Tujuh Belas

89 8 0
                                    

Tangan Anggi ditarik hingga membuatnya terpaksa ikut pada penarik tersebut. Namun, cewek itu memberontak, tak suka ditarik paksa. Sayangnya, tangan Anggi dicengkeram begitu erat oleh Vigo, hingga tak bisa terlepas. Anggi tentunya kesal, siapa juga yang tak kesal saat ditarik paksa seperti ini tanpa izin lebih dulu?

Anggi masih memberontak, hingga mereka sampai di bangku milik Vigo dan Raga. Raga yang tadinya sibuk mabar dengan Lingga, langsung mendongak melihat kedua insan itu. Cowok itu tersenyum jail dan sukses membuat Anggi mendelik.

"Eh, khodamnya Vigo udah balik," kata Raga kemudian langsung bangkit dari duduknya. Dia bahkan melupakan game yang tengah dia mainkan, dan menyilakan Vigo dan Anggi duduk.

Mengerti dengan Raga yang menyuruh mereka duduk, Vigo kembali menarik Anggi hingga Anggi duduk di bangku Vigo yang tadi.

"Apaan sih lo?! Ini namanya pemaksaan," hardik Anggi.

Pasalnya, dia baru saja berniat ingin menghampiri Laura dan mengajak Laura ke toilet, tapi Vigo tiba-tiba menariknya.

"Duduk bareng gue," ucap Vigo seraya tersenyum kecil.

Namun, bukannya terbuai oleh senyum Vigo, Anggi malah memutar bola matanya malas. Di saat dia menjauhi Vigo, cowok itu malah memintanya untuk mendekat. Parahnya, tali yang sudah Anggi putuskan, dicoba untuk disambungkan kembali. Anggi benci.

"Gak mau. Apaan lo? Gue mau duduk di bangku gue sendiri," balas Anggi sengit.

"Ya udah, kalau gitu tangan lo gak bakal gue lepas."

Vigo juga tak mau kalah, dia membalas perkataan Anggi, yang sukses membuat Anggi kesal. Wajah cewek itu memerah tanda dia marah, dipaksa seperti ini benar-benar menjengkelkan. Apa seperti ini dulu yang Vigo rasakan? Kalau iya, maka Anggi tak akan mau lagi mengejar atau bahkan memaksa orang. Se-menyebalkan ini?

"Jangan sok asik, jangan sok kenal, jangan sok perhatian, deh. Lo bukan siapa-siapa gue," ungkap Anggi malah membuat Vigo tertawa cukup keras, bahkan cowok itu menjadi pusat perhatian teman-teman sekelas mereka.

Kemudian Vigo menatap Anggi lama, tetapi senyum cowok itu sama sekali tak pudar. Dia sadar betul, Anggi marah karena perlakuannya malam itu di villa Lingga, tapi dia ingin menebus semuanya, dan ingin mengejar Anggi. Sekarang, biarkan Vigo yang bergerak, Anggi cukup diam di tempat.

"Iya-iya, gak bakal sok asik, gue 'kan udah asik," balas Vigo diselingi dengan tawa.

Anggi kesal, dia memberontak, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Vigo.

"Lepas, Vigo!" sentak Anggi.

"Lo duduk di sini, Gi. Sekarang, biar gue yang berjuang, lo cukup diam di tempat. Dan lo bakal ngerasa apa yang gue rasain selama ini."

Kali ini, yang tertawa adalah Anggi. Lalu cewek itu menatap Vigo tajam, menandakan kalau dia tak suka mendengar pernyataan Vigo.

"Deketin gue karena rasa bersalah itu percuma, gak akan buat gue luluh," ujar Anggi tajam.

"Gue emang belum emang belum yakin sama perasaan gue, Gi. Tapi gue cuma pengen tebus semuanya, gue cuma pengen buat lo bahagia kayak dulu lagi. Makanya lo cukup diam, biar gue yang ngejar lo," ungkap Vigo.

"Silakan, karena sekali lo lengah, maka gak bakal ada kesempatan."

Cengkeraman tangan Vigo mengendur kala mendengar balasan Anggi, hal itu juga dijadikan Anggi kesempatan untuk melepaskan diri dan kembali duduk di bangkunya semula. Sementara Raga yang memang menyaksikan interaksi keduanya, mengalihkan pandangannya ke arah lain. Cowok itu tidak mengharapkan Anggi menolak Vigo, dia ingin Anggi bahagia. Namun, Raga yakin, Anggi pasti hanya ingin memberikan Vigo pelajaran. Raga juga yakin, Anggi pasti memiliki perasaan pada Vigo.

***

Anggi mencak-mencak seraya melangkah menuju bangkunya. Posisi bangkunya berada di pojok kanan paling belakang yang cukup jauh dari bangku, sementara bangku Vigo dan Raga yang ada di pojok kiri dekat pintu, posisinya dibarisan kedua. Sedangkan di depan bangku Vigo dan Raga adalah bangku Laura dan Lingga. Hal itu pastinya membuat Vigo ataupun Raga tak begitu mendengar suara cewek itu.

"Vigonjing, sialan, brengsek," umpat Anggi. Bahkan di mulut cewek itu telah keluar bermacam-macam nama hewan.

"Gue tadinya kebelet malah gak jadi," sungut cewek itu lagi. Anggi menghempaskan tubuhnya bangku, agak kasar hingga menimbulkan suara berdecih.

Cewek itu langsung mengambil buku dan pulpennya di meja, mulai mencoret-coret di sana. Melampiaskan semua kekesalannya.

"Marah-marah mulu, gak capek?"

Anggi hanya mendelik, melihat Bila—teman sebangkunya —yang bertanya. Namun, bukannya menjawab, Anggi malah bertanya balik, "Lo jam berapa datangnya?Udah pulang dari olimpiadenya?"

Tentu saja dia bertanya hal itu, pasalnya Bila mengikuti olimpiade sebulan lebih, sekarang sudah jam istirahat dan cewek itu baru muncul, padahal tadi pagi tak ada.

"Gue di sini pastinya udah pulang, 'kan?"

Biar dijelaskan, Bila itu teman sebangku Anggi. Selama sebulan lebih mengikuti olimpiade Fisika tingkat nasional dan baru pulang sekarang.

"Dih, songong," balas Anggi.

"Tumben gak sama Vigo, biasanya maksa-maksa Vigo duduk bareng."

Anggi tak menjawab, dia tentunya malas membahas Vigo saat ini. Apalagi cowok itu terus melihat Anggi.

"Si Laura ngapaim"

"Noh, lagi sibuk belajar di belakang. Heran gue, tuh anak kalau jam istirahat lebih sering belajar daripada main," ungkap Anggi.

"Bagus dong. Emang Laura kayak lo, yang cuma bisanya recokin Vigo. Gue sampai gak sadar kalau Laura di belakang."

Sementara itu di tempat Vigo dan Raga, sejak tadi Vigo tak henti-hentinya melihat Anggi, hal itu sukses membuat Raga tersenyum kecut. Dia tak tahu bagaimana perasaannya saat ini, bahagia ataukah cemburu melihat Vigo bersama Anggi. Bahagia karena Vigo menuruti perkataannya. Cemburu karena sebentar lagi Anggi pasti bahagia bersama Vigo, bukan bersamanya.

"Thank ya, Go," ucap Raga membuat Vigo langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Raga.

"Gue lakuin ini bukan karena lo doang," ujar Vigo.

Raga mengangguk kecil. Ya, dia tahu, kemarin Vigo sudah mengatakan padanya bahwa dia melakukan ini bukan karena dia saja, tapi karena cowok itu memang kini memiliki perasaan pada Anggi. Setidaknya, Raga bisa sedikit tenang, karena Vigo pastinya akan menyayangi Anggi.

"Gue tahu, tapi itu udah buat gue bersyukur plus bahagia."

"Sampai kapan lo sembunyikan itu?"

Raga belum sempat menjawab, karena Lingga membalikkan badannya. Cowok itu bahkan sampai melupakan gamenya saking penasaran dengan obrolan Raga dan Vigo.

"Ngomongin apa sih lo berdua?" tanya Lingga malah dibalas cengiran Raga. Tentunya Raga tak menjawab, kalau dia menjawab, yang ada Lingga akan bercerita pada Laura dan Laura bercerita pada Anggi. Semuanya bisa-bisa terbongkar.

"Gak ada, gue sama Vigo rencananya mau buat surprise untuk Anggi. Itu ide dari gue sih, cuma Vigonya masih belum mau. Dia masih belum yakin sama perasaannya," jelas Raga.

Lingga manggut-manggut saja. Lalu dia berkata, "Jangan lama-lama, Go. Anggi bisa aja diambil orang, apalagi cowok di samping lo berpeluang besar."

"Apaan? Gue?" tanya Raga menunjuk dirinya sendiri dan dijawab Lingga dengan anggukan cepat.

"Kalau gue sama Anggi bareng, yang ada setiap hari itu perang dunia ketiga," imbuh Raga, membuat Vigo hanya tertawa kecil. Vigo menertawakan perkataan Raga bukan karena lucu, tapi karena kasihan pada Anggi. Orang yang selama ini dia cari ada di sini, tapi menyembunyikan diri agar tak ketahuan.

***

Minggu, 07 Agustus 2022

#1113 word

bougenvilleap_bekasi
Lyviajkm
_queennzaaa
Silvaqueen__

Plot Twist (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang