IT'S TIME TO BEGIN? - [14]

510 60 21
                                    

¶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tepat hari kedua setelah Fillo dinyatakan hilang di hutan. Ryan akhirnya mendapat kabar bahwa putranya telah ditemukan tak sadarkan diri di pinggiran jalan cukup jauh dari area perkemahan. Berjarak sekitar 1 kilometer jauhnya. Mereka semua kebingungan melihat luka-luka di tubuh putranya yang tidak bisa dianggap sepele.

Luka di kepala membutuhkan sedikitnya 5 jahitan untuk menutupnya. Terdapat cidera cukup fatal pada tungkai kiri. Fillo putranya ditemukan dalam keadaan dehidrasi dan mal-nutrisi parah.

Ryan tidak akan pernah melupakan bagaimana wajah putranya yang menjadi pucat kehilangan rona hari itu. Ketakutan terbesarnya kala itu adalah kehilangan putranya untuk selama-lamanya.

Setelah Fillo tersadar di ruang rawat rumah sakit. Langsung disambut isak tangis dan pelukan oleh Sarah. Putranya tidak banyak bicara. Mungkin masih sedikit syok atas kejadian yang menimpanya.

"A-yah?" Panggil Fillo pelan dengan suara yang masih terdengar serak. Dia menatap wajah Ryan. Tepatnya pada air mata sudah meluruh tanpa bisa dibendung oleh Ryan sejak tadi. Pria itu amat sangat bersyukur putranya telah berangsur pulih. Meski kemarin mereka hampir mengalami kehilangan.

"Putra Ayah sudah mulai membaik. Ayah dan Bunda sangat bersyukur."

Ryan tersenyum disela tangisnya yang tanpa suara. Jemari tegasnya tak pernah absen menggenggam tangan putranya yang terpasang jarum infus. Terkadang mengelus lembut perlahan-lahan. Ryan benar-benar takut membuat putranya kesakitan.

Mulai hari itu juga Ryan berjanji tidak akan sembarangan mengizinkan Fillo mengikuti acara semacam ini. Lagi.

"Cepet pulih, ya. Bunda nangisin kamu terus, lho. sejak kamu hilang." Ryan menatap Sarah.

"Mas! Ngaduan orangnya." Risiknya.

Ryan terkekeh samar ketika Sarah memukul bahunya. Tatapnya kembali pada Fillo yang bisa tersenyum tipis dibalik masker oksigen. Tak bisa dipungkiri Ryan masih menaruh cemas yang begitu besar mengenai kondisi putranya.

"Nanti cerita ke Ayah sama Bunda. Kenapa kamu bisa ada di sana, ya? Bunda-"

Ryan sempat menangkap perubahan ekspresi dari sorot mata putranya setelah Sarah berujar pelan. Dengan cepat ia berinisiatif menghentikan kegiatan istrinya.

"Kenapa?" Sarah menoleh ketika merasa ujung bajunya ditarik pelan oleh suaminya. Dilihatnya Ryan yang menggeleng kecil dengan tatapan seolah tidak mengizinkan Sarah melanjutkan ucapannya.

Sarah segera mengangguk. Paham dengan maksud suaminya.

"Istirahat. Ayah mau keluar sebentar."

"Anak gantengnya Bunda tidur lagi aja, ya. Kamu harus banyak istirahat."

Ryan sempat memberikan kecupan lembut setelah menyisihkan sebagian helaian rambut yang menutupi kening putranya. Sarah melakukan hal yang sama. Setelahnya wanita itu pergi menyusul suaminya yang telah lebih dulu keluar ruangan.

Remember✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang