Tengah malam.
Waktu menunjukkan tepat pada tengah malam. Saat semua orang terlelap dalam tenda yang telah mereka buat bersama kelompok masing-masing tadi siang.
Fillo yang masih terjaga seorang diri. Keringat dingin bercucuran di kening hingga lehernya. Fillo mengepalkan tangannya sambil mencoba memejamkan mata.
Selimut yang masih menutupi sebagian tubuhnya dan Farel yang tertidur di sampingnya sambil memeluknya tidak cukup untuk sekedar menenangkan perasaannya yang tiba-tiba berubah menjadi cemas tak karuan.Kelopak mata indah itu kembali terbuka untuk kesekian kali. Lalu ia menoleh ke samping. Menatap wajah Farel yang tertidur sangat pulas. Fillo pikir sepertinya akan sulit bila ia mencoba membangunkan sahabatnya itu.
Terheran-heran mengapa Farel bisa tidur sepulas itu di alam bebas dalam kondisi seperti ini. Padahal Fillo sering mendengar anak itu mengeluh padanya tidak bisa tidur di rumahnya sendiri.
Tenda mereka berada tepat pada lereng bukit dengan kontur tanah yang sedikit miring. Sayang sekali mereka mendapatkan pemilihan lokasi yang tidak menguntungkan seperti ini. Fillo merasa punggungnya hampir merosot ke bawah jika saja tidak ada akar pohon yang cukup besar menyangga kakinya. Mungkin besok mereka yang ada dalam tenda ini akan mengeluhkan hal yang sama setelah terbangun dari tidur mereka.
Mereka tertidur dalam posisi yang kurang nyaman.
Bosan dengan suasana malam yang hening dan perasaan di hati nya yang tak kunjung membaik. Fillo mencoba bangun dan berakhir duduk di tempat tidurnya yang hanya beralaskan tikar.
Dipandanginya satu persatu wajah pulas di sekelilingnya. Farel, Zidan, dan kebetulan ada Erick yang termasuk dalam kelompok nya.
Sedangkan dari kejauhan Fillo hanya mendengar samar suara panitia pelaksana yang kemungkinan berjaga di sekitar wilayah tenda murid-murid. Beberapa dari mereka yang Fillo ketahui sebagai kakak kelas mereka.Memang sekitar jam sembilan malam tadi Fillo masih sadar ada yang mengawasi mereka. Mengecek ke satu persatu tenda. Apakah mereka benar-benar melakukan perintah yang ditetapkan panitia bahwa mereka semua harus sudah tertidur sebelum jam sembilan malam jika tidak ingin menerima hukuman lain.
Peraturan nya memang banyak dan diharapkan membuat mereka semua disiplin. Namun, tengah malam ini tidak terlihat tanda-tanda para kakak panitia yang berjaga di pos itu akan berkeliling lagi seperti sebelumnya. Itu membuat Fillo merasa leluasa bergerak. Karena sejak tadi ia tidak benar-benar tertidur.
"Temui....aku.."
"Shh.."
Fillo mengusap dadanya yang tiba-tiba berdenyut nyeri. Jantungnya berdebar-debar mendengar bisikan yang terasa seolah melayang di udara.
"Temui...aku...di ujung hutan.."
"Ah!— kok jadi sakit ginian."
Fillo mulai merasa seolah kesulitan mengambil nafas. Dengan rintihan yang coba diredam sekuatnya. Ia sampai terbatuk beberapa kali. Namun tetap mencoba menahannya agar tidak menimbulkan kegaduhan sampai luar tenda mereka.
Suara yang mengalun sendu itu datang entah dari mana asalnya. Fillo tidak tahu mengapa dirinya menjadi seolah-olah begitu tertarik dengan suara asing itu.
Tanpa pikir panjang. Fillo memilih keluar dari tenda. Pemandangan langit malam yang luas dan sekitaran tempat di depannya yang minim cahaya langsung tertangkap oleh matanya.
Dan err—Dingin sekali.
Ketika angin menerpa tubuhnya yang hanya mengenakan piama tidur bermotif kotak-kotak berwarna abu-abu kesukaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember✓
Teen FictionFillo itu istimewa, bisa nerbangin benda. Fillo bisa lihat makhluk halus kayak setan. Fillo juga bisa lihat kenangan yang terekam dalam sebuah objek yang dia pegang pakai tangan kosong. Dan yang lebih parah, bisa jadi hantu sungguhan. Tanpa harus su...