11. Menjadi suami istri

2K 452 32
                                    

11. Menjadi suami istri

Dengan semangat membara di dada, Katya mengetuk pintu kamar Alex. Ada ulasan senyum yang tersembunyi di bibirnya. "Alex." Serunya lantang. "Alex, ayo bangun, ini sudah siang," sambungnya. Padahal belum terlalu siang, masih di pukul enam bagi. Barangkali Alex belum bangun atau mungkin sudah bersiap-siap.

Benar saja, ketika akhirnya daun pintu kamar Alex terayun membuka, Katya menemukan Alex tampil rapi. Ternyata lelaki itu sudah bangun dari tadi, memilih untuk tidak keluar kamar lebih dulu dan bersiap-siap hingga selesai.

Mendapati Alex yang sudah lengkap dengan dasi yang melingkar di lehernya, seketika itu juga, Katya mencebikkan bibirnya. Padahal, dia ingin mengikat dasi Alex, biar romantis seperti istri-istri lainnya. Namun lelaki itu justru bergerak terlalu cekatan.

"Aku akan keluar sebentar lagi," kata Alex. Dia bertahan berdiri di depan pintu dengan satu tangan memegang erat gagang pintunya, tidak membiarkannya membuka lebih lebar

Bibir mencebik Katya berubah cepat menjadi ulasan senyum manis. "Ada yang perlu aku bantu?" tawarnya perhatian.

Alex menggeleng. "Enggak ada."

"Siapin jas kamu mungkin?" tawar Katya lagi.

"Aku udah siapin jas sendiri."

"Oh, mungkin ambilin kaus kaki."

"Kaus kaki juga sudah aku ambil sendiri," timpal Alex cepat.

Tidak ingin menyerah, Katya kembali melisankan penawaran lainnya. "Kalau begitu merapikan tempat tidur. Kamu pasti belum beres-beres ranjang—" ucapannya terhenti saat Alex membuka pintu kamarnya lebih lebar dan menunjukkan ranjang besar di tengah kamar yang sudah tertata rapi. Jauh lebih rapi dari ranjang Katya yang tadi dia tinggalkan dengan cepat.

"Aku akan keluar sebentar lagi. Kamu tunggu di meja makan saja," ucap Alex dengan kuluman senyum terulas di bibirnya.

Bahu Katya meluruh perlahan. Dia tidak punya penawaran apa pun lainnya untuk membantu Alex pagi ini. Kenapa juga lelaki itu begitu rajin dan cekatan. "Ya sudah, aku tunggu di meja makan," putusnya setengah hati, lalu membalikkan tubuh dan berjalan menjauh dari kamar Alex.

Pagi pertamanya, setelah ikrar menjadi istri sesungguhnya bagi Alex, berlangsung terlalu biasa. Boro-boro morning kiss romantis, siapin baju kerja aja enggak punya kesempatan.

Dengan langkah terayun lunglai, Katya mengambil duduk di kursi bar, menggeser segelas kopi yang dia buat sebelumnya dan ia sesap pelan. Rasa kopi di lidahnya terasa sangat getir. Untuk beberapa detik terlewat ia melirik cairan di dalam cangkirnya, benar kok itu kopi buatannya sendiri. Tapi kenapa getir, enggak enak seperti ini.

"Bibi enggak tambahin bumbu macam-macam di kopi aku, kan?" tanya Katya saat Bibi Welas menatap Katya penuh rasa ingin tahu. Dia pasti melihat ekspresi Katya sebelumnya, yang seperti ingin muntah setelah menyesap kopi.

"Enggak ditambahin apa-apa, kok, Non. Malah dari tadi Bibi enggak sentuh kopinya Non Katya," sahut Bibi Welas, penuh keyakinan.

Katya berkedip pelan. "Terus kenapa kopinya terasa getir," Dia mengulurkan gelas kopinya ke arah Bibi Welas. "Cobain deh."

Dengan patuh Bibi Welas menghampiri Katya, dia mengambil sendok kecil yang Katya gunakan untuk mengaduk kopi, lalu mencicipi cairan kehitaman di dalam cangkir yang Katya genggam. Sedetik saat cairan hitam itu menyapa lidahnya, Bibi Welas mengernyit pelan merasakan rasa manis dan kental di indera perasanya. "Ini manis, Non."

"Masa sih?"

Bibi Welas mengangguk pasti. "Memang manis."

"Ternyata lidahku yang terasa getir," lirih Katya lesu.

Honey DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang