𝐁𝐀𝐆𝐈𝐀𝐍 𝟔

30 4 0
                                    

VOTE DULU. AKU MAKSA!
Jangan malu buat nulis komentar juga, ya.
Terima kasih

Selamat Membaca

🌙🌙🌙

Pagi hari ini aku berencana membuat french toast sebagai menu sarapan. Karena aku sudah membuatnya dari tadi, kini aku hanya perlu menambahkan selai coklat dan irisan pisang di atasnya.

Aku mengambil gelas dan menuangkan susu yang baru aku keluarkan dari kulkas. Kemudian aku membawanya ke meja makan beserta sarapanku tadi.

Terkadang aku iri dengan keluarga yang selalu menyempatkan untuk sarapan bersama. Aku juga ingin merasakan kembali saat-saat itu. Namun keinginan memang tidak seindah realita. Kursi yang aku harapkan akan diisi oleh kedua orang tuaku pada kenyataannya kosong. Hanya ada aku sendirian di sini.

Daripada berlarut-larut dalam pikiran, aku segera menyelesaikan sarapan sebelum terlambat pergi ke sekolah. Aku meneguk susu hingga tandas lalu meletakkan bekas gelas dan piring ke dalam kitchen sink.

Aku tidak suka menunda pekerjaan. Selain semakin menumpuk, belum tentu juga aku akan mempunyai waktu luang untuk mengerjakannya. Oleh karena itu, begitu aku selesai sarapan, aku langsung mencucinya.

Tanganku menyentuh lap yang tergantung di bawah kabinet dinding. Aku mengelap kedua tanganku yang basah dengan itu. Aku melirik jam dinding yang terpasang di tembok dapur.

"Jam enam."

Aku segera mengambil ransel dan memakai sepatu sekolah. Sebelum keluar, aku menyempatkan diri untuk bercermin terlebih dahulu. Setelahnya barulah aku keluar.

KLIK

KLIK

Disaat aku menutup pintu, pintu dari unit seberang juga ikut berbunyi. Setelah aman, aku berbalik badan.

"Astaga!" pekikku kaget. Punggungku menghantam pintu dengan tangan kiri yang memegang handle.

"Kamu gak papa? Kok kaget gitu pas lihat aku?" tanya Alfa sembari mendekatiku.

Bagaimana tidak kaget jika tiba-tiba saja Alfa sudah berdiri di depan pintu sambil bersandar dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Bahkan laki-laki itu sempat tersenyum tadi.

"Penguntit," sarkasku.

"Siapa, Lun?" tanyanya sambil melihat sekeliling koridor.

"Kamu."

Satu kata dariku mampu membuatnya terdiam. Kepala yang tadinya sibuk menoleh ke sana-sini langsung berhenti dan memutar pandangan ke arahku. "Aku?" beonya seraya menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuk.

Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Ngapain pagi-pagi ke sini kalo bukan penguntit," ucapku datar.

Dia malah tersenyum seolah mengejekku. Alih-alih menjawab pernyataanku, dia malah berjalan mundur sampai tiba di pintu unit seberang. Alfa menekan password dan pintu tersebut langsung terbuka. "Sekarang paham?" tanyanya.

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Jari telunjukku mengarah kepadanya. "Jadi kamu ... "

"Tetangga. Aku tetangga baru kamu, Lun. Bukan penguntit kayak yang kamu bilang tadi," jelasnya lembut.

Seketika rasa bersalah muncul dari dalam diriku. Ah, seharusnya aku tidak asal berbicara seperti tadi. "Maaf," cicitku pelan.

"Apa? Kamu bilang apa, Lun?"

𝐋𝐔𝐍𝐀 ( 𝐄𝐍𝐃 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang