"Bagaimana? Sudah ada calon yang tepat?"
Minho mendengus mendengar ucapan chan, salah satu koleganya yang belakangan ini malah jadi teman minum saat sedang kalut. Chan paham bahwa minho sedang pusing dengan masalah yang menimpa. Lagipula bukan hal aneh bilang orang tua selalu memaksa anaknya untuk cepat menikah.
Minho meneguk segelas martini yang tadi di suguhi oleh bartender. Saat ini keadaan salah satu club ternama di sekitaran kota yang hidup setiap malam dengan musik serta orang-orang yang butuh ketenangan dengan segelas alkohol adalah destinasi utama minho setelah lagi dan lagi ayahnya kembali datang. Tentu menanyakan pertanyaan yang sama.
"Sekarang rasanya beneran kaya di kejar-kejar sama sesuatu"
"Ya emang gitu kalau udah masuk umur-umur segini apalagi posisinya kamu juga anak tunggal"
Minho menaruh keningnya di meja karena kepalanya mulai pening lagi. Toleransi alkohol minho cukup tinggi, segelas martini tidak akan membuatnya jatuh pingsan tetapi masalahnya saat ini lah yang lebih mendominasi penyebab sakit kepala.
Sebenarnya minho tidak mengerti kenapa ayahnya begitu terburu-buru ingin minho menikah. Namanya pernikahan itu bukanlah sesuatu yang main-main, minho tidak ada rencana untuk menikah lebih dari satu kali. Maka dari itu minho harus mencari pasangan yang tepat dan itu butuh waktu.
"Mau dikenalin ke salah satu temenku? Ya siapa tau kalian cocok dan ngerasa tertarik satu sama lain. Setidaknya ayahmu tahu perihal kamu punya pasangan sehingga berhenti untuk mendesak kamu menikah"
Saran chan membuat minho menimbang-nimbang, apakah ini keputusan yang tepat atau malah menjerumuskannya ke lubang kesalahan yang akan membuatnya menyesal.
"Entah, aku sejujurnya ragu"
"Dicoba dulu biar tau. Setidaknya kalau belum dirasa cocok ya jangan di teruskan"
Akhirnya minho mengangguk, menyetujui saran chan untuk mengenal salah satu temannya. Setidaknya minho harus mencoba untuk mencari tahu jawaban yang tepat ini memuaskan untuknya atau tidak sama sekali.
———
"Tuan minho, saya permisi dan selamat pagi"
Minho mengangguk, membiarkan salah satu supir perusahaan yang sengaja minho telfon untuk menjemputnya karena kepalanya masih pening akibat terlalu banyak minum semalam. Minho sama sekali tidak sadar sudah menghabiskan berapa gelas.
Pagi ini minho naik ke ruangannya dan tentu langsung bertemu changbin di meja kerja yang berada di depan ruangan minho.
Changbin dengan setelah jas hitam berdiri lalu membungkuk ke arah minho, menyambut atasannya seperti karyawan lain. Minho mengangguk dan memberi kode untuk changbin masuk ke dalam ruangannya.
Minho membanting tubuhnya di kursi kebesarannya, menatap changbin yang tadi mengekori dirinya dari depan pintu.
"Kenapa? Masalah dipaksa menikah lagi?"
Minho menghela nafas malas. Sepertinya orang-orang terdekatnya selalu tau kalau minho sedang gundah gulana, pasti permasalahannya hanya tentang ayahnya.
"Tidak ada, aku sudah mulai terbiasa dengan pak tua itu. Aku mau minta bantuanmu untuk mencari tau seseorang yang akan aku temui siang ini. Datanya ku kirim kepadamu lewat email"
"Baik tuan"
Changbin berbalik meninggalkan minho yang masih saja pening dengan masalah utama. Kali ini sepertinya minho mengambil jalan nekat untuk mencoba dekat dengan orang lain padahal selama ini minho jarang sekali berada pada hubungan lebih dari seorang kolega perusahaan atau teman biasa.
"Hais, ini semua karena pak tua sialan itu yang selalu menyuruhku menikah terus. Semenjak ibu pergi, ayah seperti berubah drastis dan jadi sibuk mengatur hidupku padahal biasanya dia yang paling tidak peduli aku mau melakukan apa selama perusahaan baik-baik saja"
Hanya dinding kantor minho yang bisa mendengar berbagai umpatan yang terlontar dari bibir minho. Biarkan saja laki-laki itu terus berbicara sampai lelah daripada mulai bekerja, mungkin hal tersebut dapat berhasil mengalihkan fikirannya dari rasa pening yang menderas sejak kemarin.
"Rasa-rasanya aku butuh kopi dan sepotong cheesecake lagi"
Begitu tiba-tiba sekali minho berfikir untuk kembali ke cafe mungil di seberang jalan sana yang cukup jauh dari kantornya. Minho seperti membutuhkan rasa pahit dan manis yang berasal dari dua makanan tersebut, padahal dirinya jarang sekali yang namanya memakan cake sejak kecil.
"Lebih baik aku keluar"
Tanpa basa-basi minho langsung pergi meraih kunci mobilnya dan meninggalkan ruangannya membuat changbin yang fokus dengan layar komputer menatap punggung minho yang telah menghilang di balik lift dengan kebingungan.
Aneh sekali, tidak biasanya minho akan pergi sepagi itu dari kantor karena hidup minho memang beraturan sejak dulu. Hanya apartment, kantor, dan rumah ayahnya.
Mungkin minho memiliki masalah lagi yang lebih berat dan changbin tidak akan ikut campur jika tidak di minta.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] SILENCE • MINSUNG
FanfictionMinho selalu mencoba untuk mengajak jisung berbicara tetapi hasilnya nihil. Sesulit itu kah mengambil hati jisung sampai mengajak bicara saja butuh waktu yang sangat lama? - • bxb • minsung • mature - Start: 11 Agustus 2022