Bab 2

1K 274 30
                                    

Melangkah lagi

Seperti lagu Vina Panduwianata yang sering Mitha dengarkan berkali-kali selama ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seperti lagu Vina Panduwianata yang sering Mitha dengarkan berkali-kali selama ini. Hari ini, ia melangkah lagi. Perlahan tapi pasti ia yakin bisa melewati semuanya, meski langkahnya sempat goyah dan meragukan diri sendiri. Namun, semua keraguan itu menghilang ketika melihat kembali hasil kerja Ara dan juga Bagas, berdiri kokoh di depannya.

Bangunan satu lantai beratap miring terlihat pas dengan pintu gebyok yang diapit jendela berbingkai warna coklat. Kesan njawani yang diinginkannya bisa Ara mengerti dan dengan mudah pria itu wujudkan. Terdapat jalan setapak berlapis paving sepanjang teras butik menuju pintu pagar kecil tambahan yang menjadi akses pelanggan menuju butik.

Neon sign bertuliskan Mamita Butik—hadiah dari kedua anaknya—menempel di dinding belakang meja kasir dan kaca depan menghadap jalan raya. Mitha tak bisa menghapus senyum bahagia ketika memandang itu semua. “Aku siap untuk melangkah lagi,” bisiknya entah pada siapa.

Ia masih bisa mengingat beberapa bulan lalu, ia mengajukan proposal pada kedua adiknya. Mitha ingin menggunakan  18 meter persegi dari halaman depan untuk mendirikan bangunan yang akan menjadi tempatnya bekerja. Karena Mitha ingin mengembangkan usaha mendiang ibunya yang ia ambil alih tak lama setelah sang ibu berpulang.

Kecintaannya pada kain traditional telah menjadi bagian hidupnya semenjak remaja, ketika Wulandari—sang ibu—memulai usaha jual beli kain batik. Ia bahkan telah bergabung dengan salah satu komunitas perempuan pecinta kain tradisional semenjak beberapa tahun yang lalu. Ia pun selalu menjadikan acara yang komunitas gelar di beberapa hari nasional seperti hari Kartini, hari Ibu atau hari Batik Nasional sebagai ajang promosinya.

Mamita Butik akan menjadi tempat di mana ia bisa menunjukkan kain tradisional yang ia perdagangkan di samping baju batik hasil karyanya. Mitha bertekad untuk bisa berdiri sendiri meski tidak ada suami disisinya.

“Selamat Mamita. Semoga sukses,” ucap semua orang padanya ketika butik resmi dibuka.

“Aku selalu berdoa untukmu Mamita. Aku, Ananta, juga Ayya akan selalu mendukungmu!” kata Rizky—adik yang juga memerankan fungsi ayah bagi Anjas dan Mara—selama tiga tahun ini merangkul pundaknya. Mitha mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang Rizky ketika merasakan pelukan adiknya.

“Makasi, Ky. Yang aku minta padamu dan Mala sudah terlalu banyak, dan sebenarnya butik itu enggak akan berhasil tanpamu,” ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati, membuat Mitha harus menahan tangis haru. Rizky mengambil peran besar dalam mewujudkan Mamita, karena adiknya tersebut terlibat semenjak ide itu tercetus. Ia tidak akan bisa melakukan apa yang adiknya lakukan dengan sosial media, membuat Mamita dikenal oleh pengguna internet aktif.

“Itu gunanya adik, Tha,” jawab Rizky yang tak pernah memanggilnya Mbak. Kebahagiaan tercetak jelas di wajah bapak anak satu di sampingnya. “Bagas datang, Tha.” Mitha mengikuti arah pandang adiknya dan melihat pria dengan senyum terkembang berjalan menuju dirinya bersama Ajisaka, kakak kandungnya. “Niat dia baik, Tha. Jangan ditolak dulu, kali aja ntar ketemu jodoh yang lebih ganteng dan tajir ketimbang Mas Aldy.” Mitha mendengus mendengar  Rizky menyebut nama mantan suaminya. Suasana hatinya menjadi buruk karena Rizky juga mengingatkan tentang rencana gila Bagas.

Dicomblangin MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang