Bab 11

751 217 22
                                    

Batik

Batik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Repooooost! 
Mulai repost MaMitha yuuuuuk ... 


"Beberapa hari lalu, Bagas cerita kalau kamu ada kerjasama dengan beberapa pengrajin batik Surabaya. Jujur saja, aku belum pernah lihat batik produksi kota sendiri." Mitha menganguk saat Saka menunjuk tumpukan kain batik yang belum ia cek satu persatu.

Mitha mulai membuka lipatan beberapa motif batik yang masih menumpuk di sekelilingnya. Dengan semangat menjelaskan satu-persatu tentang warna dan juga desain kain yang ada di depannya. Dengan sabar ia menceritakan poses pembuatannya termasuk tentang pewarna alami yang pengrajin pakai.

"Beneran pakai mangrove?" tanya Saka takjub ketika Mitha menunjukkan batik yang menggunakan limbah mangrove untuk pewarnanya.

"Beneran, Mas. Enggak nyangka, kan? Surabaya ternyata punya potensi besar. Enggak kalah sama Yogya atau Solo." Mitha selalu bersemangat setiap kali menerangkan tentang proses batik yang ia pernah lihat langsung. Motif dan warna yang berbeda dengan batik Yogya atau Solo, membuat batik Surabaya terlihat menonjol.

Saka mengangkat kepala dan pandangan mereka berdua bertemu. Mitha bisa melihat mata pria yang berbinar mendengar penjelasannya tentang batik Surabaya dan juga semua informasi yang dia inginkan. "Ini furniture yang memerlukan aksen batik di dalamnya," kata Saka mengulurkan ponsel ke arahnya lagi.

Ia tak bisa mengalihkan pandangan dari beberapa furniture berbahan eceng gondok, rotan ataupun bambu dengan bantalan berbahan batik. Sesekali ia tersenyum ke arah Saka ketika matanya jatuh pada satu atau dua benda yang ia suka. "Desainnya bagus, ya, Mas," katanya setelah mengembalikan ponsel pria tersebut.

"Percaya enggak kalau saya bilang itu produksi Surabaya."

"Yang bener?!" tanya Mitha. "Desainnya halus dan enggak pasaran. Aku suka, Mas."

Saka masih setia bersila di depannya. Sikunya bertumpu di kedua lututnya dengan jari terjalin di depannya. "Itulah kenapa aku di sini, meski sebenarnya Bagas yang pengen ke sini. Tapi sayangnya dia tertahan di daerah Ampel," kata pria yang tak melepas pandangan ke arahnya. "Aku pengen kamu kerjasama dengan produsen furniture itu. Dilihat dari semua kain yang ada di sini, sepertinya kamu orang yang tepat untuk proyek ini."

Mitha masih belum bisa berkata-kata, ia bahkan terdiam ketika Saka menggoyangkan tangan di depan wajahnya. "Kamu baik-baik saja?"

"Usaha ini pada awalnya adalah punya Ibu," jawabnya setelah meminta maaf karena terlalu terkejut mendengar tawaran pekerjaan dari Saka. "Beliau yang memulai semuanya. Selama ini aku hanya bantu sebisanya, karena harus bagi waktu sama keluarga. Ketika Ibu meninggal, aku tinggal nerusin apa yang sudah beliau mulai." Mitha menyentuh dada kirinya, merasakan kerinduan pada sosok perempuan yang tak pernah berhenti mencintainya. "aku mengambil alih pelanggan ibu dan meneruskan semua pekerjaan yang sudah beliau geluti semenjak dulu."

Dicomblangin MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang