Ada sebuah ungkapan "Secangkir kopi bisa menggambarkan karakter penikmatnya". Memang benar. Sama halnya dengan mata seseorang. Aku melihat gambaran itu dalam mata Andaru.
Mata itu berani dan tegas, tetapi ada sesuatu yang bersembunyi di baliknya, seperti sebuah kesedihan. Aku jadi berpikir, apa yang membuat seorang Andaru—yang mengerikan di luar—menjadi sesedih itu? Apakah harus sama seperti secangkir kopi; harus menyesapnya lebih dulu, atau menghabiskan hingga tetes terakhir agar dapat mengetahui rasanya dan memberikan penilaian?
Lantas kumundurkan langkah dan memalingkan wajah saat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Ya Tuhan, ada apa dengan jantungku ini? Seakan-akan jantung ini hendak lepas dari tempatnya. Aku pernah mengalami hal ini saat sedang bersama mantan kekasihku dulu. Eh, maksudku lelaki pengkhianat cinta itu. Mengapa sekarang jantungku kembali berulah hanya karena menabrak dada Andaru dan berpapasan dengan matanya?
Kulirik Andaru yang berada di sebelah kiri. Pandangan kami bertemu, lagi dan lagi. Sebelum akhirnya lelaki berahang tegas itu berpaling.
Lain lagi ceritanya kalau yang menabrak Andaru tadi adalah Nana. Dapat kubayangkan, Andaru akan menahan Nana untuk tetap berada di dekatnya, lalu mereka pun mengobrol sambil sesekali tertawa lepas. Yah, mirip-mirip seperti kebersamaan antara Nana dan Bang Itzan. Tuh kan, pikiranku sudah ke mana-mana. Berhentilah berpikir overthingking, Nahla Sallum!
"Mrs. Deem?" Suara Aciel terdengar dari balik punggungku. Aku pun menoleh. "Kamu baik-baik saja, kan?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan.
"Kalau ada pacat yang nempel di kulit, usahakan jangan ditarik pacatnya. Nanti bisa merobek kulit, lho." Aciel menjelaskan.
Oh, aku baru tahu. Ya ampun, di usiaku yang hampir 22 tahun ini, aku baru mengetahuinya. Namun, tidak apa-apa terlambat daripada tidak tahu sama sekali, kan?
Aciel kembali bicara. "Kita bisa semprot dengan air garam." Dia melirik Andaru dan berdeham. "Badboy sama pacat itu ... sebelas-dua belas," katanya, yang membuatku mengernyit. Ingin sekali kulirik Andaru lagi untuk melihat reaksinya, tetapi kubatalkan saat teringat kejadian tadi.
"Pacat itu kalau nempel di kulit dan gigit ...." Aciel menjeda ucapannya. "Sakitnya tidak akan terasa, tapi kalau sudah lepas, barulah kita sadar sudah berdarah."
Uhm, maksudnya? Tadi Aciel bilang ... pacat dan Andaru itu sebelas-dua belas, kan? Apakah .... Namun, belum selesai aku berpikir, Aciel kembali bicara.
"Jadi, berhati-hatilah. Biasanya kalau lagi jatuh cinta, kita tidak akan lihat dari sisi lainnya, walaupun sisi itu buruk sekali pun." Aciel memalingkan wajah ke arah Raina. "Ya kan, Polos Girl?" tanyanya pada Raina.
Ya Tuhan, aku makin tak paham. Ada apa dengan mereka?
Caka pun tak mau ketinggalan bicara soal pacat ini. "Lain kali kalau ketemu pacat, larinya ke arah aku saja, Sal."
Aku mengernyit. Emm, maksudnya?
"Nabrak sampai aku jatuh terus kita guling-guling kayak film Bollywood juga tidak jadi masalah," lanjutnya, lalu tersenyum.
Hah?
Aciel malah protes, "Keenakan di kamu itu namanya!"
"Yeee, si Enak saja tidak protes kalau aku mau enak-enakan!" Caka membalas.
Oh, aku baru paham. Dugaanku ternyata benar. Lelaki bermata sipit itu tak sesuai kalau memiliki nama lapangan Goodboy. Lebih cocok dikasih nama Playboy, sih.
Nah, kalau untuk Andaru ... mmm ... entahlah. Aku belum tahu bagaimana sifat asli lelaki itu. Apakah dia seorang playboy? Ataukah goodboy? Atau malah sadboy? Tidak apa-apa kan aku coba menebak-nebak? Siapa tahu salah satu tebakanku ini benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andanan Coffee
Romance🏅Reading list WattpadRomanceID bulan Juni 2023 kategori Dangerous Love 🏅Pemenang Kategori Best Branding top 15 Author Got Talent (AGT) 2022 Aku jomlo dan suka kopi. Semoga secangkir kopi bisa menghadirkan seorang kekasih untukku. Tapi, bukan lelak...