Arin dengan badan lelahnya berjalan gontai menuju kamar hendak bersih diri dan kembali mengerjakan tugas kantornya. Hari ini pekerjaannya banyak sekali, apalagi ia mengambil alih kerjaan juniornya yang belum bisa dibilang bagus karena masih banyak kalimat yang tidak sesuai dan harus dicek serta dibenarkan ulang olehnya. Di tangan kanannya ia menggendong map berwarna biru muda dan kuning yang rencananya akan ia cicil kerjakan malam ini juga."Aku mau mandi dulu ya, Bin." Ucap Arin sambil berjalan ke kamar pada Soobin yang sedang duduk di depan kulkas, meneguk sebotol air putih dingin.
Setelah Arin membuka pintu, tubuhnya kaku dan diam dalam beberapa saat sebelum akhirnya menaruh map-mapnya dengan keras ke kasur. Ia menghela nafas berat sambil menyisir rambutnya ke belakang dan memijit kepalanya. Kasur berantakan, selimut yang belum dilipat, baju-baju di atas kasur, lemari yang terbuka dan menampakkan satu deret isinya acak-acakan. Arin sedang diuji menjadi manusia yang sabar sepertinya.
"Oh astaga..." ucapnya pelan sambil memunguti baju-baju di atas kasur, mengembalikannya ke gantungan baju, mengeluarkan baju yang lipatannya acak-acakan untuk ia lipat dan ia tumpuk lagi di dalam lemari. Tak lupa juga menata kasur dan melipat selimut. Setelah itu baru pergi mandi, menyegarkan badan dan pikirannya dari hari ini yang baginya sungguh-sungguh berat untuk dilalui. Sebenarnya ia biasa pulang malam dan membawa sisa tugas yang belum terselesaikan di kantornya. Tapi sekarang beda lagi rasanya. Kalau dulu sampai rumah Arin bisa langsung mandi, makan, dan lanjut mengerjakan tugas-tugasnya. Sekarang ia juga harus membereskan rumah, masak untuk Soobin, belum lagi Soobin yang suka minta tolong dicarikan barangnya. Ada banyak hal yang membuat tugas-tugasnya harus dikerjakan nanti-nanti.
"Kak tadi aku goreng kornet sama sosis buat kakak juga." Soobin duduk di kursi meja makan saat Arin datang dengan handuk yang masih membungkus rambutnya. "Pasti kamu laper kan ya?" Soobin menyodorkan piring kepada Arin.
"Makasih." Arin membalasnya singkat. Tak banyak bicara, ia langsung duduk dan makan. Soobin yang ada di sampingnya pun ikut diam karena merasakan hawa-hawa tidak enak dari istrinya itu.
Arin juga diam saja, padahal di kamar mandi tadi ia sudah menyusun skenario untuk mengomel dan memarahi Soobin tentang baju-baju dan kasur yang belum dibereskan setelah bangun tidur. Tapi melihat wajah Soobin dia jadi tidak tega. Apalagi pria itu menyodorkan piring dengan wajah sumringah, senang, bangga telah memasak kornet dan sosis untuk dirinya yang kelelaham bekerja. Tapi meski begitu Arin tidak bisa jika tidak cuek kepada Soobin. Entah seluruh energinya sudah habis meski hanya digunakan untuk berbicara.
Soobin menggigit bibir dalamnya. Biasanya dia berani mengusili Arin meski wanita itu dalam keadaan mood yang tidak baik. Tapi entah kali ini dia jadi takut dan memilih untuk diam saja. Ia bahkan lupa memberikan kalung couple pemberian Yeonjun untuk hadiah pernikahan mereka. Mungkin juga masih tertinggal di dalam mobil. Soobin hanya memajukan bibirnya sambil mengetuk-ngetuk meja makan pelan.
"Kamu habis ini mau ngerjain tugas tadi ya?" Tanyanya konyol. Bahkan di perjalanan pulang mereka berdua membicarakan tugas-tugas Arin. Soobin ingin menabok bibirnya, dia tidak bisa mencari topik lain untuk membuat Arinnya yang manis ini angkat bicara.
"Iya, biar cepet selesai." Balasnya dengan malas.
"Aku temenin yah."
"Nggak usah. Aku lama."
Soobin mengusap-usap tengkuknya.
"Ngerjainnya di kamar aja, di atas kasur biar sama aku." Bujuknya lagi.
Arin mengalah. Tidak mau lagi debat di situasi ia sedang lelah seperti ini. "Iya oke."
Setelah itu diam hingga Arin selesai makan dan menaruh piringnya di wastafel. Soobin mengekori Arin ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tangga [Soobin&Arin]
Fiksi PenggemarMenikah emang banyak berantemnya, apalagi kalo usia pernikahannya masih muda, ditambah umur Soobin dan Arin yang memang masih sangat muda. Terlebih lagi Soobin yang setahun lebih muda dari Arin. "Kenapa sih kakak marahin aku terus." "Kak marah ya...