𝐄𝐏𝐈𝐋𝐎𝐆

79 5 1
                                    

VOTE DULU. AKU MAKSA!
Jangan malu buat nulis komentar juga, ya.
Terima kasih

Selamat Membaca

🌙🌙🌙

Setiap hujan dan petir datang, aku selalu teringat kejadian itu. Kejadian yang merenggut nyawa orang yang aku sayang. Air mataku jatuh mengenai sketsa wajah Alfa. Lantas aku mengusapnya pelan.

"Al," lirihku.

Penyesalan karena tidak sempat mengutarakan perasaanku padanya sampai saat ini masih bisa aku rasakan. Andai aku membalas perasaan Alfa sewaktu di danau. Andai aku tidak labil dan bingung soal perasaanku, pasti Alfa tidak akan mengajakku bertemu di danau besok harinya.

Aku menutupi wajahku ketika tangisku semakin menderas. Namun aku ingat, Alfa tidak suka jika aku menangis. Dia suka jika aku tersenyum. Aku mengusap air mataku dan mengatur nafas. Meskipun sesenggukkan, aku berusaha menampilkan senyuman.

Aku bersyukur karena meja di dekat tempat dudukku sepi pengunjung. Tidak ada yang mengetahui jika aku sempat menangis di sini. Aku menutup sketchbook dengan hati-hati. Sketchbook yang menjadi kenangan dan saksi bisu pahit manisnya kisahku dengan Alfa.

TING

Ponselku berdenting. Aku mengambil dan membuka pesan yang baru saja masuk. Senyumku muncul ketika membacanya.

Aku menaruhnya kembali di atas meja dan menyeruput kopi. Tanganku juga mengambil garpu untuk memotong tiramisu.

"Hm."

Benar kata orang, menunggu itu melelahkan. Sepertinya kekasihku itu benar-benar sibuk. Aku mendesah pelan lalu melirik jam tangan sekilas.

"Kurang lima menit lagi."

Tepat saat aku mengatakan itu, orang yang aku nantikan baru saja keluar dari mobil. Dia mengenakan payung pemberian dari Alfa.

"Maaf lama."

"Emang," balasku sinis.

Dean tertawa. "Kamu masih keinget itu lagi?" tanya dia sembari menunjuk meja.

"Hm?" Aku mengikuti arah pandangnya lalu mengangguk. "Iya. Kapanpun hujan turun, aku pasti inget kejadian itu."

"Mending kita ke butik aja, ya. Jamnya udah mepet."

Aku berdehem, "Iya. Sampe lupa."

"Eh, itu kopinya diminum dulu, Dean. Aku udah pesen tadi," sambungku sambil memasukkan barang-barangku ke dalam tas.

"Yaudah, aku minum dikit."

Aku melihat Dean meminum kopi dengan tergesa-gesa sampai tersedak. Refleks aku mengambil tisu dan menyerahkan kepadanya. "Pelan-pelan aja. Gak bakal tutup juga butiknya," kekehku.

Dia mengusap mulutnya yang agak belepotan. "Tetep harus cepet, Air. Ayo berangkat."

"Iya."

🌙🌙🌙

"Yah, basah."

"Maaf, Air," kekeh Dean.

Aku ikut terkekeh. "Pundak kamu juga ikutan basah, tuh."

"Gak papa."

Aku dan Dean telah sampai di depan butik. Aku menunggunya selesai menutup payung agar bisa masuk bersama. "Udah?" tanyaku.

"Udah, ayo masuk."

TING

Bunyi lonceng dari pintu langsung terdengar di telingaku begitu sudah masuk ke dalam. Butik ini sepi karena aku sudah reservasi terlebih dahulu sebelum ke sini.

𝐋𝐔𝐍𝐀 ( 𝐄𝐍𝐃 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang