[16] Sebuah pesan kecil

167 36 2
                                    

"Selamat pagi"

Sapaan demi sapaan dilontarkan seungmin kepada semua orang yang bertemu dengannya pagi ini. Seungmin melangkah terus menuju salah satu pintu utama yang berada di lantai paling teratas gedung besar yang menjadi tujuan utamanya mau keluar dari apartment.

Selama kembali ke sini, seungmin jarang sekali keluar karena kuliahnya masih aktif walau harus melalui pembelajaran online yang perbedaan waktunya antara dua negara ini sangat jauh. Tetapi walau seungmin merasa tersiksa, tetap saja ia menikmati hidup disini karena bisa menyuruh teman kecilnya sesuka hati.

"Minho" Seungmin membuka pintu lalu melangkah masuk saat mengetahui yang dia cari ada di tempatnya.

"Ada apa? Kenapa kau kesini?"

Minho yang menggunakan kacamata dan sedang berkutat bersama laptopnya menoleh ke arah seungmin dengan wajah bingung, karena tidak biasanya laki-laki itu mau datang kesini kalau tidak ada kepentingan.

Ya, minho yakin ada niat terselubung di diri seungmin sampai nekat datang kesini.

"Hanya berkunjung. Ingin melihat anak direktur utama berkerja"

"Jangan membodohiku. Aku tau kalau kau punya sesuatu yang penting untukku kan?"

"Tepat sasaran sekali"

Minho mendengus, menyandarkan tubuhnya pada kursi ternyaman miliknya. Melepas kacamata dan mengurut batang hidungnya sambil menunggu seungmin yang duduk di sofa tengah memandangi seluruh ruangan berukuran cukup besar ini.

"Kau mau apa? Mau belanja lagi? Tidak bisa, aku sibuk"

Seungmin menggeleng. "Tidak kok, aku tidak berniat mengajakmu belanja. Kau teman belanja yang membosankan dan banyak mengeluh"

Cibiran seungmin membuat minho menghela nafas. Sadarkah laki-laki itu kalau uang minho terkuras karena beberapa hari sebelumnya dipakai untuk berbelanja semua kebutuhan seungmin yang ternyata jumlahnya tidak sedikit.

"Lalu apa?"

"Nanti malam aku mau mengajakmu makan malam"

"Dinner"

Seungmin mengangguk dengan santai sambil membuka majalah yang tergeletak di atas meja. "Yups, dinner malam ini dengan makanan enak untuk berterimakasih kepada diri sendiri karena telah bekerja keras seharian"

Minho memicingkan matanya ke arah seungmin dengan pandangan curiga. Tidak mungkin hanya itu tujuan utama diadakannya dinner, pasti ada maksud lain.

"Kau serius? Hanya itu?"

"Tidak juga sih. Aku mengajak hyunjin untuk bergabung dan dia setuju untuk datang malam nanti. Jadi aku sudah membooking salah satu restoran dekat dari sini"

"Hyunjin? Untuk apa??"

Seungmin melempar majalan tersebut ke arah asalnya kembali di atas meja dengan santai. "Aku hanya ingin punya teman bicara yang asik, jadi aku ajak hyunjin. Salahkah?"

"Tidak sih, tapi kan kenapa harus ajak aku juga?"

"Kau itu kan supir pribadiku. Karena kau maka aku terpaksa pulang kesini sekarang padahal kegiatanku sangat sibuk tau"

"Iya oke, aku minta maaf perihal itu tetapi kalau mau kesana aku bisa mengantar dan aku akan makan di apartment saja"

"Dengan makanan cepat saji yang kau pesan atau dengan makanan instant? Kenapa sih pola makanmu itu tidak sehat, pantas ayahmu selalu menyuruh menikah"

Minho mendesis kesal. "Berhenti untuk membahas perihal menikah. Lagipula aku akan segera—"

"Sudah pokoknya nanti malam datang setelah pekerjaanku selesai. Kau tidak perlu menjemputku karena aku akan pergi dulu membeli sesuatu baru kesana, aku membebaskanmu satu hari ini untuk tidak mengantar jemputku. Sampai nanti tuan muda lee"

Seungmin beranjak pergi meninggalkan minho yang masih terdiam di kursinya. Sungguh, ada apa sih dengan seungmin itu? Semenjak hari berbelanja itu seketika seungmin lebih banyak membahas tentang hyunjin sekaligus bertanya tentang chan.

Sepertinya seungmin memiliki rencana yang tidak minho pahami sama sekali sampai saat ini.

Pagi berganti siang, siang berganti sore, dan sore berganti malam.

Cuaca malam ini cukup menusuk kulit karena sepertinya akan hujan walaupun tidak terlalu kelihatan tanda-tandanya. Tetapi semua orang sudah bersiap kalau tiba-tiba mereka di serang air dari atas langit yang diberi nama hujan.

Jisung mengusap kedua tangannya yang terasa dingin kepada gelas kecil berisi coklat hangat yang baru ia buat. Keadaan cafe hari ini cukup ramai apalagi saat malam hari, banyak anak muda, orang tua bersama anak mereka, serta beberapa  pekerja sekitar datang hanya untuk membeli minuman demi menghangatkan tubuh di dalam ruangan.

Semenjak sore keadaan cuaca yang tadinya cerah menjadi mendung dan angin terus berhembus lumayan kencang membuat semua orang menggigil kedinginan. Jisung pun juga sempat merasa kedinginan saat terpaksa harus pergi keluar menuju toko kue felix untuk memesan cake lagi karena felix jarang memegang ponsel saat sore hari.

Pikiran jisung melayang kemana-mana, memikirkan segala hal yang sebenarnya tidak ingin ia fikirkan.

Semenjak hari itu, dimana dirinya bertemu dengan minho beserta dua orang laki-laki asing membuat jisung yakin bahwa minho memang telah menyerah dan jisung lega akan hal itu. Tetapi entah kenapa ada sisi lain dalam dirinya seperti merasa tidak enak, seakan kesepian.

Entahlah, jisung tidak mengerti. Bahkan dirinya sudah mencoba terus untuk menepis hal tersebut tetapi sulit sekali seakan fikiran itu menempel dalam otaknya untuk waktu lama.

"Kak jisung, terimakasih"

Jisung menoleh ke salah satu karyawan perempuannya yang baru kembali dari dapur untuk menjaga kasir. Tadi gadis itu meminta jisung untuk menjaga kasir sebentar karena yang lain sedang sibuk tetapi ia harus pergi ke toilet sejenak. Tentu, jisung menyetujui karena memang dirinya sedang tidak ada kesibukan.

Jisung mengangguk lalu meninggalkan gadis tersebut untuk naik ke lantai dua, berbelok ke salah satu pintu yang bertuliskan office manager, tempatnya mengurus segala hal tentang cafe yang ia rintis sejak lama.

Pintu jisung tutup kembali dan dirinya melepas apron coklat yang terpasang di pinggangnya, menaruh di salah satu kursi. Ia terduduk di kursi kerjanya sampai matanya sadar bahwa ada satu kotak kecil di atas mejanya, kotak asing yang begitu aneh dengan warna hitam gelap beserta tali pita berwarna biru dongker.

Jisung tidak merasa mempunyai kotak ini dan siapa yang mengiriminya  kotak sekecil ini? Serta kapan?

Dengan perlahan jisung membuka kotak tersebut lalu terdiam saat mendapati di dalam kotak jtu hanya ada surat dengan tulisan tangan yang cukup rapih.

To: Han jisung.

Maaf aku belum sempat menghampirimu kembali karena terlalu sibuk. Tetapi aku ingin memberitahumu kalau aku ingin mengajakmu minum teh atau kopi saat sedang senggang nanti, kamu bisa menghubungiku karena aku sudah menaruh kartu namaku disana. Ada nomor telfon pribadi, jadi kalau bersedia tolong kirimi aku pesan singkat ya.

Minho

Note: maaf  juga menghubungimu lewat surat karena aku tidak punya kontakmu walau aku bisa saja sih mencari sendiri tetapi rasanya tidak etis kalau menghubungi tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Jisung terdiam menatap surat itu lalu berpindah untuk memeriksa kertas yang lain. Disana ada sebuah kartu nama beserta nomor dan ada satu nomor yang di tulis menggunakan pulpen dengan terburu-buru.

Dirinya bingung harus bagaimana saat ini, tetapi entah kenapa ada satu rasa yang membuatnya nyaman.

Jisung tanpa sadar tersenyum tipis menatap dua lembar kertas yang berada di kedua tangannya.

[2] SILENCE • MINSUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang