Pagi ini aku sibuk? Bukan sibuk banget sih, melainkan sedikit sibuk. Aku meralat sendiri jawaban pada Andaru kemarin siang. Lelaki itu—entah tak paham dengan sikapku atau pura-pura tak paham, kemarin dia bersamaku di Rain Coffee hingga sore. Dia sudah seperti seorang pramusaji dadakan. Yang lebih membuatku jengkel, pengunjung kedai—jika perempuan—tampaknya sengaja berlama-lama menghabiskan minuman mereka. Tak peduli jika secangkir kopi yang mereka pesan sudah dingin.
Aku merebahkan tubuh di tempat tidur, menatap langit-langit kamar. Aku ingin beristirahat sejenak setelah mencuci pakaian kotor dan merapikan kamar. Bukan hanya itu, semua ruangan di dalam rumah pun sudah kusapu bersih. Bahkan, sarang laba-laba di langit-langit ruang tengah juga kubersihkan. Kegiatan yang hanya dilakukan oleh Emak selama ini.
"Engah!" Panggilan Karey membuatku memalingkan wajah ke tirai pintu. "Ada lelaki di depan."
Aku langsung bangkit bersamaan dengan mataku yang membesar. "Siapa?" Senyum Karey membuat lelahku berbaur dengan rasa tak nyaman.
"Punya pacar baru, tapi diam-diam saja, kenapa? Takut diambil orang, ya? Tenang, Ngah, aku bukan adik makan kakaknya, kok. Tapi, aku pemakan semuanya." Karey mengakhiri ucapannya dengan tawa.
Aku bangkit dan mengikat ulang rambut kucir kudaku. Karey yang masih berdiri di dekat pintu malah menggodaku dengan batuk yang dibuat-buat. Batuk benaran baru tahu rasa dia!
Sebelum aku melangkah ke luar kamar, Karey bertanya, "Di mana ketemu sama lelaki itu, Ngah? Masih ada stok yang kayak gitu? Tinggi, postur tubuh oke, bersih, dan hidungnya mancung."
Hidungnya mancung? Kenapa tiba-tiba aku teringat Andaru? Ah, tidak mungkin Andaru. Lelaki itu tidak tahu alamat rumahku. Namun, Andaru kan punya mulut. Pasti dia tanya sama Bang Itzan. Andaru kan bermalam di rumah pemilik Rain Coffee itu. Aku mendengkus, lalu bergerak menuju pintu depan.
Benar sekali, lelaki yang berdiri di depan pintu adalah Andaru. Dia mengenakan atasan kaus hitam lengan tiga perempat abu-abu dan bawahan celana jins biru gelap panjang, lengkap dengan sepatu putih serta jam tangan. Pantas saja tadi Karey berkata begitu. Gaya Andaru adalah tipe lelaki yang disukai oleh adikku.
"Sedang apa?" Andaru membuka obrolan. Suaranya terdengar ramah.
Bukannya kemarin aku bilang sibuk? Apa harus kuulangi lagi? Ah ya, mungkin dia gegar otak sepulang dari kedai hingga lupa dengan kata sibuk yang kuucapkan.
"Mau beres—"
"Perempuan tadi bilang kalau kamu lagi tiduran di kamar." Andaru memotong perkataanku seraya membenamkan kedua tangannya ke saku.
Perempuan tadi? Karey maksudnya? Ah, Karey! Aku bukan tiduran, melainkan istirahat. Seharusnya tadi aku kompromi dulu dengan adikku.
"Bisa temani aku sebentar?"
"Ke–ke mana?"
"Beli sesuatu buat Nana."
Ah ya, aku lupa. Andaru ingin memberikan Nana sesuatu untuk mendapatkan perhatian temanku itu.
"Kamu kan sudah hafal sama benda-benda yang disukai perempuan? Kalau bukan boneka, pasti bunga, atau ... cokelat, atau benda-benda yang lagi tren sekarang kayak—"
"Iya, itu aku tahu." Andaru memutus ucapanku sembari mengeluarkan kedua tangannya dari saku. Dia melirik ke arah jalan, di mana mobilnya terparkir di sana.
"Lalu?" tanyaku.
"Aku tidak tahu jalan di Kota Liwa ini," jawabnya.
Baguslah, biar dia nyasar sekalian! Supaya besok ada poster bertuliskan, 'Dicari orang hilang', yang tertempel di pohon-pohon atau di tiang listrik. Bersebelahan dengan poster sedot WC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andanan Coffee
Romance🏅Reading list WattpadRomanceID bulan Juni 2023 kategori Dangerous Love 🏅Pemenang Kategori Best Branding top 15 Author Got Talent (AGT) 2022 Aku jomlo dan suka kopi. Semoga secangkir kopi bisa menghadirkan seorang kekasih untukku. Tapi, bukan lelak...