14. LUKA

206 6 0
                                    

Bugh

Bugh

Bugh

"SUDAH BERAPA KALI SAYA BILANG SAMA KAMU ADAM, JAGA ANAK SAYA! KENAPA BISA ANAK SAYA MENINGGAL?! HAH?!" Teriak Ustadz Derry penuh emosi.

Adam hanya pasrah menerima pukulan demi pukulan yang dilayangkan oleh Ustadz Derry. Ini juga salahnya, karena sudah lalai menjalani amanat dari Ustadz Derry.

"Maafkan Saya... Saya tidak tahu jika kejadiannya akan seperti ini." Ujar Adam.

Cahya meringis ketika melihat wajah Adam yang sudah dipenuhi banyak luka lebam. Ia merasa bersalah melihatnya. Ini juga salah dirinya karena melarang Adam untuk berdekatan dan menjaga Nara.

"Sudah cukup!" Lerai Cahya menghampiri Adam.

Cahya membantu Adam untuk berdiri. "Ini salah Saya! Bukan Adam! Saya yang sudah melarang Adam untuk berdekatan dengan Nara!"

"Cahya..."

"Diam kamu!" Bentak Cahya pada Adam.

"Kalau Anda mau menyalahkan seseorang akibat meninggalnya putri Anda, salahkan saja Saya! Jangan salahkan Adam karena dia tidak bersalah!" Teriaknya emosi.

"Kamu memang patut disalahkan, Cahya. Gara-gara kamu merebut Adam dari Nara, Nara menjadi seperti ini! Dia juga selalu stress setiap malam, dan itu semua karena kamu!" Teriak Ustadz Derry.

"Saya nggak peduli tentang itu. Salahkan saja Nara yang terlalu berharap lebih kepada cowok Saya!"

"Ayo kita pergi." Cahya menarik Adam untuk pergi dari hadapan Ustadz Derry dan juga istrinya.

"MAU KEMANA KALIAN BERDUA?! TANGGUNG JAWAB ATAS MENINGGALNYA PUTRI SAYA!" Teriak Ustadz Derry yang tidak dihiraukan oleh mereka berdua.

"Sabar, ya, Mas... Mungkin ini sudah takdirnya untuk Nara pergi. Allah lebih menyayangi Nara daripada kita Mas. Makanya Nara lebih dulu dipanggil oleh Allah." Ucap istri Ustadz Derry menenangkan.

Bohong besar jika mereka berdua tidak menyalahkan diri sendiri. Nara adalah putri satu-satunya yang mereka miliki. Rasanya sangat sakit ketika mendengar kabar bahwa Anak gadis mereka telah pergi meninggalkan mereka. Untuk selamanya.

Rasa penyesalan Ustadz Derry untuk mengirim Nara bersekolah di kota ini sangat besar. Dia benar-benar menyesal, sungguh!

Di taman rumah sakit.

"Kamu kenapa bawa aku ke sini, Cahya? Aku harus berada di sana." Tanya Adam. 

Cahya mendudukkan dirinya di bangku taman dan disusul oleh Adam. "Terus kamu mau ngapain di sana? Mau terus-terusan dipukul sama Ayah-nya Nara?"

"Nggak juga. Tapi—"

"Udah deh, nggak usah berisik! Tunggu di sini sebentar!" Ujar Cahya langsung pergi dari hadapan Adam.

"Gadis itu kenapa?" Tanya Adam heran.

Adam meringis pelan kala merasakan rasa perih di bagian bibirnya. Ternyata bibirnya berdarah akibat pukulan yang diberikan Ustadz Derry.

CAHYA & ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang