Hari-hari berlalu seperti biasanya. Aku mulai sering bertemu ayah. Ibu pun mengizinkan aku untuk bertemu ayah. Aku bahkan lebih sering bertemu Keano. Aku bahkan diajak ayah untuk masuk ke dapur restoran ayah. Padahal dapur hanya bisa dimasuki oleh karyawan saja. Bahkan ayah berjanji, jika aku tamat sekolah nanti, aku diperbolehkan bekerja di restoran ayah bersama Keano.
Ibu pun sepertinya menerima Keano. Beberapa kali keano ke rumah untuk mengantarkan aku, ibupun menerima Keano seperti biasanya. Ibu kadang malah mengajak Keano mengobrol di rumah. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Aku sempat bertanya pada Keano mengenai tentang hubungan ayah dan ibu. Dia malah menyarankan ayah dan ibu untuk bersama. Tapi, saat aku tanyakan apakah dia tau alasan ibu dan ayah bercerai, dia tidak tau sama sekali. Akupun tidak ingin menceritakan padanya. Pasti akan menyakitkan baginya jika aku menceritakan apa yang diceritakan ibu padaku. Dan lagi pula, sepertinya Keano tidak tertarik dengan hal itu. Dia tidak pernah bertanya padaku tentang itu.
“Mau makan apa?” tanya Rian padaku yang sedang sibuk menjawab chat Keano.
Keano mengajakku pergi saat pulang sekolah nanti. Menemaninya berbelanja bahan makanan. Seperti biasa.
“Pengen nasi goreng sama teh es aja,” jawabku.
“Ok. Gw pesanin dulu.” Jawab Ryan sambil berlalu.
Setelah membalas chat Keano, aku menaruh HP di atas meja. Tapi tak lama berselang, HP ku kembali berdering. Kali ini Rama menelponku.
“Ya Ram,” tanyaku.
“Pulang sekolah mau kemana?” tanya Rama.
“Mau pergi. Udah ada janji,” jawabku seadanya.“Sama Ale?” tanya Rama sedikit menaikan nadanya.
“Bukan. Keano.”
“Yakin ama Keano? Gak sama Ale? Gw gak suka ya liat lu sama si Ale. Lu beneran gak ada hubungan apa-apa kan dengan Ale?” tanya Rama memastikan.
“Tidak!” jawabku sambil mematikan telpon. Aku paham arah pembicaraannya kemana. Dia pasti mau mengungkit lagi kejadian malam itu. Kejadian saat aku di rumah Keano. Kejadian saat aku memeluk Ale.
Sudah beberapa hari setelah kejadian itu. Tapi dia masih saja mempertanyakannya. Aku sudah menjelaskan bahwa aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Ale. Aku sudah terbiasa tidur bersama dengan Ale. Melihat dia telanjang dengan hanya celana dalam saja. Aku terbiasa dipeluknya. Aku terbiasa mencium wanginya. Tapi Rama sangat tidak suka dengan itu.
Rama bahkan melarang aku dekat dengan Ale. Namun, aku tidak suka dengan perintahnya. Bagaimanapun aku bukan siapa-siapa baginya. Apalagi kekasihnya. Dia tidak berhak melarangku untuk berbuat apapun dengan Ale. Bahkan jika aku mau, dia tidak berhak untuk melarangku jika berpacaran dengan Ale. Dia hanya masa lalu yang datang. Dia memang pernah mengisi hatiku. Tapi itu dulu. Sekarang dia tak lebih dari seorang yang datang dari masa lalu.
“Makan gih,” perintah Ryan sambil menyodorkan nasi goreng dan segelas es teh kepadaku. “Manyun aja dari tadi. Ada masalah?” tanya Ryan.
“Kagak,” jawabku sambil menyuap nasi goreng dengan telur dadar buatan Bu Ramah. Pemilik salah satu kantin. Selain makanannya enak, ibu itu sangat ramah sama seperti namanya.
“Tapi muka lu gak enak banget diliat. Cerita aja. Kenapa? Ale lagi?” tanya Ryan lagi.
“Ya kagaklah,” jawabku.
“Nanti lu mau kemana?” tanya Ryan lagi.
“Sama Keano. Dia minta temenin belanja.”
“Bukannya dia punya pacar? Kenapa gak minta temenin ama pacarnya aja?” tanya Ryan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Love
RomanceAkankah Arka mengakui perasaanya pada Ale, seorang dengan wajah dingin tapi bisa menghangatkan dirinya? Atau dia malah menyimpan semua rasa sakit di hatinya?