Mengapa Kita Harus Berpisah?

542 26 1
                                    

"Katakan padaku sebenarnya apa yang kau inginkan? Aku tidak bisa mengerti jika kau diam seperti ini."

Pertengkaran yang selalu terjadi antara aku dan dirinya. Mengapa semuanya harus berakhir seperti ini? Aku sudah berusaha bersikap baik padanya. Tidak menuntut apapun dan selalu patuh padanya. Tapi mengapa tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga ini?

Mendengar suaranya yang meninggi membuatku menunduk menggelengkan kepala menahan tangis.

"Tidak, aku tidak apa-apa," jawabku.

"Kalau kau tidak apa-apa. Mengapa raut wajahmu seperti itu? Kau seolah membuatku seperti orang jahat yang selalu memaksamu. Sekarang katakan apa yang kau inginkan agar aku mengerti," ucapnya.

"Aku tidak apa-apa kok. Aku baik-baik saja dengan semua keputusanmu," balasku.

Dia mengacak-acak rambutnya kasar frustasi akan jawabanku. Dia tidak menyukai tindakanku yang selalu menurut apa yang dia katakan. Dia tidak puas karena aku tidak sekalipun menunjukkan apa yang aku inginkan dan memilih untuk selalu menerima.

"Wili, kau tau bukan? Di dalam suatu pernikahan bukan hanya satu orang saja yang harus berkomitmen tapi dua orang pasangan. Jika hanya aku saja yang bergerak di sini, menunjukkan perasaanku, sementara kau tidak, itu tidak seperti pernikahan yang aku inginkan. Kau tau, aku menyukaimu karena kau perempuan baik tapi aku juga tidak ingin membencimu karena kebaikanmu itu," jelasnya.

Tubuhku bergetar mendengar penjelasan yang terdengar tegas dan menusukku. Aku selalu berusaha menahannya karena aku tidak ingin menunjukkan ketidaksempurnaan ku di depannya. Aku tidak ingin menjadi perempuan cengeng. Setiap kali aku membuka suara menceritakan semua yang ku inginkan, air mata ini selalu jatuh tak terkendali. Apa sesakit itukah berperilaku jujur?

"Ma-maaf, lain kali aku akan berhati-hati dalam menunjukkan ekspresi wajahku," jawabku.

Dia menghela nafas panjang dan membentakku, "bukan itu yang ku maksud!"

Aku mengepalkan kedua tanganku erat-erat, menatap wajahnya dengan mata berkaca-kaca, "lalu aku harus bagaimana? Aku harus melakukan apa? Aku harus menjawab apa lagi? Bukankah lebih baik aku menurut daripada aku membantah mu yang berujung pada pertengkaran."

"Ah, sial," umpatnya.

Dia meninju dinding di belakangku, membuatku menutup mata takut.

"Ah, sudahlah. Tidak ada gunanya berdebat denganmu."

Setelah mengatakan itu dia keluar dari rumah, meninggalkan ku yang penuh dengan perasaan ketakutan.

Pernikahan yang ku pikir akan membawa kebahagiaan berakhir dengan sebuah penyesalan. Aku bahagia menikah dengan orang yang ku cintai bertahun-tahun lamanya dalam diam. Menyimpan perasaan dan menjaganya sepenuh hati. Tapi kenyataan semakin ku jaga perasaan ini dan berusaha terlihat baik, membuat diriku terjebak oleh topeng yang ku ciptakan sendiri. Aku tidak pandai dalam mengekspresikan diriku sendiri. Siapapun yang berada di sampingku berangsur-angsur bosan lalu menghilang. Di hidupku tidak ada namanya teman sejati dan dia lah tempat aku bergantung setelah keluargaku.

***

Namaku Wiliyandari, aku menjadi istri dari cinta pertama dan terakhirku, Angkasa Yuda. Aku bahagia selama dia ada di sisiku. Bagiku jika dia senang, aku pun ikut senang. Setiap apa yang dia inginkan selalu ku turuti dan patuhi. Menjadi istri yang baik untuknya adalah impianku. Sebab, aku mencintai lebih dari diriku sendiri.

Satu tahun, dua tahun pernikahan kita awalnya ku rasa baik-baik saja. Tapi tiba saatnya Yuda menuntut ku untuk lebih mengekspresikan diriku. Dia menyadari selama ini, hanya dia yang memulai sesuatu sementara diriku hanya menerima. Dia ingin sesekali aku menunjukkan sikap manja ku padanya. Aku pun juga ingin itu, tapi tidak pernah bisa. Aku selalu menjadi orang baik tanpa bermacam-macam keinginan.
Jika dia marah, aku mengalah. Jika dia sedih, aku selalu menghiburnya. Jika dia kesusahan, aku datang membantunya. Semua hal yang ku lakukan hanya demi dia. Aku tidak pernah menunjukkan diriku yang menangis, merengek, marah padanya. Aku selalu bahagia, tertawa, senang di depannya. Seolah hidupku selalu memakai topeng ekspresi.

Short Story' 3 - Proses Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang