BM -END-

5.4K 714 117
                                    

Dari dulu Mahen percaya waktu itu bisa menyembuhkan. Dari dulu Mahen yakin waktu akan membawa kesedihannya pergi dan mendatangkan kebahagian kepadanya.

Mahen tak pernah menyesal untuk percaya karena nyatanya waktu benar-benar menunjukkan keajaibannya. Membawa sedihnya berlalu dan memberikannya kebahagiaan.

Sudah tiga bulan bulan lainnnya berlalu saat tiba-tiba Mahen merasa lagi-lagi waktu merenggut bahagianya. Dan kini waktu juga yang memberikannya secara cuma-cuma kepadanya.

Bahagia saja sepertinya kurang untuk mengungkapkan perasaannya sekarang ini. Melihat Papa Jemian berdiri gagah di atas altar. Menanti dengan sabar bunda keluar dan meraih tangannya membuat hati Mahen terasa berbunga.

Senyumnya tak bisa dia tahan. Sedari pagi sudah terbit dengan begitu lebar. Melihat kebahagian terasa melimpah ruah disini.

Butuh tiga bulan lainnya untuk meyakinkan masing-masing hati. Butuh tiga bulan lainnya untuk meluluhkan hati yang keras.

Mahen tidak kecewa karena sudah bersabar menanti hari ini datang. Di sampingnya Jani duduk dengan tenang sesekali menengok ke belakang, menunggu sang tokoh utama muncul dalam acara.

Kemudian yang tunggu pun muncul, Jemian muncul membawakan cincin untuk kedua mempelai.

Mahen tidak bisa menahan tawa saat melihat anak itu berjalan sambil menutupi wajahnya. Pun ditambah dengan sorakan-sorakan jahil tamu lainnya yang menggoda.

Karena tidak mempunyai kerabat balita/anak-anak Jemian selaku bungsulah yang diminta mengantar cincin ke atas altar.

Tentu saja sempat menerima penolakan keras dari anak itu. Tapi akhirnya luluh juga saat bunda yang meminta.

Memberikan cincin dengan terburu ke tangan Papanya, Jemian berlari turun dan menyembunyikan wajahnya pada pangkuan Mahen. Membuat Jani yang duduk di sebelahnya terbahak keras.

Mahen hanya menggeleng pelan dan mengusap kepala anak itu dengan gemas. Menepuknya pelan-pelan.

"Keren banget Iyan" bisiknya berusaha meredakan malu yang remaja tanggung itu rasakan.

Lalu setelah itu lampu ruangan padam dan hanya menyorot pada bunda yang berjalan masuk diantarkan oleh kakeknya.

Mahen berdecak pelan saat melihat betapa cantik bundanya.

Setelah sampai di atas tangan bunda diserahkan ke arah Papa. Lalu upacara pemberkatan pun dimulai. Semuanya khusyuk menyimak.

"Apakah anda bersedia menjadi istrinya dalam keadaan apapun??"

"Saya bersedia"

Kemudian riuh tepuk tangan menggema saat kedua mempelai mengucapkan janjinya.

Jemian sudah bangkit sedari tadi duduk di sisi lain Mahen. Turut menyimak dengan begitu khidmat.

"Kedua mempelai bisa berciuman sekarang"

Mahen tersedak mendengarnya. Dengan refleks melingkarkan kedua tangannya pada Jani dan Jemian. Menutup kedua mata adik-adiknya.

"Kalian belum legal!! Lindungi mata kalian!!"

Lalu ciuman panjang itu pun Mahen saksikan sendiri.

"Selamat kalian sudah sah menjadi suami istri"

🦄🦄🦄

Jani tersenyum lebar menerima semua ucapan selamat yang teman-temannya lontarkan padanya. Rendi memeluknya dan sedikit menggodanya. Rasanya seperti dirinya saja yang menikah.

Haekal tidak bisa datang karena harus bersiap untuk Jumat-an. Memang kasian sekali jika sudah salah server begini.

Teman-teman sekelas mereka dan teman satu ekskul Jani datang bergantian. Menambah suasana ramai disini.

Bad Mad ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang