19

4K 340 30
                                    

Aku sudah berada di dalam kelas bersama Ryan. Tapi Ale, Alesa, dan Fito masih di ruang BK. Aku bersama Ryan diperbolehkan masuk kelas karena tidak ada sangkut paut dengan masalah antara mereka bertiga. Kami hanya melerai perkelahian itu.

Saat sampai di kelas, ternyata keadaaan kelas tengah santai. Tidak ada guru yang mengajar. Saat aku tanya pada salah seorang teman, ternyata Pak Tama yang seharusnya mengajar bahasa inggris tidak masuk. Ada urusan keluar kota. Urusan sekolah.

“Sebenernya masalahnya apa sih, Yan?” tanyaku pada Ryan yang kini malah sibuk dengan komiknya. Dia memang pencinta komik. Jika ada jam kosong seperti sekarang, dia bakalan menghabiskan waktu dengan baca komik. Bahkan isi tasnya lebih didominasi dengan komik daripada buku pelajaran.

“Itu, Si Fito itu megang-megang si Alesa.” Jawab Ryan tanpa mengalihkan pandangannya padaku.

“Megang-megang gimana?” tanyaku lagi pada Ryan yang tengah membalikkan halaman komiknya.

“Ya, megang. Lu pikir aja megang apa.” Jawab Ryan.

“Tangan?” tanyaku dengan bodohnya pada Ryan.

Ryan melengus dan menutup komiknya. Dia memutar duduknya menghadapku. Wajahnya malah terlihat kesal.

“Lu kira kalau cuma megang tangan, tuh orang berdua bakalan baku hantam kayak gitu?” Ryan malah bertanya balik padaku.

Aku hanya cengengesan sambil menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.

“Dia megang ini.” Ujar Ryan sambil meremas dadanya sendiri.

Sebenarnya aku tidak terlalu kaget dengan apa yang diberi tahu Ryan. Aku sudah mengiranya saat Ryan mengatakan Alesa dipegang anak yang bernama Fito itu. Hanya saja, aku butuh penjelasan.

“Trus?” tanyaku lagi.

“Ya kebetulan aja, keliatan ama Ale.  Ya dia marah dong. Apalagi saat itu Alesa udah nangis, tapi tetap aja digangguin ama si Fito?” Jawab Ryan.

“Awalnya tuh Fito megang biasa, kayak gak sengaja gitu nyenggol si Alesa. Ya, aslinya sih beneran, tapi dia pura-pura aja gak sengaja.  Lu pahamkan?” Tanya Ryan.

Aku mengangguk paham.

“Si Alesa marah dong. Eh, bukannya minta maaf, tuh si Fito malah merasa terpancing buat godain Alesa. Dia megang lagi sampai dua kali malah. Alesa marah, tapi ya namanya cewek yah, bisanya nangis. Anak-anak lain juga ada yang ngeliat kok.” Lanjut Ryan.

“Trus kenapa gak ada yang bantuin?” Tanyaku lagi.

“Lu kira anak-anak di sini pada berani ama Fito? Tuh anak, sebelas dua belas lah ama si Ale. Cuman yah, si Fito ini mah emang aslinya pinter. Kelakuannya aja yang badung. Gw heran yah, kok ada orang pinter yang badung.”

“Lu kira teroris yang bikin bom, orang bego apa? Mereka juga pintar kali, sampai bisa bikin bom, rakit senjata. Tapi, iya itu, mereka badung.”

“Bener juga yah.” Ryan mengangguk sambil memegang dagunya, seperti baru saja mengetahui hal yang selama ini tak pernah dia ketahui.

“Trus?” tanyaku lagi.

“Ya, gitu. Lagian ,orang tuanya punya jabatan di yayasan.  Anak-anak kayaknya juga gak mau berurusan ama Fito sama Ale juga. Makanya dibiarin aja tadi.”

Kini aku yang mengangguk. Aku paham dengan apa yang terjadi dan kenapa anak-anak malah menjadikan tontonan perkelahian antara Ale dan Fito.

“Gw kira anak-anak di sekolah ini, pada baik-baik semua.”

“Lu mah, kurang gaul. Banyak juga kelakuan anak-anak sini yang gak bener. Ya, yang pinter sih otaknya. Akhlaknya mah kagak.” Jawab Ryan sambil tertawa terbahak.

My Cold LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang