WORRY - [ 5 ]

636 89 4
                                    

"PAPA?!" kagetnya.

Ryan hanya diam. Fadil seketika meneguk saliva melihat tatapan dingin pria di depannya. Kali ini ia benar-benar dalam masalah besar.

--

Ryan telah sampai di pos ronda tempat Fillo berteduh sebelumnya. Memarkirkan mobilnya di seberang jalan. Lalu memilih turun dari mobilnya.
Menyebrang jalan dengan sedikit berlari kecil menuju pos ronda di depannya. Guna membuktikan ketajaman pengelihatannya.
Dan benar saja dugaannya.

Rahangnya langsung mengeras begitu kedua netranya menangkap presensi motor putranya yang terparkir seorang diri di dekat pos ronda itu. Sedangkan sang pemilik tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.

Lalu, kemana lagi putranya itu sekarang. Kenapa malah meninggalkan motornya di sini.
Tidak mungkin jika putranya itu berjalan kaki, bukan?

Tak habis pikir, mengapa Fillo suka sekali membuat dirinya dan Sarah uring-uringan. Ryan hafal betul sifat putra semata wayangnya itu.
Meskipun, ini tentu bukan pertama kalinya Fillo melanggar segala macam aturannya. Tidak bisa dipungkiri, itu sudah cukup untuk membuatnya merasa kacau hari ini.

Pria yang berstatus sebagai Ayah itu bahkan tanpa pikir panjang menunda rapat penting perusahaannya demi mencari sang Anak. Ada berpuluh-puluh dokumen penting yang menunggu untuk ia berikan tanda tangan. Sengaja ia abaikan karena Ryan tak mau terlambat barang satu detik saja.

Ryan lalu merogoh saku jasnya. Mengambil ponselnya. Menggeser layar hingga menampilkan kontak berisikan nomor. Setelah mendapat nomor yang dicari, lantas ia mencoba menghubunginya. Menempelkan benda itu di telinganya.

Berulang kali ia mencoba. Namun, alih-alih mendengar suara putranya. Hanya suara operator wanita yang terus menyahutinya. Jika seperti ini, ia tidak akan bisa melacak keberadaan ponsel Fillo.

"Fillo kenapa handphonenya malah dimatikan. Astaga..," Ryan menggeram frustasi.

Tentang bagaimana caranya ia bisa sampai ke tempat ini, itu juga tidak mudah.
Sebelumnya, Farel sudah memberitahunya lokasi terkahir mereka berpisah dengan Fillo. Setelahnya, benar-benar tidak ada petunjuk lagi. Sampai Ryan memilih bertanya pada beberapa warga sekitar yang lewat. Sesekali berhenti di warung-warung pinggir jalan. Tapi informasi yang diberikan padanya pun benar-benar tidak jelas.

Ada yang mengatakan putranya mengambil jalan yang lurus. Ada pula belok kiri atau sebaliknya. Jujur saja itu cukup membuatnya kebingungan setengah mati. Sampai akhirnya, pencariannya terhenti di sebuah pos ronda yang berada di persimpangan jalan perumahan ini.

Ryan memilih kembali ke mobilnya yang ia parkirkan di seberang jalan dan duduk menunggu putranya di sana. Guna berjaga-jaga. Mungkin saja putranya akan kembali lebih cepat. Ryan memandang ke arah motor besar putranya yang terparkir di seberang jalan sana.

"Fillo nakal banget hari ini. Tunggu hukuman dari Ayah."

--

Ryan menggelengkan kepalanya melihat penampilan putranya. Baju putranya terlihat begitu lusuh.
Dan apa lagi itu, basah kuyup? Sepertinya anak ini sudah bermain-main dengan kebebasan yang sudah ia percayakan. Terlebih wajah pucat Fillo, menjadikannya semakin marah.

"Masuk," titahnya. Ryan menunjuk mobilnya dengan dagu.

"T-tapi Pa- huh! oke."

Fillo sempat hendak berbalik badan, tapi memilih segera mengambil langkah maju begitu melihat wajah Ryan di belakangnya.

Remember✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang