4. Malam Pertama

2.9K 517 12
                                    

4. Malam Pertama

Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun mengenal dan bersama Katya, baru kali ini Ratih mendapati sang sahabat yang sudah menjadi saudaranya ini memancarkan wajah super bahagia. Begitu bercahaya. Sesekali, ia bahkan merasa silau karena Katya yang teramat cerah hari ini. Tapi, bibirnya gatal jika tidak menggoda Katya. "Bibir kamu bisa diem enggak sih?"

Katya segera menoleh ke arah Ratih yang malam ini membantu dirinya membersihkan riasan, dengan bibir yang terus mengulum senyuman. "Aku diam dari tadi, kok," katanya yakin.

Ratih berdecap sebal. Sedari tadi, Katya memang tidak mengoceh apa pun, tapi senyuman di bibir perempuan itu tidak kunjung meluruh, hanya sesekali menipis, sebelum akhirnya kembali melebar. Dia sendiri bertanya-tanya, apakah mulut Katya tidak sakit karena sedari tadi mengulas senyuman terus menerus. "Kamu memang diam," timpalnya cepat.

"Lalu?"

"Tapi enggak senyum terus dari tadi, bisa, kan?"

Bukannya menuruti perkataan Ratih, yang Katya lakukan justru menarik sudut bibirnya kian melebar.

Oh, ya ampun, Ratih gemas sendiri. Tapi, meski begitu, ia pun tetap mengulum senyuman, karena dengan Katya tersenyum, itu artinya perempuan itu hanya dipenuhi kebahagiaan. Meski harus menjalani satu hari ini yang tidak terduga ini.

"Kamu pasti enggak sabar banget buat malam pertama?" tanya Ratih menggoda.

Kepala Katya terangguk pelan.

"Memang apa yang akan terjadi di malam pertama kalian?" Dan Ratih lebih suka menambahi godaannya.

Katya mengedikkan bahunya. "Entahlah, mungkin hal yang indah." Diakhir kalimatnya, ia tertawa pelan dengan rona merah yang menjalari wajahnya. Padahal, ia sadar sejuta persen jika tidak akan ada hal indah yang terjadi di malam pertamanya. Hanya saja, wajahnya terus memerah dan bibirnya tidak lelah tersenyum karena sadar, ia dan Alex akan tidur satu kamar di malam ini.

Atau tidak?

Astaga, jangan hancurkan kebahagiaannya.

Karena satu hari ini pun, Katya sudah berusaha amat keras menyingkirkan semua pembicaraan tentang perceraian yang ia dengar pagi tadi. Dia mencoba menulikan telinga dan menganggap semua pembicaraan itu tidak pernah terjadi sebelumnya.

Pokoknya, yang Katya inginkan hanya menikmati hari-harinya yang berstatus sebagai istri Alex. Ia sadar, waktunya mungkin tidak banyak. Jika dia hanya merenung dan murung karena kemungkinan terburuk di masa depan, maka ia menyia-nyiakan waktunya yang berharga.

Dan satu yang pasti, ia paham betul siapa Alex. Lelaki baik itu tidak akan membiarkan dirinya terlantar di pernikahan mereka yang pura-pura ini.

Meski Alex tengah patah hati karena ditinggal calon istri kesayangannya, Katya yakin, Alex akan tetap memperhatikan dan menyayangi dirinya seperti Alex yang biasanya. Karena memang itu lah yang Alex lakukan bertahun-tahun ini, dengannya.

Tawa Ratih pecah detik itu juga. Perempuan itu harus menutup mulutnya dengan satu tangan agar tawanya tidak membahana.

"Kamu meledekku?" Katya mendongak, menatap Ratih yang berdiri di belakangnya dan sedari tadi disibukkan dengan jemari yang membantunya mengeringkan rambut. Yap, benar, Ratih datang ke kamar hotel di mana Katya dan Alex akan tempati untuk bermalam.

Katya yang meminta Ratih untuk datang dan membantunya mengeringkan rambut, sekalian untuk menemaninya barang beberapa saat sebelum Alex masuk ke kamar. Katya tidak akan bisa mengontrol degup jantungnya jika hanya di kamar sendirian menunggui Alex.

Dan lelaki itu, beberapa saat lalu pamitan keluar untuk menemui teman-temannya yang datang terlambat ke acara pernikahannya. Meminta Katya untuk tetap tinggal di kamar dan membersihkan diri. Sedangkan Alex sudah lebih dulu membersihkan diri, dan mengenakan pakaian rapi.

Honey DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang