Satu minggu sebelumnya
Untuk pertama kalinya, Katya sangat menyesali kepulangannya ke Indonesia, setelah bertahun-tahun memilih tinggal di luar negeri. Jika dia bisa memutar waktu ke satu hari sebelum ini, tentu saja dia ingin memilih rebahan di kamar apartemennya, dan mengabaikan permintaan siapa pun untuk pulang ke Indonesia. Termasuk permintaan Alexander Dananjaya, lelaki menyebalkan yang nahasnya tidak pernah bisa ia singkirkan dari hatinya.
Jika bisa mengumpat, Katya pun akan meluapkannya detik ini juga, di depan Alex. Namun, perempuan itu sadar diri jika situasi saat ini tidak memberikannya kelonggaran untuk meluapkan kekesalan.
Dengan gigi bergemelatuk dan jemari tangan yang mengenggam erat di atas pahanya, Katya melempar tatapan menghunus pada tautan jemari di depannya. Jemari milik Alex dan calon istri lelaki itu.
Katya sangat paham jika situasi seperti ini memang akan terjadi, cepat atau lambat, di mana Alex-Om yang telah merawatnya selama ini akan bersanding dengan perempuan lain dan membina rumah tangga, jelas bukan dengan dirinya.
Namun, sekeras apa pun Katya mempersiapkan diri, dia tetap merasa tidak rela membiarkan Alex bersama perempuan lain. Melihat lelaki itu menggenggam jemari calon istrinya saja membuat Katya begitu ingin untuk meremas dan mematahkan ruas-ruas jari perempuan sok cantik yang berdandan menor sekali dengan gaunnya yang ketat.
Ketika kekesalan dan kecemburuan itu terasa memuncak di ubun-ubun kepalanya, Katya merasakan usapan lembut di punggung tangannya yang terkepal, dan satu bisik lirih yang menenangkan.
"Katya, tenangkan dirimu."
Praktis, Katya mengikuti bisikan itu, dia menghela napas kasar dan mengalihkan pandangan, menatap seseorang yang duduk di sampingnya dan baru saja menyentuh punggung tangannya. Ada senyum manis yang ia dapatkan di wajah dengan tatapan teduh itu.
"Sebentar lagi kita sampai di rumah," sambung Ratih, perempuan yang begitu setia menemani Katya ke mana pun Katya pergi.
Katya membalas dengan desisan lirih. "Aku lebih suka kita enggak pulang."
Ya, sepanjang jalan yang ada di pikirannya adalah keinginan untuk pergi, tidak perlu pulang, atau kembali ke rumah lamanya. Dia selalu merasa jika bukan di sini tempatnya hidup.
Ratih bertahan mengulas senyuman manis, kali ini diiringi dengan kepalanya yang terangguk pelan. Dia paham betul, kenapa Katya bereaksi sekesal ini sekarang. Itu adalah ekspresi yang sangat pantas untuk ditampilkan.
Bagaimana tidak, ketika Katya akhirnya kembali ke Indonesia, dia disuguhkan pemandangan paling menyakitkan. Lelaki yang Katya cintai ternyata menjemput kepulangannya dengan membawa serta perempuan yang diperkenalkan sebagai calon istri.
Sebelumnya tidak ada kabar apa pun, sehingga satu perkenalan itu seperti petir di siang bolong yang menyambar ubun-ubun kepalanya.
Ratih merasa sangat bangga karena Katya bisa terus tersenyum tanpa meneteskan bulir air matanya sedikit pun.
Dan baru sekarang, saat ia dan Katya sudah di dalam mobil, sedangkan Alex dan Selena, calon istri Alex yang duduk bersisian di depan, Katya menunjukkan kekesalannya yang teramat.
"Katya, kamu masih ingat jalanan ini?"
Pertanyaan yang Alex suarakan membuat Katya menoleh segera ke arah lelaki itu. Untuk beberapa saat, tatapan mereka bertemu di kaca spion tengah, dan dengan cepat Katya membuang tatapannya ke sisi kanan, melihat jalanan yang Alex katakan tadi.
"Sejak kapan ada gedung apartemen di sini?" gumam Katya, memorinya terlempar ke masa beberapa tahun silam. Dia cukup yakin jika ia sudah hampir sampai di rumah, namun, ia tidak mengingat ada gedung apartemen yang menjulang tinggi ke langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey Darling
Romance"Setiap gadis mendambakan kisah cinta yang begitu indah. Aku pun sama. Meski pada akhirnya hanya sepi yang selama ini harus kuterima." Katya Diantha pulang ke Indonesia hanya untuk mendapatkan satu kejutan bahwa lelaki yang ia cintai akan segera me...