Hari Baru 1

116 18 2
                                    


Soobin sudah bangun pagi-pagi sekali. Sekarang ia sedang mengelap meja dan menyapu lantai ruangan Arin. Matahari sudah tinggi, gorden sudah disibak Soobin sejak pukul lima pagi tadi, membuka jendela sedikit agar udara segar masuk ke dalam ruangan.

"Pagi kak." Soobin menyadari Arin yang mulai menutupi wajahnya karena cahaya matahari yang mengganggu tidurnya. "Makanannya baru dateng, masih anget loh. Langsung makan ya?" Tawar Soobin.

Arin mengangguk. "Kamu udah makan Bin?"

"Udah tadi. Aku beli soto di depan." Kata Soobin. Lelaki itu mencuci tangannya du wastafel setelah meletakkan sapu di ujung ruangan. "Perutnya masih kram nggak? Tadi dokter sempet dateng meriksa keadaan kamu." Ucapnya sambil menarik kursi dan mengambil meja lipat untuk Arin.

"Nggak se-kram kemarin. Ini udah mendingan banget." Kata Arin sambil mencoba duduk.

"Nanti kamu udah bisa pulang loh kak. Tapi di USG dulu lagi. Kalo ada hal-hal lain yang dirasa kamu masih harus nginep, ya nginep lagi." Jelas Soobin. "Nih, aaaaa~" ia menyodorkan sendok berisi penuh nasi dan kuah sayur ke mulut Arin.

"Bisa makan sendiri padahal aku." Kata Arin sambil mengunyah nasinya.

"Kapan lagi ya kamu mau aku suapin kalo nggak sekarang." Soobin senyum-senyum.

"Kamu mau aku sakit terus?"

"Ih, nggak gitu kak. Kamu ah, sukanya mikir aneh-aneh." Soobin memutar matanya malas.

"Kira-kira kamu bakal ngidam apa ya kak." Soobin menerka-nerka, ia meletakkan telunjuk pada dagunya. "Ntar lucu nggak sih kalo kamu ngidamnya minta aku peluk."

"Hah. Mana ada ngidam kayak gitu. Yang ada malah aku makin nggak mau deket-deket kamu." Arin memutar matanya malas sambil terus mengunyah makanannya. "Paling-paling kalo aku minta sesuatu malem-malem kamunya males bangun."

Soobin menyuapkan lagi nasi. "Nggak lah. Aku pasti semangat cariin. Ya, sayang?" Soobin berbicara pada perut Arin. Soobin meletakkan sendok dan piring di atas meja lalu mendarkan kepala pada paha Arin, memeluk pinggangnya, dan mengelus perutnya. "Nanti Ayah beliin apa aja yang anak Ayah mau."

"Lihat aja besok."

"Kok kamu gitu sih? Kamu nggak percaya ya sama aku?" Soobin menjauhkan tubuhnya, cemberut.

"Mulai, drama."

"Beneran loh." Soobin menyodorkan sesendok nasi dan lauknya.

"Iya iya iya." Arin meng-iyakan saja sambil mengunyah makannya. Soobinnya ini manis sekali, lucu. Arin menggodai Soobin karena tidak mau terbawa perasaan, malu.

"Nanti ibu mau ke sini. Tapi kayaknya pas aku ke kantor deh. Aku libur kok, aku dapet cuti tiga hari buat kamu. Aku cuman mau ambil barang yang kemaren masih ada di kantor. Habis itu langsung balik sini lagi."

Arin mengangguk-ngangguk. "Orang kantor udah tau dong, aku hamil."

"Ya tau lah! Kan ini kebahagiaan, harus disebar kemana-mana. Aku udah kontak kak Yooa juga, ngontak temen bimbel kamu. Surat cutinya lagi diurus."

"Gercep ya kamu."

"Baru nyadar?"

"Iya."

"Aku kan suami siap siaga 24 jam. Apalagi nanti kalo kamu mau lahiran. Aku bakal ambil cuti sebulan." Katanya sambil menggebu-gebu.

"Iya iya Soobin." Arin menepuk-nepuk pipi Soobin. "Dah ah, aku udah kenyang." Arin mendorong piring yang dipegang Soobin menjauh.

"Eh, masih baru berapa suapan kak. Kamu harus minum obat, makannya harus banyak." Omel Soobin.

Rumah Tangga [Soobin&Arin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang