VOICE - [ 4 ]

623 87 3
                                    

Bunyi bel terdengar menggema untuk ke sekian kalinya. Cukup untuk sekedar membuat kegaduhan di komplek perumahan ini.
Fadil hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Fillo di depannya. Dari tadi, ia hanya memilih diam sambil bersandar santai di salah satu tiang di teras rumah ini. Ia terlalu malas untuk ikut dalam pertunjukkan yang Fillo lakukan sekarang.

Fillo kalau sudah memiliki keinginan, tidak akan ada yang bisa menghentikannya mencapai keinginannya itu. Keras kepala.

Fadil menatap ke arah langit sore. Semburat warna kuning dan oranye sudah mulai mendominasi hamparan luas di atas sana. Menjadi pertanda bahwa sebentar lagi langit siang yang terang, akan berganti dengan langit hitam yang gelap.
Terhitung sudah puluhan kali ia mengajak Fillo untuk pulang. Tapi hanya penolakan yang ia dapatkan sebagai respon.

"Gak bisa Dil! Gue gak yakin bisa balik ke sini lagi kalau besok."

Fillo terlihat begitu kacau. Fadil sadar, wajah anak itu sudah pucat sedari tadi. Mau sebanyak apapun ia memilih diam, nyatanya Fadil tidak bisa menutup mata mengenai keselamatan Fillo nantinya.

Waktu malam hari akan menjadi sangat membahayakan jika itu untuk sang sahabat.

Ia kembali mengalihkan pandang. Menatap miris pada tombol bel rumah yang ditekan tak sabaran oleh Fillo. Anak itu memang sangat keras kepala. Dan bel tidak bersalah itu mungkin saja akan menemui ajalnya jika ia tidak segera bertindak.

Jika saja ia tidak diajarkan tentang etika bertamu oleh Fillo, Fadil pasti akan senang hati menghancurkan pintu kayu itu dengan batu besar yang ada di halaman rumah ini.
Atau, mengapa Fillo tidak menyuruhnya masuk dan membuka pintu itu dari dalam?

Apa Fillo lupa, dengan statusnya sebagai makhluk astral yang bisa dengan mudah menembus benda padat itu tanpa harus merusaknya.

"Gak sopan! Lo main masuk-masuk rumah orang. Kalau orang di dalam kaget gimana? Trus jantungan, trus mereka mati? Gue juga yang kena!"

Fadil ingat betul, bagaimana ekspresi Fillo saat mengomelinya prihal ini dulu.

Terkadang Fadil menjadi heran dengan sikap sahabatnya itu. Fillo yang memiliki IQ di atas rata-rata ternyata juga bisa berubah bodoh dalam beberapa keadaan.

Lagi pula tidak ada yang bisa melihatnya kecuali mereka yang punya keistimewaan. Fillo adalah satu di antara sedikit banyaknya orang yang memiliki keistimewaan itu. Untuk bisa melihat hantu, mereka harus memiliki frekuensi yang sama dengan hantu. Fadil tentu bisa memilih kepada siapa ia akan memperlihatkan dirinya.

Fadil menghela nafas untuk kesekian kalinya. Kemudian memutuskan untuk beranjak dari tempatnya. Mendekat ke arah Fillo yang terlihat begitu kacau. Fadil kembali berakhir bersandar santai di daun pintu yang tertutup rapat dari dalam.

Fillo menatap frustasi pintu yang sedari tadi tidak terlihat ada satupun orang yang mau membukanya. Waktu dua jamnya terbuang sia-sia. Sepertinya takdir hari ini sedikit mematahkan harapannya. Sang pemilik rumah, mungkin tidak berada di tempatnya.

"Masa iya harus pulang, udah jauh-jauh gini juga. Kaki juga udah lemes," monolognya.

Fillo memang merasakan sedikit nyeri di kedua tungkainya. Mungkin akibat berjalan terlalu lama sebelumnya.

"Tapi kalau gue nunggu, gimana kalau sampe malem? Gue juga gak mau ketemu mereka," lirih Fillo.

Fillo kemudian melirik jengah ke arah Fadil yang berada di sampingnya. Sejak tadi setan itu hanya diam dan terlihat bersantai. Tak ada niatan mau membantunya begitu?

"Dari pada lo diem gak guna. Mending lo bantuin," ucapnya datar.

Fadil menatap malas ke arah Fillo, "Apa?"

Remember✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang