"Dari mana lagi?" tanya Sanjaya menatap Raga tajam, kepalanya menggeleng tak percaya anaknya benar-benar keterlaluan.
Sanjaya tak habis pikir dengan anaknya ini. Raga baru saja melupakan jadwa rutin cuci darahnya, padahal mereka sudah buat janji dengan dokter pukul tiga sore tadi, tetapi Raga baru pulang pada pukul empat sore. Sanjaya tentunya kesal, apalagi mengingat dia dan Wina sudah menunggu Raga lama.
"Maaf, Pa, tadi Raga ada urusan bentar sama teman," jelas Raga, tetapi tak sepenuhnya menjelaskan alasan dia lama pulang.
"Urusan apa, Raga? Kamu harusnya ingat, jadwal kamu cuci darah," sentak Sanjaya.
Papanya Raga itu mengacak rambutnya frustrasi. Sungguh, demi Tuhan, dia tak ingin kehilangan anak satu-satunya. Harusnya dia lebih tegas lagi pada Raga, harusnya dia lebih sering mengingatkan Raga perihal jadwalnya cuci darah, agar tak hal ini tak terjadi lagi.
"Urusan penting, Pa," balas Raga tak ingin menjelaskan lebih detail.
"Sepenting apa urusanmu itu sampai kamu lupain jadwal cuci darah?" timpal Wina bertanya. Jelas saja, mamanya yang yang hanya diam kesal karena Raga tak meminta izin atau memberitahu pada mereka. Sekalipun Raga ada urusan penting, cowok itu sama sekali tak melupakan jadwal cuci darahnya.
"Apa gak bisa buat janji lagi, Pa?" tanya Raga mencoba untuk bernegosiasi.
Sanjaya menghela napasnya lelah. Papanya Raga itu malah mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu, tanpa menjawab pertanyaan Raga. Sementara Wina, menatap anaknya sendu.
"Jangan kayak gini, Mama sama Papa melakukan ini demi kamu. Sementara menunggu ginjal yang cocok dengan kamu, kamu harus menjalani cuci darah, sebelum semakin parah dan sebelum penyakit kamu memasuki stadium lima," tutur Wina menasihati Raga.
Raga menunduk, memikirkan kebodohannya yang tak meminta izin lebih dulu kalau dia ada urusan di luar, yaitu menemani Anggi bertemu dengan teman SMPnya. Raga melupakan jadwal cuci darahnya, dia juga melupakan bagaimana sayangnya kedua orang tuanya padanya.
"Dokter Bella bilang, sekarang kita boleh ke rumah sakit. Ternyata beliau hari ini shift malam."
Raga mendongak, dia tak menyangka kalau papanya baru saja menghubungi dokter pribadinya, dan membuat janji lagi. Raga tersenyum senang, cowok itu langsung berlari ke kamarnya, untuk mengganti baju tanpa mandi. Dia tak ingin menyia-nyiakan waktu.
***
Sesampainya di rumah sakit, Raga langsung dibawa ke ruang HD (Hemodialisis/Cuci darah) oleh dokter Bella. Proses cuci darah akan dilakukan, sekitar tiga sampai empat jam dan dua sampai 3 kali dalam seminggu.
Prosedur cuci darah untuk membantu mengontrol tekanan darah dan menyeimbangkan kadar mineral penting, seperti kalium dan natrium dalam darah.
Walaupun dapat membantu meringankan gejala sakit ginjal yang dialami, prosedur ini bukan obat yang dapat menyembuhkan gagal ginjal, baik gagal ginjal akut maupun kronis. Hemodialisis atau cuci darah biasanya digunakan bersamaan dengan pengobatan lainnya. Cuci darah berfungsi untuk membersihkan dan menyaring darah dengan bantuan mesin. Hal ini dilakukan sementara waktu agar tubuh bebas dari limbah beracun, garam, dan cairan berlebih.
Selain itu, terkadang prosedur cuci darah ini juga digunakan untuk membersihkan penumpukan zat yang berasal dari obat. Singkatnya, hemodialisis atau cuci darah bekerja untuk menggantikan fungsi ginjal. Maka dari itu, Raga perlu melakukan cuci darah rutin.
Proses hemodialisis biasanya dilakukan menggunakan mesin dialisis dan alat penyaring khusus yang disebut ginjal buatan (dialyzer). Ginjal buatan ini nantinya bekerja untuk membersihkan darah dalam tubuh.
Agar darah dapat mengalir ke ginjal buatan, dokter akan melakukan pembedahan untuk membuat jalur masuk (akses vaskular) ke pembuluh darah
Sebelum proses cuci darah dimulai, Raga dicek berat badannya, kemudian dicek suhu tubuh, berlanjut dengan mengecek tekanan darahnya. Setelah itu, Raga diminta untuk berbaring karena proses cuci darah dimulai.
Dokter Bella membersihkan akses pembuluh darah yang telah dibuat untuk pemasangan jarum. Jarum yang telah terhubung dengan selang cuci darah dipasang di titik akses yang telah dibersihkan. Satu jarum berfungsi untuk mengalirkan darah dari dalam tubuh ke mesin, sedangkan satu jarum lainnya berfungsi untuk mengalirkan darah dari mesin ke dalam tubuh.
Setelah jarum terpasang, darah akan dialirkan melalui selang steril menuju alat filterisasi atau dialyzer. Zat-zat sisa metabolisme dan cairan tubuh yang berlebihan akan dibuang, sedangkan darah yang sudah melalui proses cuci darah akan dikembalikan ke dalam tubuh.
Raga perlu menunggu tiga sampai empat jam hingga cuci darahnya selesai. Cowok itu menyibukkannya dirinya dengan memainkan ponselnya, sekadar scroll Instagram, melihat-lihat story Instagram milik teman-temannya. Dia tersenyum, merasa kasihan pada diri sendiri karena tak bisa seperti mereka semua. Keluar hingga larut malam, makan apa saja, bahkan tak mudah kelelahan. Raga ingin seperti mereka, tapi sayangnya tak bisa.
Selama proses cuci darah, papa dan mamanya menunggu di luar. Dari pertama kali dia cuci darah, hingga sekarang, kedua orang tuanya tak pernah absen menemaninya. Raga bersyukur memiliki orang tua yang perhatian padanya.
Ponselnya yang dia mainkan tadi bergetar lama, tanda panggilan masuk. Cowok itu tersenyum kala yang meneleponnya adalah Anggi. Tanpa berpikir panjang, Raga langsung mengangkat panggilan dari Anggi itu, dia tersenyum kala mendengar sapaan dari Anggi.
"Ada apa, nih, khodamnya Vigo sampai nelpon gue?"
"Sialan!" umpat Anggi. Cewek di seberang sana, niatnya menelepon Raga ingin mengajak Raga keluar malam ini, tapi dia malah dibuat kesal.
Di seberang sana, Anggi mengernyit heran mendengar suara mesin. Alhasil, cewek itu pun bertanya.
"Itu suara apa?"
Raga menoleh ke kanan, letak mesin dialisis yang masih mencuci darahnya. Cowok itu tersenyum kecil, kemudian menjawab, "Bukan apa-apa."
"Oh, mau jalan gak?"
Raga menggeleng. Dia tak mungkin menerima ajakan Anggi di saat dia tengah melakukan cuci darah. Sadar kalau Anggi tak melihatnya, Raga pun menolak ajakan Anggi hati-hati.
"Maaf, Gi, gue gak bisa. Lagi nemenin sepupu gue di bengkel."
Anggi mendesah kecewa, walau begitu dia tetap tak bisa membuat Raga mau menemaninya jalan-jalan. Alhasil cewek itu izin mematikan sambungan telepon.
"Udah dulu deh, Ga. Gue mau ngajak Laura aja kalau gitu."
"Iya, hati-hati. Nanti kalau pulang, telfon gue aja, nanti gue jemput."
Setelah sambungan benar-benar terputus. Raga kemudian meletakkan ponselnya di ranjang, tangannya diletakkan di kening, hingga menutup matanya. Daripada harus menunggu proses cuci darah selesai, dan akan membuatnya bosan, Raga memilih tidur sejenak. Dia ingin melupakan perihal penyakitnya dulu, dia juga ingin berhenti berpikir perihal penyakitnya sejenak. Karena kalau dia sering mengingat penyakitnya, yang ada Raga rasanya ingin menangis, apalagi mengingat bagaimana perjuangan mama papanya.
***
Selasa, 02 Agustus 2022#1010 word
KAMU SEDANG MEMBACA
Plot Twist (END)
Novela JuvenilSpin-off Ayo Peka! -Cerita ini diikutsertakan dalam 30 days Writing Marathon Challenge with Bougenvillea Publisher Cabang Bekasi- Vigo sadar, Anggi mengejarnya hanya karena menjadikan dia sebagai pelarian. Sebenarnya Anggi tengah mencari sahabat kec...