Lingga benar-benar menyusul Vigo yang kini tengah tersulut emosi. Dia mencoba untuk menenangkan Vigo. Jarang-jarang dia melihat Vigo marah seperti tadi, paling-paling juga cuma mengeluh. Namun, tadi benar-benar berbeda. Bisa jadi, Anggi melakukan kesalahan besar.
Cowok itu melihat Vigo yang duduk di gazebo dekat kolam renang. Rembulan yang bersinar membuat pantulan cahaya dari air di kolam renang. Vigo hanya diam tanpa melakukan apa-apa, atau lebih tepatnya cowok itu sedang menatap lurus pada kolam renang yang bercahaya akibat rembulan.
"Lo terlalu naif, ya, Go?" tanya Lingga menyindir cowok itu.
Vigo menoleh, menatap Lingga datar. Tak mengerti dengan maksud Lingga, Vigo pun bertanya, "Maksud lo?"
"Iya, lo naif. Gak tahu kalau perempuan itu gak bisa dibentak, tapi lo tanpa rasa bersalah malah terus bentak dia bahkan sampai hina dia," tutur Lingga menjawab pertanyaan Vigo.
"Lo gak bisa gitu baikin dia dikit?" lanjut Lingga bertanya.
Vigo terkekeh geli, matanya bahkan sampai berair. Tak tahu, kenapa semua teman-temannya lebih membela Anggi dibandingkan dia. Padahal, Vigo mencoba menahan diri agar tak kelewatan, masih saja dia yang disalahkan. Hanya membentak, dia sampai disalahkan seperti ini.
"Lo gak tahu, Ngga, gimana gue berusaha nahan diri supaya gak meledak. Emang cewek itu gak bisa dibaikin, ngelunjak nantinya," jawab Vigo menggebu-gebu.
"Kasihan, Go. Anggi sampai nangis gitu. Lo kalau gak ada perasaan sama dia, harusnya bilang baik-baik," nasihat Lingg. Sayangnya, Vigo menulikan pendengarannya.
Vigo tersenyum sinis, lalu berkata, "Lo gak tahu apa-apa, Ngga."
"Gak tahu apa, Go? Kalau lo gak cerita, tentu aja gue gak tahu."
"Tanya sama Laura, dia tahu lebih banyak."
Kening Lingga mengernyit mendengar perkataan Vigo.
"Kok jadi bawa-bawa Laura?"
"Karena dia tahu banyak, alasan Anggi ngejar-ngejar gue."
Setelahnya, Vigo meninggalkan Lingg sendiri. Dia memilih untuk ke kamar, mengistirahatkan tubuh juga pikirannya. Sungguh, Vigo sebenarnya marah karena dia dijadikan sebagai pelarian dari kesepian Anggi. Kenapa Anggi mengejarnya bukan karena mencintainya?
Seketika Vigo ingin Anggi mencintainya. Kesal mengetahui fakta itu, Vigo rasanya ingin menghajar siapapun yang mengusiknya sekarang.
***
Sementara di belakang villa, tempat Anggi tadi dimarahi Vigo, masih ada Anggi dan Raga. Sedangkan Laura memilih menjauh, dia tak ingin mengganggu, membiarkan Raga menenangkan Anggi.
Anggi masih menangis, masih sangat sakit hati mendengar Vigo mengatainya sebagai cewek murahan. Apa itu benar-benar murahan?
"Ga, gue murahan banget, ya?" tanya Anggi di sela-sela tangisnya.
Raga yang memang masih memeluk Anggi erat pun menggeleng pelan, tangannya bergerak mengelus lembut rambut Anggi. Pelukan Anggi semakin erat saja, bahkan bajunya telah basa karena air mata Anggi. Walau begitu, Raga sama sekali tak bisa menegur Anggi yang tengah menangis.
"Sst ... Lo gak murahan, lo cewek baik-baik," bisik Raga menenangkan Anggi.
"Tapi Vigo bilang gue murahan. Emang benar, 'kan? Gue gak tahu diri, suka ngejar-ngejar Vigo. Gue juga sebenarnya bingung sama perasaan gue sendiri, Ga. Gue gak tahu, gue sebenarnya suka sama Vigo atau cuma jadiin dia pelarian aja."
Gerakan tangan Raga yang mengelus rambutnya terhenti, cowok itu masih mencerna perkataan Anggi. Menjadikan Vigo sebagai pelarian? Maksudnya apa?
"Maksudnya?" tanya Raga hati-hati. Cowok itu cemas, takut-takut Anggi marah dan tak mau menjawab pertanyaannya.
"Lo tahu, 'kan, sekarang gue lagi nyari-nyari sahabat kecil gue. Lo juga tahu, 'kan, kalau orang tua gue udah gak ada. Gue kesepian semenjak orang tua gue gak ada, gue mencoba nyari sahabat gue, tapi sampah sekarang masih gak ketemu. Gue kesepian, makanya gue ngejar-ngejar Vigo. Di satu sisi, gue merasa kalau gue punya perasaan lebih sama Vigo," jelas Anggi.
Raga mengepalkan tangannya erat, kala mengetahui fakta itu. Dia kesal, rasanya ingin melampiaskan semuanya tapi sadar dia tak mampu.
"Gue anterin ke kamar, lo istirahat. Tenangin diri lo di sana," ucap Raga dibalas Anggi dengan anggukan kepala.
Raga menuntun Anggi menuju kamar cewek itu, yang Anggi butuhkan saat ini adalah menenangkan hati dan pikirannya. Anggi masih bingung dengan perasaannya sendiri. Kebingungan Anggi itulah yang membuat Raga kesal.
Sesampainya di kamar, Raga langsung menyuruh Anggi masuk. Namun sebelum itu, Raga bertanya, "Lo bilang lo kesepian, 'kan, Gi?"
Anggi menjawabnya dengan anggukan kepala. Dia memang kesepian.
"Lo lupa, Gi, lo masih punya gue dan Laura. Kalau lo merasa kesepian, lo bisa lampiaskan sama gue."
***
"Mana Vigo?" tanya Raga pada Lingga yang baru saja tiba dari bagian kolam renang.
Rahang Raga mengeras, tanda kalau cowok itu benar-benar marah besar. Lingga sama sekali tak tahu kenapa Raga bisa semarah ini, apa karena Vigo yang menghina dan memarahi Anggi tadi?
"Baru aja ke kamar," jawab Lingga.
Setelahnya, tak ada lagi pertanyaan dari Raga. Cowok itu langsung ke kamar yang mereka tempati, tujuannya ingin memberikan Anggi pelajaran. Ketika dia masuk ke kamar, cowok itu melihat Vigo yang tengah termenung di ranjang. Tanpa berpikir panjang, Raga menarik kerah baju Vigo, lalu tanpa aba-aba langsung memukul Vigo hingga Vigo terjatuh di lantai.
Vigo sama sekali tak menduga kalau Raga memukulnya. Ada gerangan apa sampai Raga memukulnya? Cowok itu menatap Raga tak percaya, sudut bibirnya sampai berdarah lantaran pukulan Raga tadi. Tangan Vigo bergerak mengusap sudut bibirnya, kemudian melihat darah yang berasal dari sudut bibirnya.
Vigo tertawa kecil, dia bangkit dari tempatnya, kemudian meludah kecil ke kanan.
"Lo pukul gue karena belain Anggi? Mau jadi pahlawan?" tanya Vigo sukses membuat Raga kembali melayangkan pukulannya
"Keterlaluan!" sentak Raga.
Mendengar keributan di kamar, Lingga langsung masuk bermaksud melerai keduanya.
"Cuma karena cewek murahan itu, lo sampai pukul gue?" tanya Vigo lagi seraya terkekeh sinis. "Ga, come on! Kita udah kenalan hampir tiga tahun, dan lo lebih belain Anggi yang baru lo kenal sekitar empat bulan ini?"
"Bangsat!" teriak Raga kini menghajar Vigo habis-habisan.
"Lo harusnya gak ngomong kayak gitu sama cewek, Sialan!"
Lingga menarik tangan Raga, mencoba menghentikan Raga yang menghajar Vigo, sedangkan Vigo sama sekali tak membalas. Bagi Vigo, percuma membalas Raga, hal itu hanya akan memperkeruh suasana.
Raga berhenti memukul Vigo, tapi dia menarik kerah baju Vigo. Raga berkata, "Lo gak tahu, gimana gue mencoba buat dia bahagia, tapi lo malah buat dia nangis."
"Kenapa, Ga? Lo suka sama dia?"
Skakmat! Pertanyaan Vigo membuat Raga terdiam.
"Kalau lo suka, ambil. Jangan jadi pengecut, Ga."
***
Sabtu, 30 Juli 2022
#1005 word
KAMU SEDANG MEMBACA
Plot Twist (END)
Teen FictionSpin-off Ayo Peka! -Cerita ini diikutsertakan dalam 30 days Writing Marathon Challenge with Bougenvillea Publisher Cabang Bekasi- Vigo sadar, Anggi mengejarnya hanya karena menjadikan dia sebagai pelarian. Sebenarnya Anggi tengah mencari sahabat kec...