BM -18-

4.2K 643 64
                                    

Setelah perbincangan panas tadi sore Jani dan Jemian kembali menempel bak prangko baru pada selembar surat. Dalam konotasi sebenarnya.

"Terus jadinya gimana??"

"Lo beneran kepo ya ternyata??"

"Gue udah bilang!!"

Jemian kini tak tanggung-tanggung menanyakan semua hal pada Jani. Yang menurutnya sensitif sekalipun.

Jani sudah memberikannya free pass. Siapa yang mau menyia-nyiakan??

"Ya gitulah pokoknya! Lo kepo bener"

Jemian tak puas malah mendusal bak anak kucing ke arah Jani untuk mendesaknya tapi malah berakhir tubuhnya dipiting dari belakang.

"A a a sakit. Lepasin, Jan"

"Gak mau" katanya tapi tetep melonggarkan jepitannya dan malah terlihat seolah memeluk Jemian.

Jemian sendiri sudah berpasrah dan membiarkan setengah tubuhnya condong ke arah Jani. Tangannya menumpu tubuhnya pada salah satu sofa.

Sungguh posisi ini membuat punggung Jemian terasa begitu kaku dan lama kelamaan malah nyeri. Sakit.

"Ssshh Jan, sakit beneran"

Barulah anak itu benar-benar dilepaskan saat tak sengaja merintih kesakitan. Membuat Jani panik dan menatap ke arahnya.

"Serius lo??"

Jemian berdecak.

"Ya serius, babi!"

"Heh ngomong apa itu!!"

Suara Papa yang datang menegur membuat Jemian menoleh. Tangannya masih mengusap pelan punggungnya.

Tersentak kaget saat tangan Jani turut melakukan hal yang sama. Dia menoleh.

"Maaf gue gak tau kalau bakal sakit"

"Itu punggungnya kenapa??" Kata Papa saat turut bergabung duduk bersama keduanya di ruang keluarga.

"Salah posisi duduk" sahut Jemian acuh.

"Coba sini Papa liat"

Jemian menggeleng malah kini merebah dengan paha Jani sebagai bantalan. Menepuk-nepuk punggungnya, memberi kode pada Jani bahwa pekerjaannya harus dilanjutkan.

"Sini biar Papa yang pijetin kasian Jani itu"

Sekali lagi Galih memanggil tapi Jemian tak bergeming sama sekali membuat Jani jadi tak enak hati.

"Gak apa-apa biar Jani aja, Om"

"Tuh Pa. Gak apa-apa katanya"

Galih berdecak meraih remot dan menekan saluran TV. Melihat berita terkini. Kira-kira apa yang bisa dibahas di kantor besok pagi.

"Ckck sembako kok ditanem"

Jemian yang sedari tadi tengkurap merubah posisi saat suara Papanya terdengar. Menatap berita yang tengah disiarkan.

Cukup lama agaknya sebelum dia mendongak sedikit untuk menatap Papanya.

"Papa"

"Hm??"

Galih hanya berdehem. Masih terfokus pada berita sembako bansos yang ditanam oknum kurang simpati.

"Mau teh anget boleh??"

Barulah kini Papa menoleh cepat ke arahnya. Buru-buru berjongkok di hadapan Jemian membuat Jani terkejut.

"Beneran sakit banget ya punggungnya cil??"

Bad Mad ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang