BM -8-

4.5K 703 82
                                    

Sebenarnya setelah ketambahan tiga anggota baru dalam rumah kecil Jemian banyak sekali hal yang berubah.

Hal-hal seperti letak barang yang bergeser dan ditata dengan cara berbeda adalah salah satunya. Rasanya seperti Jemian memasuki rumah orang lain setiap kali sadar begitu banyaknya hal yang berubah.

Rumah yang dulunya hanya berisi dia dan Papa kini mulai ramai dan riuh. Hanya tambahan tiga orang tapi rasanya begitu penuh.

Dari banyaknya hal yang berubah kebiasaan bangun Jemian adalah satu hal luar biasa yang turut berubah.

Tiffany walaupun tampak seperti wanita anggun yang tak pernah marah nyatanya adalah sosok penyihir yang mampu membuat Jemian yang tak kenal kalah bertekuk lutut.

Pernah Jemian terlambat bangun di suatu pagi dan bunda memarahinya hampir tiga puluh menit lamanya. Rasanya luar biasa sekali, Jemian bahkan hanya bisa mengerjap linglung.

Begitu banyak hal yang berubah disana bahkan Jemian yang tak pernah sarapan di rumah tiba-tiba dipaksa duduk di satu meja makan di pagi hari yang cerah.

Jemian mendesah, menopang dagu dan membiarkan dirinya duduk kebosanan sembari menunggu roti dari pemanggangan siap disantap.

Sebenarnya tidak masalah sarapan di rumah jika ada Papa disini bersamanya. Tapi masalahnya adalah sosok tua itu buru-buru berangkat ke kantor tadi pagi. Hanya sempat mengecup pelipis Jemian sekali dan bergegas lari seolah dikejar anjing.

Padahal sekarang Sabtu??!!!

"Hah"

Jemian menghela nafas. Rasanya benar-benar sepi tanpa Papa disini. Mahen dan Jani hanya berbicara berdua tanpa mengajak Jemian turut serta. Dan Tiffany—

Wanita itu bahkan hanya meliriknya sekilas dan lanjut menyiapkan sarapan.

Jemian menumpukan kepalanya di meja membiarkan riuh tawa Mahen menjadi pengiring paginya yang sendu. Ternyata begini perasaan seorang anak tiri. Eh??

"Iyan ingin sandwich isi daging??"

Suara halus bunda membuat Jemian menoleh. Dia berdehem sebelum mengangguk.

Wanita itu tersenyum dan berlalu lagi meninggalkan Jemian yang bertopang dagu. Bosan.

"Ini untuk Jani dan kakak"

Tak lama bunda kembali datang dengan dua piring berisi sandwich untuk Mahen dan Jani.

"Tunggu sebentar ya, Iyan. Rotinya belum matang" katanya seolah tau Jemian menunggu sarapannya juga.

Kemudian wanita itu mengambil tiga gelas besar dan menuangkan susu ke dalamnya. Jemian mengernyit.

"Aku alergi susu"

Bunda menoleh. Gerakan tangannya menuang susu terhenti.

"Cuman ngasih tau. If you wanna kill me, its gonna be easier"

Bunda tergelak. Tangannya bergerak mengacak rambut Jemian.

Tetapi tetap lanjut menuangkan susunya membuat Jemian mengernyit tak suka. Apakah dia tidak dengar??

"Ini untuk Mahen dan Jani" katanya seolah tau arti tatap mata Jemian.

"Untuk Iyan—" katanya meletakkan satu gelas di depan Jemian.

"—susu kedelai spesial, masih hangat" katanya sambil tersenyum dan mengusap wajah Jemian dengan lembut.

Dia menunduk menyejajarkan wajahnya dengan Jemian. 

"No one would kill you, Jemian. Kalaupun ada lawan pertamanya Tante"

🦄🦄🦄

Bad Mad ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang