Nata de Coco
Kafe yang terletak tepat di samping lapangan basket menjadi pilihan setiap kali ia mengantar kedua anaknya untuk latihan basket, olahraga yang keduanya geluti semenjak masuk SMP. Ia bersyukur ketika Bagas mengenalkan Basket pada mereka berdua, menjadikan keduanya sibuk dan mengalihkan pikiran dari peliknya hubungan kedua orang tua mereka.Ketika Bagas mengatakan akan mengenalkan calon nomor dua setelah ia menceritakan tentang tuduhan Aldy minggu lalu, ia merubah tempat untuk bertemu di sini. Karena syarat kedua anaknya yang harus kenal dengan siapapun yang akan dikenalkan Bagas.
Mengenal Bagas semenjak di bangku kuliah, waktu adalah kekurangan pria yang semenjak pagi mengirimkan pesan berisi ancaman untuk datang tepat waktu. Sepuluh menit sebelum waktu yang ditentukan, ia belum melihat batang hidung mantan pacarnya itu. Mitha memilih untuk membuka novel misteri yang belum diselesaikannya semenjak minggu lalu.
"Tha!" Karena terlalu larut dengan novel di tangannya, ia sedikit terlonjak ketika mendengar panggilan itu. "Udah lama? Sorry enggak bisa jemput," kata Bagas sambil menarik kursi di samping kanannya. Namun, matanya sesekali melirik kehadiran pria yang semenjak kedatangannya hanya senyum dan tidak berkata apa-apa.
"Sorry, tadi ajak Mas Saka," kata Bagas. "Karena kamu ganti ke sini, jadi sekalian aja aku ajak teman-teman Basket di sini."
"Apa hubungannya sama Mas Saka, sih, Gas?!" bisiknya sesaat setelah melihat Saka berdiri dan menuju counter, "Kebangetan kamu, Gas! Kenapa ajak Mas Saka kalau mau ngenalin aku sama teman kamu?!" tanyanya tidak percaya dengan kelakuan sahabat durhakanya tersebut.
Bagas melirik kakaknya lalu kembali memandangnya, "Mas Saka mau basket, Tha. Jadi sekalian, lah!" jawabnya enteng. Membuatnya ingin menggeplak kepala Bagas.
"Sekalian gundulmu! Kamu mau nyomblangin aku sama temanmu atau kakakmu! Urusan begini kok bawa Mas Saka!" Mitha mencecar Bagas yang tak terlihat keberatan mendapat omelan.
"Heh! Aku enggak mau punya kakak ipar tambahan. Lagian kamu bawa anak-anak, kan!"
"Beda kasus, dodol!" hardiknya bersamaan dengan Saka meletakkan nampan berisi tiga gelas minuman. "Mas Saka belikan aku minum juga?" Ia heran melihat sikap Saka bertolak belakang dengan Bagas yang tak terlihat merasa bersalah karena membawa kakaknya hari ini. "Makasih, ya. Mas."
"Minum dulu, baru hajar Bagas." Mitha tersenyum ketika melihat Saka melirik Bagas. "Saya enggak tahu kalau kalian ada janji hari ini. Kamu ngapain ke sini?" Tanya Saka heran.
Pria di depannya mengikuti arah yang ditunjuknya lalu mengangguk mengerti ketika melihat kedua anaknya mengangkat tangan ke arah mereka sebelum kembali memperhatikan pelatih menunjukkan gerakan yang harus mereka ikuti. Keseriusan keduanya seakan menjadi angin segar bagi Mitha yang tidak bisa berhenti menguatirkan mereka. Ia Selalu ingin tahu apa yang mereka pikirkan dan rasakan, karena sebagai perempuan yang gagal mempertahankan rumah tangganya, ia tak mau gagal menjadi ibu bagi mereka berdua.
"Ta, sini!" teriak Bagas membuyarkan lamunannya. Matanya mengikuti gerak Bagas yang berdiri ketika melihat salah satu dari beberapa pria yang memasuki kafe berjalan ke arahnya. "Itu temanku yang mau aku kenalin ke Mitha, Mas," kata Bagas tanpa mengalihkan pandangan dari orang yang ia maksud. "Namanya Adinata, semua manggil dia Nata. Tapi aku panggil dia Nata de coco," kata Bagas tanpa merasa bersalah menyamakan nama temannya dengan produk minuman.
Mitja hanya mengedikkan pundak ketika Saka memandangnya dengan alis terangkat, seolah-olah ia berkata, Bagas beneran comblangin kamu sama temen dia?
"Jangan tanya kenapa aku mau!" katanya. "Aku sudah pernah menolak adikmu. Tapi Mas Saka pasti tahu kalau terkadang Bagas itu enggak punya telinga." Mitha berusaha menjelaskan secepat yang ia bisa ketika mendapati pria yang Bagas panggil berjalan ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicomblangin Mantan
RomanceYang Mitha inginkan adalah menjalani hidup tenang bersama kedua anak kembarnya. Menikmati hari sebagai orang tua tunggal, pemilik butuh dan juga penjual kain tradisional dengan banyak kesibukan. Yang tidak Mitha inginkan adalah kembali membuka hati...