Closing

5.1K 627 73
                                    

Bagi beberapa orang keluarga adalah suatu hal semu yang begitu diidam-idamkan. Bagi yang lainnya lagi keluarga adalah kata paling apik yang bisa menggambarkan bentuk kehangatan hati.

Jemian tidak tau apakah pilihannya benar atau tidak saat mengangguk menyetujui permintaan Papanya untuk menikah lagi.

Jemian masih belum mengerti apakah di masa depan dia akan menyesal dengan pilihannya atau tidak. Jemian tidak tau.

Namun yang Jemian tau, dia hidup di masa ini. Tak ada gunanya memikirkan masa depan yang masih tabu dan samar bayangannya.

Jadi dari pada berlarut-larut merenungi keputusannya, Jemian memilih untuk percaya. Mulai membuka mata dan bersiap untuk apapun yang waktu akan tunjukkan padanya.

Dan hasilnya ternyata tak seburuk bayangannya. Tawa dan hangat yang selalu mengisi rumah satu bulan ini adalah buktinya. Penuh dan riuh yang selalu menanti Jemian setiap pulang adalah balasannya.

Jemian tersenyum tipis membiarkan bunda mulai sibuk mengepak barang bawaannya.

"Iyan tunggu di depan saja tidak apa-apa"

Anak itu menggeleng dengan patuh tetap menatap bunda yang memasukkan camilan-camilan dalam keranjang besar.

Hari ini keluarga mereka akan berpiknik.

"Aku tungguin"

Wanita itu mengangkat pandangan sebentar sebelum melempar senyum manis.

Beberapa saat kemudian bunda tampak berdiri membuat Jemian langsung turun dari kursinya dan mengambil alih keranjang itu dari tangan bunda.

"Makasi sayang"

Usapan pada lengannya membuat Jemian mengulum senyumnya. Tidak buruk.

Berjalan perlahan menuju teras Jani dan Mahen sudah menunggu dengan Papa yang mulai sibuk memasukkan barang-barang ke bagasi mobil.

"Perasaan cuman ke Ancol tapi bawaannya kayak mau pindah rumah" gerutu Jemian sambil mengangsurkan keranjang berisi perbekalan mereka ke arah Mahen.

"Gak apa-apa, makanan rumah lebih baik. Hemat"

"Ckck"

Jemian menggeleng tak habis pikir.

"Sudah semua kan?? Ayo berangkat!!"

Papa adalah yang paling semangat.

🦄🦄🦄

Jarak yang ditempuh dari rumah ke tempat tujuan sebenarnya tidak terlalu jauh. Namun apa yang bisa diharapkan pada lalu lintas kota Jakarta di hari libur??

Pada akhirnya mereka tiba satu jam lebih lambat dari estimasi waktu seharusnya.

Dengan kacamata ungu bertengger di hidungnya, Jemian keluar mobil mengacak rambutnya. Sengaja mengibaskannya, ingin tebar pesona. Padahal jelas-jelas tempat yang mereka datangi sepi.

Tak perduli, Jemian dengan sebuah pelampung donat melenggang meninggalkan Jani yang hanya bisa melongo di belakangnya.

"Dia pasti ngerasa keren" katanya sambil menggeleng dan mengikuti langkah Jemian dari belakang.

"Ganti baju dulu kalau mau mandi, Iyan!"

Jemian menoleh ke arah Jani. Menatap pakaiannya dari atas sampai bawah. Tak ada yang salah.

"Kenapa?? Ribet" katanya kemudian mulai melangkah menjauh dengan pelampung donat yang sengaja dia kalungkan di lehernya.

"Paling enggak lepas sendalnya woi!!"

Bad Mad ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang