"Thanks Darren, Febbi. Hati-hati yah." Ujar Ara begitu ia diantarkan oleh couple itu pulang kerumahnya.
"Sans, besok Gibran sama Dessica yang bakal jemput lo." Ujar Darren mengingatkan.
"Ah nggak perlu Darren, gue bisa diantar sama bokap gue kok." Jawab Ara yang pastinya bohong karna Evan yang akan mengantarnya kesekolah seperti hari ini.
"Oh okay, bokap lo dah balik?"
"Iya semalem, makasih sekali lagi yah."
"Kabari aja kalo bokap lo nggak bisa anterin, biar kita jemput. Balik dulu Ra, masuk gih." Saran Darren.
"Langsung hubungi gue kalo lo mau kemana-mana, gue temani, ngerti Ra?" Febbi memperingati Ara lagi yang hanya diangguki Ara dengan senyuman kecil.
Begitu mobil Darren pergi dari pekarangan rumahnya barulah Ara masuk dan sudah disambut oleh Evan.
"Pulang juga lo, kok bukan Alex yang nganter?" Evan bertanya tanpa sopan santun sama sekali.
"Alex lagi sibuk." Bohong Ara yang kemudian pergi dari hadapan Evan karna ia tidak bisa berada didekat Evan lama-lama.
"Lo nggak make cincin lo?" Evan memperhatikan jari manis Ara.
Damn! Ara lupa, seharusnya ia bisa memakainya dulu sebelum masuk kedalam rumah.
"Aku menjadikannya kalung." Jujur Ara pada akhirnya.
"Cincin tuh di jari bukan leher, atau lo malu tunangan sama Alex?"
"Kita berdua masih muda, bakal lucu kalo orang-orang tau kita udah tunangan."
"Dan lo udah berani langgar peraturan yang papa kasih?"
"Masih tetep aku pake, aku nggak lepasin." Panik Ara.
Evan tertawa sinis, "Lo bakal kena hukuman sama papa, tenang aja." Evan berjalan meninggalkan Ara begitu saja setelah ia menyelesaikan ucapannya.
Sementara Ara hanya bisa menghela napas panjang, salahkah Ara jika ia berharap mereka semua cepat kembali ke Jerman saja? Ara melangkahkan kakinya ke kamar, hari ini akan menjadi hari yang panjang untuknya, ia yakin itu.
Benar saja, Ara baru mengganti pakaiannya saat pintu kamarnya di buka secara paksa dan menampilkan sang ayah yang sudah memandangnya dengan amarah.
Langkah tegas sang ayah membuat Ara berdiri membeku.
"Dasar anak tak tau diri!"
Plak
Sebuah tamparan pedas diberikan Johan pada pipi Ara, pria baya itu bahkan tak mau capek-capek atau basa-basi untuk bertanya pada Ara, kekerasan adalah jalan yang selalu Johan ambil jika sudah berurusan dengan Ara.
"Bisa-bisanya kau melanggar apa yang sudah ku katakan. Kau pikir kau sudah sehebat apa hingga kau berani melawan perintahku, huh?!" Suara Johan meninggi disertai dengan pukulan pada tubuh mungil Ara.
Ara tidak mengelak sama sekali, tidak merintih, tidak juga bersuara, mulutnya terkunci rapat, tubuhnya seolah menerima setiap pukulan dengan pasrah.
"Tadi dia juga diantar sama cowo pa, bukan sama Alex." Evan berujar yang semakin membuat Johan naik pitam pada anak gadisnya sendiri.
Johan mengambil sebuah penggaris besi yang memang selalu ada dimeja belajar Ara, tanpa babibu, ia kembali memukul Ara tanpa rasa ampun.
15 menit ruangan kamar Ara hanya terdengar suara pukulan dan omelan dari Johan juga beberapa kalimat yang dikeluarkan Evan untuk memanas-manasi sang ayah.
"Sekali lagi kau pulang dengan pria lain dan tak memakai cincin di jarimu maka aku tak segan-segan membunuhmu." Ancam Johan setelah itu pria baya itu keluar dari kamar Ara diikuti oleh Evan yang sudah menunjukkan senyum kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond - VRENE (lokal) - END
Teen Fiction"Gue nggak pernah suka sama lo, jadi jangan berharap banyak sama pertunangan ini."