Menerima

142 23 0
                                    

DUARRR!!
Hi!!

●●●

Arin mengusap wajahnya kasar setelah Bundanya pergi. Ia masih menangis dan tidak melirik sama sekali makan siang yang disediakan rumah sakit. Sambil tidur terlentang ia gunakan satu lengan tangannya untuk menutupi mata dan satunya memegang perutnya yang masih datar. Arin sungguh belum siap. Bahkan selama ini dirinya dan Soobin tidak pernah membicarakan hal serius mengenai anak. Arin masih fokus pada karirnya yang masih kecil dan masih ingin sekolah lagi. Arin juga tau Soobin masih mengumpulkan pundi-pundi uang untuk rumah tangga mereka yang baru jalan 3 bulan ini.

Lama ia menangis, lebih dari satu jam hingga dadanya sesak dan matanya berat. Tapi ia lapar, sangat lapar. Sejak semalam ia belum makan, pagi belum sarapan karena langsung ke rumah sakit. Ada semangkuk sup dan nasi yang yang sudah dingin di meja ruangannya. Saat ia hendak meraih kedua benda tersebut, ia tak sengaja melihat bayangan kaki dari celah pintu.

Soobin.

Sudah pasti itu Soobin. Tidak mungkin suaminya yang teramat sayang padanya itu pergi terlalu lama meninggalkan Arin seorang diri.

Sudah berapa lama dia di luar sana?

Arin semakin tidak bisa menghadapi semua ini. Ia tidak mampu berhadapan dengan Soobin. Bagaimana kalau Soobin sudah tau mengenai kalimat-kalimat yang tadi ia lontarkan pada Bundanya. Arin tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Soobin. Ia pasti menyakiti hati Soobin. Arin kembali berbaring menghadap jendela, memunggungi pintu ruangannya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, menahan air matanya yang tidak kunjung berhenti mengalir. Ia usap air mata dan ingusnya dengan selimut rumah sakit ruangannya. Kembali ia tarik nafas dan buang pelan-pelan, menetralisir rasa sesak di dalam dadanya. Lalu ia pejamkan matanha rapat-rapat saat Soobin menekan engsel pintu. Arin tidak bisa mendengar langkah kaki Soobin. Tapi setelah itu ia bisa merasakan bahwa suaminya sedang duduk pelan di samping ranjangnya.

"Sayang..."

Soobin mengusap pundak Arin lalu turun ke pergelangan tangan Arin dan mengusap punggung tangan Arin yang diinfus, dengan lembut. Pria itu menelusupkan kepalanya ke ceruk leher Arin sambil memeluk dirinya semakin erat.

"Maafin aku."

Tangis Arin tidak bisa pecah. Ia langsung balik menggenggam erat tangan Soobin dan memeluknya. Soobin mengangkat kepala Arin dan menjadikan kedua lengannya sebagai bantal Arin, menariknya lebih dekat.

"Aku minta maaf ya.." Ucap Soobin tidak jelas karena bibirnya teredam rambut-rambut Arin, ditambah ia sambil menangis.

Arin menggeleng. "Enggak sayang. Aku yang minta maaf" Balasnya. "Sayang aku minta maaf sama kamu." Lanjut Arin. Ia meremas baju kaos Soobin sambil menekan wajahnya pada pundak Soobin. "Maaf aku belum bisa nerima kalo aku hamil. Maaf pikiranku kacau, aku kaget, aku takut, aku nggak siap, aku masih belum mau. Maaf aku nyakitin hati kamu, Bin."

Soobin menarik diri. Ia mengusap air mata dan ingus di hidungnya. Lalu menggeleng. "Nggak papa sayang. Aku bisa paham kamu syok. Aku paham posisi kamu, aku minta maaf ya..." Soobin menghapus air mata Arin yang membasahi pipinya.

"Soobin..." Arin menangis lagi. Ia menabrakkan wajahnya ke dada Soobin. Mengusap-usapkan wajahnha di sana. "Aku jahat banget sama kamu. Aku jahat banget sama anak kita. Aku jahat sama bunda, sama ibu kamu, sama semuanya."

Soobin hanya mampu mengecup puncak kepala Arin berkali-kali. Ia masih tidak bisa berbicara. Dadanya masih sesak juga.

"Aku.. a-aku nggak ngehargain Bunda sebagai Bunda aku, aku nggak ngehargain ibu kamu sebagai ibu kamu, aku nggak ngehargain anak kita, aku nggak ngehargain kamu sebagai suami dan ayah dari anak kita." Lanjutnya masih sambil terisak.

"Sshh... sayang, jangan bilang gitu." Hibur Soobin. "Jangan bilang gitu ya? Hm?" Soobin menangkup wajah Arin dan menghapus lagi air mata yang membanjiri wajah cantiknya.

Arin mengangguk.

"Sekarang kamu makan dulu ya? Laper kan?" Soobin melirik sup dan sepiring nasi di meja. "Kamu mau makan selain ini? Kamu mau makan apa kak?"

"Makan itu aja."

"Mau?"

"Iyalah. Kenapa nggak mau?" Katanya sambil tertawa.

"Udah dingin gitu soalnya."

"Nggak papa." Balasnya.

"Aku suap ya?" Soobin membuka plastik wrap yang menutupi nasi dan supnya.

"Makan sendiri."

"Tapi aku mau suapin kamu." Rengek Soobin.

"Jelek banget, itu ingusmu, itu ada upilnya di pipi kamu." Arin tertawa.

"Mana? Eh iya." Lalu ia membuangnya begitu saja.

"Jorok Bin." Arin mencubit lengan Soobin. "Cuci tangan sana!"

"Iya iya bawel." Soobin mencuci tangan di wastafel pojok kamar.

Soobin menarik kursi, lalu menarik meja yang ada di bawah kaki Arin hingga kokoh berdiri di hadapan Arin.

"Bunda mana, Bin? Kamu ketemu Bunda kan?" Tanyanya tiba-tiba.

"Iya ketemu. Bunda lagi makan siang tadi. Katanya mau langsung balik aja ke kantor karna aku udah ada buat jagain kamu. Bunda mau kita ngobrol dulu." Soobin menopang dagu memperhatikan Arin yang menyendokkan nasi dan kuah supnya. "Nanti aja dipikirnya ya sayang? Kalo kamu udah bener-bener sehat."

Arin mengangguk pelan.

"Tadi pagi aku beli sate tauk. Sekarang aku lupa satenya ada di mana. Kayaknya aku lempar deh ke kasur. Nanti kalo ada semutnya jangan marah ya-, AKU YANG BERESIN KOK hehe..." Ucapnya sebelum disela Arin.

"Iya iya nggak usah ngegas."

"Sebelum kamu marah-marah."

"Kamu mau nggak? Kamu belum makan juga kan?" Tawar Arin sambil menyodorkan sendok berisi nasi dan wortel di ujungnya.

"Aku sudah kenyang minum kopi tadi, tapi mau kalo kamu yang suap. Aaaaaa~" Soobin membuka mulutnya lebar-lebar. "Mmm~ kapan ya terakhir aku disuapin sama kamu? Kayaknya pas aku pingsan upacara dulu ya kak, pas SMA? Itupun 3 sendok doang soalnya aku muntah." Ucapnya dengan mulut penuh diakhiri tawa menggema.

"Jorok banget itu! Masa kamu muntahin aku." Arin menyendokkan lagi ke mulut Soobin.

"Aku kan bilang aku nggak mau, perut aku nggak enak dimasukin makanan. Malah kamu suap, pake soto pulak." Lanjutnya sambil mengunyah.

"Itu maag namanya. Kamu telat makan, kalo nggak dipaksa makan malah parah nanti." Arin ganti menyendokkan makanan ke mulutnya.

"Habis itu kakak aku dateng, marah-marah. Disendokin semua satu mangkok, disuruh habisin. Pas mau muntah dimarahin, ya nggak jadi muntah." Katanya.

"Ya emang harusnya dimarahin." Arin menyendokkan lagi ke dalam mulutnya.

Mereka begitu selama 10 menit. Makan, tertawa, cerita-cerita, gitu terus sampe perawat masuk buat mengecek keadaan Arin untuk sore nanti bisa dibawa pulang.








Pendek dulu yah hehew💕🥲🙌🏼

How's your day guys????

Miss me??

//GAK

Btw sorry menghilang lamaaaaaaa bgt //gile emg ni author kwkwkw

Anyways thx for watinggggg omg, and happy readingg. Nggak bisa janji bakal update cepet karena mau KKN, cihuyyy. Pokoknya doain aja aku punya waktu gabut trus nulis ini kwkwkw. Imajinasinya itu ada, tapi nulisnya susah kwkwkw.

Big love💖
-alfa

Rumah Tangga [Soobin&Arin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang