17. Ciuman Pertama

525 106 14
                                    

Bab 17. Ciuman Pertama

Katya, mulai sekarang jangan bertemu nenek Hayati lagi. Entah kebetulan bertemu atau dia yang menghubungimu lebih dulu.

Satu pesan yang Alex suarakan terngiang di kepala Katya. Yap, lelaki itu memberi pesan sebelum berangkat bekerja pagi tadi, sebuah larangan untuk bertemu nenek Hayati.

Katya tidak sempat mempertanyakan alasan pelarangan itu, karena Alex sudah lebih dulu memberi peringatan kalau dia tidak ingin dibantah. Alex pasti hanya terlalu khawatir pada Katya, karena bertemu orang baru.

Tapi, ayolah, Katya bukan anak kecil. Mungkin Alex lupa kalau sedari remaja, sejak tinggal di luar negeri, ketika hanya ada Ratih di sampingnya, Katya berbaur dengan orang asing. Berkenalan, mencari teman, dan menjadi saudara.

Layar ponselnya yang menyala, dan menampilkan satu pesan dari nenek Hayati, membuat Katya menyingkirkan semua peringatan yang Alex titahkan padanya. Dengan cepat, Katya membuka pesan dari nenek Hayati yang menanyakan tentang ia yang sedang melakukan apa.

Setelah Katya membalas pesan nenek Hayati, selang beberapa menit berikutnya, nenek Hayati menelepon.

Senyum Katya mengembang tipis seiring dengan jemarinya yang mengangkat panggilan nenek Hayati. Seusai membalas salam, Katya mendengar nada ceria dari seberang.

"Katya sedang sibuk enggak hari ini?"

"Enggak, Nek." Menjadi pengangguran memang kerjaannya cuma gegoleran di ranjang. Kalau itu bisa dikatakan sibuk, maka Katya memang sibuk banget seharian ini.

Mau bagaimana lagi, Alex selalu melarang Katya jika membantunya di kantor, kata lelaki itu, Katya harus menikmati waktu santainya dulu.

Entah yang dimaksud adalah waktu santai atau karena percuma membantu Alex, toh, Katya tidak akan tinggal lama di Indonesia, dan akan segera kembali ke Jerman.

"Mau temani Nenek jalan-jalan, enggak? Nanti Nenek samperin Katya ke rumah, deh."

Teman Katya di Jakarta terbilang sedikit, dan yang hanya segelintir itu sudah memiliki kesibukan masing-masing. Alhasil, ketika Ratih sudah kembali ke Jerman, Katya pergi-pergi ke mana pun hanya sendirian. Yah, enggak benar-benar sendiri, deh, sopir pribadi Alex yang lebih sering menemaninya.

"Boleh. Nenek enggak perlu jemput Katya. Kita langsung ketemu saja di tempat yang hendak Nenek datangi."

Nenek Hayati di seberang telepon tampak menyambut antusias. Dia lalu menyembutkan tempat yang hendak ia datangi. Sebuah mal.

Setelahnya, Katya menutup panggilan dan mulai bersiap-siap.

***

Benar saja, seperti yang nenek Hayati inginkan, Katya menemani nenek Hayati hingga sore menjelang. Makan bersama, berjalan-jalan keliling mal, dan tentu saja membeli beberapa barang. Mengobrol panjang lebar tentang hal apa pun, mulai dari hal sepele tentang Jakarta, lalu makanan apa saja yang menurut keduanya enak.

Katya melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Dia pulang sedikit kesorean, alasan lainnya karena terjebak macet, bertepatan dengan jam sibuk orang-orang pulang kerja.

"Nenek enggak perlu antar Katya, sebenarnya. Katya bisa pesan taksi online saja," kata Katya ketika mobil yang ia dan nenek Hayati tumpangi melaju di jalanan komplek perumahan tempat Katya tinggal.

"Sekalian jalan. Lagipula, Nenek yang meminta Katya buat temani jalan-jalan, masa enggak diantar pulang."

"Katya senang hari ini bisa menemani Nenek, kok."

"Loh, Nenek yang lebih senang karena punya teman." Nenek Hayati terkekeh pelan.

Hingga tidak berapa lama kemudian, mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah Katya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Honey DarlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang