1 | Perjodohan

57 1 0
                                    

"Fahima," ujar Kenzo yang menyusul putrinya duduk di kursi taman, sembari memandangi kolam ikan serta senja di sore hari ini.

"Iya, Pa. Aku di sini." Fahima menengok. Ia menatapi Ayahnya dari samping. Sungguh ciptaan Allah begitu indah, pria yang telah menjadi orang tua ini masih nampak begitu tampan dan gagah. Walau putrinya hendak menginjak dua puluh satu tahun. "Papa mau bicara?"

"Iya."

Fahima terdiam sejenak. Ia kembali memandang pada langit senja. "Bicara soal?"

"Pernikahan."

Deg.

Seketika senyuman Fahima hilang. Ayahnya selalu saja berbicara mengenai pernikahan dan perjodohan. Entah apa gerangan? Padahal Fahima merasa di usia ini baginya memperluas wawasan dan memiliki pendidikan tinggi, di bandingkan menikah muda.

Menyebalkan. Ia ingin menolak. Tetapi apa ia akan menjadi durhaka? Maksud Fahima, pernikahan ini adalah pinta Ayahnya—yang selalu orang tua.

"Pa ... kenapa Papa buru-buru sekali menikah kan aku?" Fahima menjeda. "Padahal aku masih dua puluh satu tahun. Perjalanan karir aku—"

"Apa menurutmu menikah itu menghambat karirmu, Nak?" sanggah Kenzo yang langsung membuat Fahima terdiam. "Orang-orang menikah itu untuk memperluas rezeki. Dan kalau kamu berpikir bahwa menikah menghambat karir. Maka pikiran kamu itu keliru, dan baiknya kamu belajar lagi."

Astaghfirullah, Papa, batin Fahima sedikit kesal. Ia mengerucutkan bibir di balik cadarnya.

"Aku tahu, Pa." Fahima menatap sang Ayah. "Tapi buktinya dulu Mama menikah di usai dua puluh tiga tahun. Beliau juga nggak dijodohin, beliau cari sendiri."

"Lalu maksud kamu apa, Nak?"

"Ya maksud aku itu ... " Ucapan Fahima tertahan di lidah. Akh, sulit sekali mengatakannya.

"Apa?"

"A-aku bisa cari sendiri. Papa nggak perlu jodohin aku," jawab Fahima langsung.

Kenzo menatap serius pada Fahima. "Kamu bilang bisa cari sendiri? Dengerin Papa, Fahima. Kamu ini beda seperti Mamamu. Mamamu punya teman laki-laki sejak kecil, berapa kali Papa bilang kalau Mama dan Papa dulu itu sahabat kecil. Jadi, kalau Mamamu mutuskan menikahi Papa berarti dia sudah tahu seluk-beluk kehidupan Papa, Nak."

"Sedangkan kamu?" lanjut Kenzo.

Fahima terdiam beberapa detik. "Aku memang bukan Mama, Pa. Dan aku memang nggak punya teman kecil yang sewaktu-waktu mungkin mengajakku untuk menikah. Tapi—"

"Apa harus Papa menjodohkan aku?" Fahima berpaling. "Sedangkan aku aja nggak kenal sama orang itu, Pa."

"Kamu ini perempuan terpelajar. Kalau memang kamu nggak mengenal calon suamimu. Kamu tinggal berkenalan." Kenzo menjeda. "Menolak lamaran seseorang tanpa berpikir itu bukan suatu kebijakan, Fahima."

Terus maksud Papa? Menerima lamaran seseorang tanpa berpikir itu termasuk bijak? batin Fahima yang menahan air matanya.

"Aku nggak akan bisa membantah Papa," lirih Fahima.

Kenzo tiba-tiba berdiri. "Laki-laki yang akan Papa nikah kan denganmu adalah Kakak dari Muvida. Kamu bisa menilai dia, dari bagaimana dia mendidik Muvida sampai seperti sekarang."


Next ⟩⟩ 2 |

di alhubbu Fillah new version, Yunus dan Muvida saya jadikan yatim piatu. dan maaf, pembukaan segini dulu.

saya juga sedang menulis di Noveltoon.

Alhubbu Fillah | New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang