6. Mengunjungi Papa dan Mama

2.6K 527 28
                                    


"Papa, Katya datang lagi," ucap Katya, sembari meletakkan bunga di depan batu nisan, tepat di hadapannya. "Kali ini, Katya datang bersama Om Alex," sambungnya, sembari mengusap batu nisan bertulisan nama sang ayah.

Hari ini, ia dan Alex berziarah ke makam kedua orang tua Katya. Sejak Katya tiba di Indonesia, dia tidak pernah absen berziarah setiap harinya ditemani Ratih.

"Katya minta maaf karena selama ini tidak pernah mengunjungi Papa," lirih Katya lagi. Tatapannya terus tertuju pada ukiran nama sang ayah. "Katya tidak pernah melupakan Papa. Katya jadi anak yang cantik dan pintar seperti yang Papa inginkan. Dan, doa Katya selalu terlantunkan untuk Papa dan Mama."

Tatapan Katya kemudian beralih ke arah batu nisan di samping sang ayah. Itu makam ibunya. Keduanya berada bersisian. Jika di batu nisan sang ayah, Katya meletakkan bunga-bunga berwarna putih. Maka di batu nisan sang ibu, Katya memenuhinya dengan bunga berwarna kuning dan ungu, itu warna kesukaan sang ibu, kata ayahnya dahulu.

Meski Katya tidak pernah menatap wajah ibunya secara langsung, namun, rasa sayangnya pada ibunya tidak pernah berbeda dari rasa sayangnya pada sang ayah. Ibunya telah mempertaruhkan nyawa demi melahirkannya.

Ada banyak kenangan indah yang ibunya buat semasa mengandungnya, dari foto-foto, bahkan ada juga video. Dan juga cerita-cerita tentang sang ibu yang tidak pernah bosan ayahnya kisahkan. Dan dari cara ayahnya bercerita, Katya jadi tahu, bahwa sosok yang mengandung dan melahirkannya adalah malaikat. Malaikat tanpa sayap.

Dulu, ayahnya selalu antusias ketika bercerita tentang malaikat tanpa sayap yang melahirkannya, senyum sang ayah tak pernah meluruh, meski acapkali bola matanya berbinar sendu, mengingat kenangan-kenangan indah dan juga mengharukan itu.

Beberapa saat berikutnya, Katya merasakan bahunya diusap lembut. Lengan Alex melingkar hangat di sana.

"Sena, aku datang," kata Alex. Dia mengambil tempat di sisi Katya, tatapannya tertuju tepat pada batu nisan di hadapan Katya. Senyumnya mengulas tipis, sendu. Sahabat dan kakak yang sangat berharga untuk dirinya. Yang membawa dia bisa berdiri tegak sampai di titik ini. Namun, ia bahkan tidak bisa menepati janjinya pada Sena untuk menjaga Katya.

"Papa pasti berbahagia di sana, bertemu dengan Mama," lirih Katya. Bola matanya kini justru semakin memburam. Alasan lain kenapa ia memilih untuk tidak tinggal di Indonesia selama bertahun-tahun ini, selain melarikan diri dari Alex, juga karena ia merasa semakin rapuh tinggal di tempat di mana ia dilahirkan. Dia akan merasa begitu terpuruk ketika teringat bahwa jalan hidupnya amat berbeda dari yang lainnya. Dia tidak memiliki ibu sejak dilahirkan ke dunia, bahkan karena melahirkan dia, ibunya merelakan nyawanya yang berharga.

Lalu, belum cukup tidak memiliki Ibu, takdir menggariskan jalan lain. Ayahnya diambil begitu cepat untuk kembali ke sisi sang pencipta.

"Papa, Katya dan Om Alex—" ucapan Katya terhenti saat menoleh ke arah Alex dan menemukan lelaki itu menggeleng pelan. Seolah tahu, apa yang akan ia katakan pada sang ayah tentang hubungannya dengan Alex sekarang ini.

Ya, tentu, bukan hal yang seharusnya ia katakan pada sang ayah. Dia tidak perlu menjelaskan jika saat ini ia dan Alex menjadi sepasang suami istri. Ayahnya pasti sudah melihat dari langit, bukan?

"Om Alex menjaga Katya dengan sangat baik. Papa jangan mengkhawatirkan Katya di sini, ya," kata Katya lagi. Pada akhirnya, kalimat itu yang bisa ia suarakan. "Dan Katya akan terus berbahagia di sini," sambung Katya. Yang segera mendapat balasan sebuah usapan lembut di kepalanya, dari lengan Alex.

Satu usapan hangat, penuh perhatian.

Alex memang selalu sesayang ini padanya, sejak mereka bertemu pertama kali.

Honey DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang