BM -17-

4K 694 69
                                    

Pagi datang membersihkan embun-embun yang tertiup saat malam. Sinar matahari masuk menyusup ke dalam kamar yang temaram.

Mahen berkedip saat sadar dirinya sedikit bangun lebih terlambat dari biasanya. Maklum saja semalam dia tidur jauh lebih larut.

Dia bangkit perlahan tersenyum tipis saat menyadari kasur di sebelahnya tak terisi. Tadi malam cukup menguras emosi keduanya, maka tak heran jika Jani merasa enggan menampakkan wajah di hadapannya.

Padahal Mahen sama sekali tidak masalah jika harus melihat wajah bengkak Jani selepas menangis. Bagi Mahen Jani masih tetap adik kecilnya yang menggemaskan.

Tak menunggu waktu lama untuk berdiam diri Mahen bergegas bersiap. Takut terlambat ke sekolah di Senin pagi.

Setelah selesai bersiap dia lantas melangkah keluar kamar dan turun ke dapur untuk sarapan bersama.

"Pagi Mahen"

"Pagi Om, bunda. Tumben dah siap Jan??"

"Males nanti macet"

Mahen mengangguk dan langsung duduk di antara mereka seolah tak pernah terjadi apapun. Seperti biasanya.

Mahen sudah terbiasa menjadi buta dan tuli untuk keluarganya.

"Pagiii semuaa"

Langkah ceria Jemian membuat Mahen mendongak.

"Pagi Papa jelek"

"Pagi cil"

Satu kecupan mendarat di pelipis anak itu. Seperti biasanya.

"Hohoho isi sandwichnya daging sisa kemarin gak sih?? Eww"

"Emang kalau sisa kemarin kenapa?? Masih bisa dimakan!"

Bunda menyambung. Mahen melirik Jani yang tak acuh. Biasanya yang akan menyela Jemian itu Jani.

"Ya tetep aja sih namanya sisa"

"Iya deh iya"

Bunda mengalah dan kini meja makan kembali senyap.

"Aku udah selesai. Mau berangkat buru-buru katanya Eji piket"

Jemian bangkit membuat seisi meja menoleh ke arahnya.

"Bye Papa. Bye B-bunda"

Bunda terkekeh geli membalas lambaian tangan Jemian dengan semangat.

"Iya hati-hati cil"

"Aku juga udah selesai"

Jani kemudian turut bangkit bergegas mengikuti Jemian.

"Hen"

Tersentak. Mahen cepat-cepat menoleh ke arah bundanya.

"Gak buru-buru juga??"

"Oh iya"

Mahen bangkit mengambil tasnya.

"Aku berangkat dulu, Bun. Om"

Agaknya disini hanya Mahen yang berusaha keras sendiri untuk bersikap. Padahal yang lain tampak biasa saja seolah tak ada yang salah. Seperti biasanya.

🦄🦄🦄

Jani cepat-cepat menarik tas Jemian saat keduanya sampai teras rumah. Menghentikan langkah anak itu.

"Gue nebeng"

Jemian menggeleng dan melepas tangan Jani dengan pelan.

"Gak bisa g-gue buru-buru Eji udah nunggu"

Kemudian anak itu benar-benar pergi meninggalkan Jani yang terpekur sendirian.

Kalau dihitung sudah tiga hari hubungannya dan Jemian menjadi aneh. Sejak malam Sabtu dimana mereka menginap di rumah sakit waktu itu. Sejak saat itu Jemian menghindari dirinya.

Bad Mad ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang