namun itu hanya sebatas pacar dan tidak ada masa depan. Ingat, umurku sudah akan memasuki kepala tiga, di umur segini yang ku perlukan adalah pasangan yang benar-benar akan menjadi suamiku, bukan hanya semata kekasih.

"Dila sampai kapan kamu begini? Adikmu bahkan sudah menikah dan sekarang sudah hamil. Kamu masih saja begini. Ingat, umur mama sudah tidak muda lagi. Kami semua khawatir denganmu," ucap mama.

Setiap kali mama berkata seperti itu, hatiku terasa sakit. Ini bukan salahku, bukan karena aku tidak mau, tapi memang kenyataannya Tuhan selalu menginginkan aku begini. Aku sudah berusaha dan aku tidak ingin memaksa hubungan yang aku tahu bakal tidak ada bahagianya. Akan lebih bagus aku sendiri, bukan? Aku hanya sudah lelah, terlebih aku tidak pernah jatuh cinta sama siapapun kecuali dia. Dia adalah sosok yang pernah sekali hadir di hidupku dan menghilang di hadapanku. Dia sosok penyesalan dalam hidupku yang tidak ingin ku ingat lagi.

"Ma, Dila juga gak mau begini, tapi ini takdir. Kita juga bisa memaksa kehendak Tuhan," balasku.

"Takdir, takdir, kamu itu selalu beralasan itu. Mama gak mau tahu, jika kamu gak berusaha, kamu gak bakal maju-maju dari adikmu. Pokoknya malam ini kamu harus datang, kalau gak mama kecewa padamu," ucap mama.

Short Story' 3 - Proses Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang