2

7.1K 542 3
                                    

"Udah siuman?" Tanya ibu yang baru saja keluar dari dapur. Ibu membawa secangkir teh hangat dan menyodorkan ke lelaki yang kutahu bernama Ale ini.

"Minum dulu." Lanjut ibu padanya.
Dia tersenyum manis pada ibu seraya mengambil cangkir yang berisi teh hangat.

Aku berdecak lambat. Bagaimana wajah itu bisa tersenyum manis pada ibu padahal baru saja dia menatap horor padaku.

"Makasi tante." Ujarnya setelah meneguk teh hangat pemberian ibu, lalu menaruhnya di meja yang ada di depan sofa.

"Kok bisa jatuh?" Tanya ibu padanya. Kini ibu telah duduk di sofa yang menghadap ke arah Ale. Suara ibu lembut seperti biasanya.

"Gak tau tante. Tadi tiba-tiba aja pusing. Kepala berat banget rasanya. Trus penglihatan gelap. "

Ibu hanya mengangguk mendengar penjelasan Ale. Mata ibu melirik keemlem di baju seragam Ale.

"Ale sekolah di SMA Nusatama juga?"

"Iya tan. Eh, tapi kok tante tau nama aku Ale?"

"Tadi Pak Darno yang ngasih tau."

Ale hanya mengangguk mendengar penjelasan ibu. Dia bicara dengan ibu seakan-akan aku tidak ada di antara mereka berdua. Cara bicaranya dengan ibu seperti seorang yang telah lama kenal. Akrab menurutku. Dia bahkan tidak melirik sedikitpun padaku.

Perbincangan ibu dengan Ale tiba-tiba berhenti karena seseorang tiba-tiba masuk kerumah kami dengan tergesa-gesa. Pintu rumah memang terbuka dari tadi. Dia teriak histeris.

"Aleeeeee...."

Aku melihat seorang yang mungkin seumuran dengan ibu. Menggunakan daster batik berlengan pendek. Rambutnya disanggul ke atas. Tanpa salam atau apapun, dia langsung berlari menuju Ale yang masih duduk di sofa. Aku yakin, ini pasti bu Leli, ibunya Ale.

"Udah dibilang, kalau gak sehat gak usah bawa motor. Udah sering dibilangin tapi masih aja ngeyel. Gak nurut banget ama omongan orang tua." Si ibu tadi memukul punggung Ale berkali-kali. Dia juga menjewer telinga anaknya.

Tiba-tiba si ibu tadi melirik ke ibu. Dia terdiam dan tersenyum ke ibu.

"Duh, maaf ya bu. Main masuk aja ke rumah orang. Gak salam dulu. Habisnya udah gak tau lagi harus ngomong sama nih anak bu. Ngeyel banget anaknya." Ujar ibunya Ale dan lagi-lagi menjewer telinga Ale.

Ibu hanya tersenyum melihatnya. Aku pun begitu. Hanya saja saat aku tersenyum, Ale melirikku dengan tatapan dinginnya. Aku langsung membuang muka.

"Terima kasih banget ya bu ya. Udah bantuin Ale," ujar ibu itu lagi. Tapi kali ini dia menjabat tangan ibu.

"iya bu. Sama-sama." Jawab ibu.
Lalu ibu Ale melirik padaku. Dia menghampiriku. "Ini anak ibu?" Tanya si ibu pada ibuku.

Ibu hanya tersenyum dan itu sudah menjadi jawaban bagi ibunya Ale.

"Duh, cakep banget. Putih gini. Rapi. Pasti pintar." Si ibu melirik ke seragamku yang belum kuganti dari tadi. "Kamu satu sekolah sama Ale? Kelas berapa?" Tanyanya.

"Kelas XII tante. Baru pindah," jawabku.

"Samaan dong sama Ale. Sekolah sama, juga satu tingkat." Si ibu melirik ke arah Ale."Nih Le, temanan ama..."

"Arka," ujarku.

"Temenan ama Arka. Biar pintar kayak Arka. Sekolahnya di Nusatama."

"Tapi, Ale kan juga sekolah di sana, bu. Berarti pintar juga," sela ibu.

"Beruntung aja bu. Selengekan gini anaknya. Saya juga bingung kok bisa diterima di sana." Jawab ibunya Ale lagi.

Ale nampak berdecak mendengar ucapan ibunya. Aku malah tertawa kecil mendengar omongan ibunya Ale.

"Udahlah ma, balik yuk. Udah malam ini," ujar Ale sambil mengenggam tangan ibunya.

"iya..iya... Sekali lagi makasih ya bu..."

"Ratih." Ujar ibu.

"ya, Bu Ratih. Makasih banyak ya. Makasih juga nak Arka."

Aku dan ibu hanya mengangguk dan tersenyum. Ale dan ibunya berjalan keluar. Sampai di pintu, Ale mebalikkan badannya.

"Sekali lagi, makasih ya tante. Makasih ya Ka." Dia menatapku.

"Iya." Jawab aku berbarengan dengan ibu.

Setelah mereka benar-benar telah pergi aku menutup pintu. Saat aku mengambil tas yang dari tadi masih di sofa dan hendak pergi ke kamar di lantai atas, tiba-tiba suara ibu menghentikanku.

"Pantesan wajahnya gak asing sama ibu, Ka. Ale kan sering lewat depan rumah. Udah beberapa kali ketemu sama ibu dan dia selalu senyum. Nyapa ibu. ibu baru sadar." Ujar ibu sedikit terkekeh.

Akupun baru sadar kenapa rasanya aku tidak asing dengan wajah Ale. Dia satu sekolahan denganku. Beberapa kali aku melihatnya. Kelasnya berada di sebelah kelasku.

"Ceriwis banget ya Ka." lanjut ibu lagi.

"Mamanya Ale?"

"Iya. Siapa lagi. Tapi kayaknya orangnya baik."

Aku mengangguk setuju. Terlihat kalau mamanya Ale orang yang baik, meski ciriwis banget.

"Ale juga baik kayaknya. Kamu satu sekolahan, bisa jadi teman baik kamu tuh Ka."

Ucapan ibu membuat dahiku bekerut. Aku tidak yakin dengan saran ibu. Berteman baik dengan orang yang berwajah dingin saat pertama kali bertemu? Memang benar aku pernah melihatnya beberapa kali di sekolah. Hanya melihatnya. Tapi untuk bertemu dan bertatap muka dengannya ini adalah pertama kalinya.

"Ibu yakin mau anak ibu ini berteman dengan Ale yang dingin itu?" Tanyaku pada ibu bersungguh-sungguh.

"Kenapa gak?" tanya ibu alih-alih menjawab pertanyaanku.

Jawaban ibu membuatku menarik nafas dalam. Ide ibu benar-benar tidak bagus kali ini. Aku tidak menjawab ibu. Aku langsung menuju kamarku di lantai dua. Tidak ada bayangan bagiku berteman dengan orang dingin seperti Ale.

My Cold LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang