Bagian 18

134 24 2
                                    

Hera dilarikan ke rumah sakit, wanita itu mengalami pendarahan sejak keluar dari bangunan tadi. Darahnya begitu banyak hingga orang-orang yang melihatnya bergidik ngeri. Bahkan darah itu, masih menetes seiring langkah Namu membawa Hera.

"Dokter, tolong!" teriak Namu yang pertama kali masuk ke ruangan resepsionis.

Para perawat kalang kabut mencari bangkar, Namu membaringkan Hera di atas sana, dan membiarkan para perawat itu membawanya ke ruang UGD.

Jimin datang dengan membopong Taehyung yang sudah sangat lemah itu. Tangannya yang memang patah lalu dipaksa bergerak, sukses membuat Taehyung tidak berdaya. Rasa sakitnya baru terasa.

Taehyung juga dibawa ke ruangan untuk diberi pertolongan, sebenarnya Jimin juga butuh itu, terutama di bagian pinggangnya, itu benar-benar sakit saat Taehyung yang bongsor itu mendarat di atas tubuh kurusnya. Rasanya tulangnya juga patah.

Namun, Jimin memilih mengalah dan membiarkan Taehyung diberi pertolongan terlebih dahulu. Rasa sakit di pinggangnya tidak ada rasanya lagi saat melihat keadaan Hera. Jujur, pria itu juga cemas. Siapa yang tega melihat seorang wanita hamil dan mengalami pendarahan parah?

Tidak ada yang tega, kecuali jika hati mereka tidak ada.

Namu terduduk di kursi yang tersedia, tak jauh dari sana ada Jimin yang duduk termenung, entah apa yang ada di pikirannya. Yang jelas pikiran itu sedang sangat kacau.

***

"Jimin, apa yang terjadi?" Park Jin datang setelah anaknya Jimin mengatakan jika ia berada di rumah sakit, setelah seharian ini tidak bisa dihubungi. Tentunya Jin datang dengan perasaan panik, apa yang terjadi dengan anaknya itu?

Mendapati keadaan Jimin yang sangat lusuh dan memprihatinkan, Jin langsung saja memeluk anaknya itu.

"Baiklah, ceritakan pada Papa, apa yang terjadi?"

"Pa ... tidak saat ini." Jimin berucap lirih, "saat ini, tolong bantu mengurusi biaya rumah sakit, Jimin mohon," lanjutnya.

Jin berusaha mengerti dengan keadaan yang terjadi, ia tidak akan memaksa Jimin untuk bercerita. "Baiklah, akan Papa urusi." Jin berniat pergi sebelum Jimin berucap.

"Tunggu, Pa! Satu hal lagi ... aku minta Papa bantu aku dalam menangkap penjahat." Iya, Papa Jimin adalah seorang polisi. Tentu Jimin meminta bantuan pada orang yang tepat.

"Penjahat?"

"Iya, seseorang yang hampir membunuh aku, juga Taehyung. Ia sangat berbahaya jika dibiarkan terus berkeliaran."

"Papa akan membantu kalian hingga penjahat itu tertangkap, tenang saja, akan Papa kejar penjahat itu dan menghukumnya," kata Jin berkobar-kobar, ia begitu emosi saat mendengar ada orang yang berani mengancam nyawa anak semata wayangnya, dan sialnya, kenapa Jimin baru memberi tahu sekarang?

"Terimakasih, Pa."

***

Ini sudah satu hari berlalu setelah kejadian kemarin, Hera masih belum sadar. Ini karena Hera terlalu letih, dan rasa ketakutan luar biasanya, sukses membuat Hera pingsan selama ini.

Saat itu, Taehyung yang tangannya dan juga luka-luka di sekujur tubuh sudah diperban, kini ia berada di ruangan Hera ketika dia sadar dan mendengar jika Hera tidak kunjung bangun. Taehyung begitu cemas ... juga begitu terpukul, namun merasa senang juga dalam satu waktu. Senang karena ... tidak akan ada keturunan dirinya yang lahir dari Hera. Karena jelas semua itu salah besar, jika bayi itu lahir bagaimana Taehyung harus mengenalkan dirinya? Ayah ... atau bahkan Paman? Diam-diam Taehyung begitu mensyukuri hal ini. Ia tidak sanggup, jika memang anaknya lahir, sudah dipastikan dendam akan berlanjut hingga ke generasi selanjutnya.

Move to Hell [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang